MediaJatim.com, Jember- Tak banyak omong, namun pekerja keras. Tidak banyak gembar-gembor, namun aksi sosialnya cukup menyentuh rakyat. Tidak sok relijius, tapi dekat dengan kalangan kiai. Itulah H. Djoko Susanto.
Ya, nama ini belakangan cukup populer seiring akan digelarnya Pilkada Jember tahun 2020. Pak Djoko sering dikait-kaitkan dengan kesiapannya untuk maju berkompetisi dalam perburuan kursi bupati di ajang Pilkada Jember tahun depan. Keputusan Pak Djoko untuk berlaga memperebutkan kursi bupati, bukan karena dahaga kekuasaan, namun lebih disebabkan oleh keinginannya untuk memberikan kontribusi yang maksimal bagi pembangunan Jember yang lebih baik.
“Tidak ada maksud lain. Niat saya, bersama-sama dengan masyarakat ingin memperbaiki keadaan, membangun Jember agar lebih baik lagi,” ujarnya.
Pak Djoko lahir di Kediri ketika kalender menunjuk angka 25 Maret 1960. Alumnus Pascasarjana Universitas Jember ini menghabiskan karirnya sebagai abdi negara di bidang pertanahan. Dimulai sebagai staf di Kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Jember, lalu merambah ke BPN Banyuwangi sebagai Kasubsi Pendaftaran Hak dan Informasi Pertanahan, hingga menjadi Kabid Pengukuran dan Penataan Pertanahan Kanwil BPN Jawa Timur.
Selama meniti karir, Pak Djoko sudah melanglang buana untuk menunaikan tugas, baik di lingkup Jawa Timur maupun di luar Jawa. Pria berkaca mata ini tercatat 3 kali menjadi kepala BPN di tingkat Kabupaten/kota. Yaitu di Kutai Kartanegara, Jember, dan Kota Surabaya I.
Tentu saja, berbagai jabatan yang disandangnya di bidang pertanahan, menjadi modal penting bagi Pak Djoko untuk memimpin Jember kelak. Sebab, bekerja di pertanahan bukan sekadar mengukur tanah dan mencetak sertifikat, tapi di situ juga ada konflik antar petani, persoalan sosial, dan sebagainya. Dan itu semua mampu diselesaikan oleh Pak Djoko dengan elegan.
Karena kepemimpinannya yang mengesankan selama meniti karir, ia sudah 13 kali meraih penghargaan dari pemerintah dan BUMN. Tiga diantaranya adalah Citra Pelayanan Pertanahan atas Kinerja Terbaik Pertama (2013) dari Kepala BPN RI, Kantor Pertanahan dengan Inovasi Pelayanan Terbaik (2014) dari Kepala BPN Jawa Timur, dan Satyalancana Karya Satya XXX tahun (2015) dari Presiden RI.
Raihan 13 penghargaan itu, menjadi bukti yang shahih bahwa Pak Djoko memang selalu konsisten dan tak pernah main-main dengan tugas yang diembannya.
“Prinsip saya, bekerja apapun harus konsekuen. Apalagi berhubungan dengan masyarakat, berhubungan dengan kepercayaan rakyat, maka hanya satu kata: wajib dijaga kepercayaan itu sampai kiamat sekalipun,” urainya.
Perangai Pak Djoko yang demikian itu, tentu bukan bim salabim, namun melalui proses kehidupan yang dilaluinya sejak kecil. Seperti diketahui, Pak Djoko lahir dan besar di lingkungan Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Hubungan orang tua Pak Djoko cukup dekat dengan pengasuh Pesantren Lirboyo, karena rumahnya memang berdempetan dengan lokasi pesantren yang cukup populer itu. Sejak kecil hingga remaja, Djoko sering diajak sowan oleh ayahnya kepada pengasuh Lirboyo.
Situasi lingkungan dan interaksi keluarga besar Djoko dengan pesantren Lirboyo, tentu sedikit banyak mempengaruhi pembentukan karakternya. Hingga saat ini pun, silaturrahim dengan pengasuh Pesantren Lirboyo, tetap Pak Djoko lakukan di waktu senggang. Oleh karena itu, jika kemudian Pak Djoko sering bersilaturrahim dengan kiai di Jember atau di tempat lain, jelas bukan sesuatu yang tiba-tiba, apalagi didorong oleh motivasi politik.
“Terus terang, saya tidak pernah mondok, tapi silaturrahim dengan kiai, terus jalani sejak dulu sampai sekarang,” terangnya.
Kedekatan Pak Djoko dengan para kiai, ditambah aksi sosialnya yang tak pernah kendor, membuatnya menuai simpati dari kalangan masyarakat luas, khususnya di Jember. Para kiai akhirnya juga ikut bersuara: menginginkan Pak Djoko ambil bagian dalam Pilkada Jember tahun depan. Angin politik yang bertiup kencang, membuatnya tak bisa mengelak dari desakan para kiai.
“Dengan membaca bismillah, saya sambut keinginan masyarakat dan kiai, semoga barokah. Mari kita bergandengan tangan untuk menggapai jember yang lebih baik,” jelasnya.
Bagi Pak Djoko, Jember bukan hal yang asing. Meski lahir di Kediri, tapi ia cukup lama menghirup udara di langit Jember dan meminum air dari bumi Jember. Ia kuliah di Jember, bahkan awal mula karir birokrasinya juga dimulai di kota suwar-suwir ini. Dan sekarang ingin mengabdikan diri untuk masyarakat Jember.
“Niat saya hanya satu, ingin mengabdi untuk masyarakat Jember, itu saja,” tukasnya.
Sebuah niat yang tulus untuk mengabdi dengan ikhlas, hanya lahir dari pribadi yang tulus. Betapapun, dewasa ini ketulusan sangat penting di tengah melubernya syahwat politik yang kerap menuhankan pujian dan cenderung menghalalkan segala cara.
Reporter: Aryudi A Razaq
Redaktur: A6