MSFC DISPLAY WEB

Pendidikan Ruhani Jalaluddin Rumi

Media Jatim

Oleh: Zainal Arifin

Zaman klasik maupun modern, menjadikan Jalaluddin Rumi sebagai tokoh-spiritual terbesar sepanjang masa. Tidak heran bila organisasi dunia semacam PBB menetapkan tahun 2007 lalu sebagai “Tahun Rumi Internasional”. Penghargaan itu diketengahkan bersamaan dengan 800 tahun kelahiran Rumi yang menghirup udara dunia kali pertama pada 30 September 1207 M di Balkha, salah satu desa di wilayah Khurasan.

Selama hidupnya, Rumi meninggalkan dua model karya sastra yang membuat decak kagum dunia: syair berirama (manzhumah) dan esai (mantsurah). Karyanya berupa manzhumah terabadikan di dalam Diwan Syams Tibriz, Al-Ruba’iyyat, dan Al-Matsnawi. Sementara yang mewujud esai meliputi Al-Majalis al-Sab’ah, Majmu’ah min al-Rasail, dan Kitab Fihi Ma Fihi.

Buku Fihi Ma Fihi yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Abu Ali dan Taufik Damas ini, merupakan kumpulan muhadarah, presentasi, dan komentar Rumi ketika membahas berbagai hal yang berhubungan dengan akhlak dan wawasan gneosisme.

Di dalamnya, terurai secara bernas wawasan dan keilmuan Rumi yang bersifat ensiklopedis, kedalamannya ketika membahas berbagai tema, dan kemampuannya memilih kalimat dan nasehat yang diambil dari berbagai peristiwa dalam kehidupan sehari-sehari. Seperti kemampuan Rumi menampilkan semangat Islam dan kehendak Allah terhadap makhluk dengan gaya seorang artis yang mampu menyentuh perasaan, akal, dan jiwa secara simultan.

Sebagaimana diterangkan Isa Ali al-‘Akub, penerjemah Fihi Ma Fihi dari Bahasa Persia ke Bahasa Arab, dalam pengantarnya menegaskan, buku ini memuat 71 pasal yang panjang pembahasan masing-masing berbeda-beda. Masing-masing pasal hanya menyebutkan nomor, tanpa disertai judul.

Baca Juga:  Memahami Seluk-Beluk Akad Syariah

Salah satu peneliti buku ini bernama al-Alamah Badiuzzaman Fruzanfar menegaskan,  judul Fihi Ma Fihi ditemukan dalam sampul manuskrip asli ketika ia hendak meneliti buku tersebut. Secara tegas ia menyimpulkan bahwa buku ini dihimpun dalam bentuk buku utuh setelah Rumi meninggal dunia berdasarkan susunan pasal-pasal sebelumnya yang disusun ketika Rumi masih hidup. Kemungkinan besar yang menyusun buku ini menjadi utuh adalah putra Rumi, yaitu Sultan Walad, atau salah seorang murid Rumi. (hlm 23)

Penerbit Zaman tampak piawai dalam memancing pembaca terpikat dengan isi buku ini. Yakni, dengan memberikan ruang lembaran khusus atas setiap untaian kata rumi yang mengandung analogi atau kata-kata mutiara. Kata-kata tersebut, dibingkai secara khusus sehingga kian mengkristal keindahannya.

Tiap lembaran dalam Fihi Ma Fihi tampak memiliki keterkaitan kuat antara satu dengan lainnya dalam membingkai akhlat dengan nasehat. Meski begitu, pembaca dipastikan tidak akan bosan. Sebab, tidak harus membaca secara sistematis dari awal hingga akhir. Namun, bisa pula membacanya secara acak, tergantung selera. Meski acak, pembaca tetap dapat memahaminya secara utuh karena masing-masing pasal mengandung pesan pendidikan ruhani tersendiri.

Banner Iklan Media Jatim

Dalam buku ini, Rumi menguraikan dengan cermat sesuatu yang sangat penting, yaitu pendidikan ruhani agar manusia bisa menjalani hidup sesuai dengan kehendak Sang Pencipta. Dari buku ini, kita memahami betapa Rumi cukup piawai dalam menelorkan nasehat ke dalam bawah sadar pembacanya. Rumi cakap dalam membungkus pendidikan ruhaninya dalam sebuah analogi. Itu terlihat dalam penegasannya yang cukup bernas:

Baca Juga:  Meneguhkan Nalar Moderasi ala Santri

“Sifat-sifat buruk ibarat kudis dan kurap. Ketika kudis dan kurap itu ada di diri sendiri, seseorang tak merasa menderita. Namun, ketika ia melihat bekas-bekasnya saja pada orang lain, ia merasa tak nyaman dan perlu menghindar”. (hlm 87)

“Ruh manusia mampu menyingkap segala yang gaib, seperti air bening yang menampakkan segala sesuatu di dasarnya—batu, lumpur, dan lain-lain—dan mencermintkan segala hal di atasnya. Ini sesuatu yang alami. Tak membutuhkan terapi atau pengajaran. Namun, saat air itu tercampur debu atau warna-warna lain maka sifat khas tersebut akan hilang dan terlupakan.” (hlm 112)

Salah satu kelemahan buku ini mungkin pada pengantarnya yang terlalu panjang, sampai 17 halaman. Akibatnya, pembaca tidak langsung dipikat pada isi pendidikan ruhani Rumi. Banyaknya pengantar tersebut tidak terlepas dari disertakannya biografi Rumi. Alangkah lebih eloknya pengantar Fihi Ma Fihi diperpendek, sementara biografi singkat Rumi ditulis khusus di akhir halaman.

Kendati demikian, pembahasan sangat mendalam yang dikemas dengan untaian kata-kata indah dan mudah dipahami berkat kepiawaian Rumi menyusunnya dalam cerita-cerita dan analogi menawan, membuat buku setebal 438 halaman ini penting dibaca dan dikoleksi.

Zainal Arifin, Mahasiswa INSTIK Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura

Data Buku

Judul                    : Fihi Ma Fihi

Penulis               : Jalaluddin Rumi

Penerjemah    : Abu Ali dan Taufik Damas

Penerbit            : Zaman, Jakarta

Cetakan             : Pertama, 2016

Tebal                   : 438 halaman

ISBN                     : 978-602-1687-98-7