Opini  

RBT, Santri yang Ta’dzim

Media Jatim

Gambar ini bukan simbol dukungan politik, semua orang sudah mafhum. Tak ada eksploitasi pengaruh, apalagi politisasi. Ini soal penggambaran etika dan kepatutan yang seharusnya dilakukan santri kepada guru.

Guru selamanya adalah guru yang harus digugu dan ditiru. Teladan kebaikan yang terpancar dari aura pemikiran dan tingkah lakunya, harus terus mengalir deras dalam diri setiap santri. Pun begitu, harus dirasakan pula oleh semua orang, tak ada kecuali.

Sebab itu, sosok guru tidak boleh hanya dimonopoli oleh sebagian orang saja. Guru bagaikan matahari untuk semesta alam. Maka, tidaklah bijak sebagian yang lain membatasi sinarnya untuk sebagaian lainnya.

Baca Juga:  Ciri-ciri Calon Anggota Dewan yang Layak Tidak Dipercaya

Begitulah…

Kedekatan Ra Badrut Tamam dengan gurunya adalah bukti ta’dziman wa tha’atan diri untuk menerima ilmu, menimba pengalaman, mendengarkan petuah kebajikan sebagai bekal hidup, tidak hanya untuk diri tapi untuk orang lain pula.

Sebagai santri, RBT paham betul bahwa kebaikan itu adalah arti politik yang sesungguhnya. Sebagaimana mbah Aristoteles menamakannya sebagai, en dam onia. Bahwa, politik adalah jalan menuju kehidupan yang baik, the good life.

Untuk memastikan kebaikan itu terus berlanjut tidak mengendap hanya di benak saja, RBT menerjemahkannya dalam aksi yang sangat membumi; hadir di tengah-tengah masyarakat, berkumpul bersama, kemudian berbagi.

Baca Juga:  Surabaya Raya Bersatu Lawan Corona dengan PSBB

Inilah, BERBAUR.

Dari sini, sebagai santri, RBT mengamalkan dan menebar kebaikan-kebaikan, manjaga persaudaraan, dekat dengan sesama. Tidak ikutan sibuk kuat-kuatan mengeksploitasi pengaruh untuk menguatkan ambisinya.

Paham kan, sayang?

Minhaji Ahmad, Mahasiswa Hukum Pascasarjana Universitas Trunojoyo Madura (UTM)