Antara Hadits dan Hoaks di Media Sosial

Media Jatim

Buku: Saring Sebelum Sharing
Penulis: Nadirsyah Hosen
Tebal: xvi+328
Penerbit: Bentang
Tahun: Februari 2019
ISBN: 978-602-291-562-1
Peresensi: Hanifuddin Musa*

Pertama kali membaca judul buku ini saya langsung tertarik, lalu mengoleksinya. Buku Prof. Nadirsyah Hosen selanjutnya Gus Nadir selalu menyuguhkan tema-tema aktual yang selalu menghiasi kehidupan. Seperti isu-isu bertebarannya berita-berita bohong (hoaks) di media sosial (medsos) yang tidak henti-hentinya meniror kehidupan setiap orang tidak terkecuali kaum muslimin menjadikan informasi sulit untuk dibedakan benar-salahnya. Oleh karena itu, segeralah buku itu saya beli.

Sulit sekali mencarikan solusi agar hoaks tidak terus membesar yang sampai membakar emosi. Bahaya hoaks luar biasa merugikan umat. Lebih-lebih di kehidupan kita saat ini yang telah memasuki era digital. Analisis Herman (2016) seperti disampaikan Rahmat Hidayat, Radar Madura (Selasa, 9 Juli 2019), mengatakan bahwa revolusi keempat ini menjunjung prinsip interkoneksi jaringan internet of things (IoT). Terlepas apakah penelian Herman itu benar, kasus yang terjadi di lapangan mengukuhkan penelitiannya.

Coba anda saksikan saat ini, sudah banyak orang-orang yang menggunakan internet. Namun, WhatsApp dan Facebook paling populer dan memiliki banyak penghuni. Modernitas yang bertujuan ingin menyatukan bangsa melalui penciutan ruang dan waktu malah gagal mewujudkan itu. Melaui WhatApp dan Facebook, pesan menjadi mudah tersampaikan. Tetapi tidak dapat dipungkiri pesan-pesan dari keduanya terkadang ada kabar bohong yang diselipkan, lalu disebarluaskan.

Baca Juga:  Disruptif Pendidikan sampai Ustaz Prematur

Buku ini menyoroti bahayanya pesan-pesan yang disampaikan di media sosial dengan menggunakan hadits, tanpa cukup mengkritisinya. Apakah hadis dalam pesan tersebut sudah sesuai dengan konteksnya? Kecendrungan menerima informasi secara instan tanpa cukup melalui proses belajar ketat berimplikasi pada begitu mudahnya menghakimi orang lain (hlm. xiv). Bahkan, pemelintiran terhadap substansi hadis kian diperbesar pada membid’ahkan kelompok lain. Pada gilirannya berlanjut saling menyesatkan.

Kita tentu tahu, setiap ajaran yang berkembang di dunia tidak ada perbedaan secara signifikan. Baik agama di Arab, Mesir, Yamana, Irak, termasuk di Indonesia, semuanya meminjam istilah Prof. KH. Abd. A’la menemukan titiklabuhnya yang begitu kuat yang bersambung terhadap Islam Rasulullah. Islam yang diajarkan Rasul adalah Islam yang welas asih. Adalah bukan akhlak Nabi orang yang sedikit-sedikit marah-marah, padahal ia melarangnya; sedikit-sedikit melaknat orang lain, padahal Nabi sendiri diutus Allah untuk menebar rahmat; melarang menebar fitnah atau hoaks, melakukan ghibah, berbohong (hlm. 65-67).

Baca Juga:  Jokowi-Ma’ruf Amin, Interpretasi Umara dan Ulama?

Kalau sudah demikian akhlak Nabi, kenapa masih banyak yang ikut serta meng-share pesan-pesan yang bias fitnah, merangsang amarah, adu domba? Padahal, perbuatan yang demikian menurut penulis bukan termasuk ajaran Nabi. Mengingatkan itu boleh. Tetapi, mengingatkan yang sekiranya menjatuhkan martabat orang lain itu menjadi tidak dibenarkan agama. Berkoar-koar di media sosial untuk mengingatkan para penguasa, misalnya, itu salah kaprah. Sebab, menyampaikan aspirasi terhadap pemerintah sudah disediakan mikanisme yang diatur UU.

Melalui buku “Saring Sebelum Sharing” Gus Nadir mengajak kita memahami teks melalui konteks dan meninggalkan kebiasaan belajar instan. Bukan berarti dengan membaca buku ini kita sudah terjamin memahami pesan-pesan hadis secara totalitas, melainkan membacanya kita akan terbantu mengetahui kisah interaksi Nabi Muhammad Saw dengan para sahabat dan juga dengan kalangan non-muslim, cara Nabi memutuskan sebuah perkara, hingga dakwah beliau yang terkenal santun, lengkap dibahas dalam buku ini.

*) Penulis adalah Mahasiswa UNITRI Malang asal Madura.

Banner Iklan Media Jatim