MediaJatim.com, Surabaya – Disaat rencana pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akan diberlakukan di daerah Surabaya Raya meliputi Kota Surabaya, serta sebagian Kabupaten Sidoarjo dan Gresik. Namun pada hari Selasa kemarin (21/4/2020) terjadi kerumunan masyarakat besar-besaran berupa masyarakat yang sedang antri untuk membeli kebutuhan bahan pokok di Program Pemerintah Provinsi Jawa Timur yaitu Program Lumbung Pangan Jatim (LPJ) di JX Internasinal, Jalan A. Yani Surabaya.
Kejadian tersebut menuai kritik dari berbagai kalangan tak terkecuali Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor Jawa Timur. Menurut Muhammad Rutabuz Zaman, SH, MH, selaku ketua LBH GP Ansor Jawa Timur, kejadian tersebut sangatlah ironis, disaat pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam peraturan serta kebijakan terkait larangan adanya kerumunan atau pengumpulan massa, bahkan sebentar lagi di Surabaya akan diterapkan PSBB, Pemerintah Provinsi dalam hal ini pelaksana program LPJ melanggar aturan tersebut.
“Paling tidak, pelaksana harus sigap dalam mengantisipasi banyaknya masyarakat yang datang untuk membeli kebutuhan bahan pokok,” katanya.
Membuka pasar seperti ini seharusnya bisa diantisipasi dari awal, mengingat kebutuhan bahan pokok dalam kondisi seperti sekaranga, apalagi ditambah yang dijual harganya lebih murah dari pasaran, walaupun pada kenyataannya hanya selisih Rp1.000,- hingga Rp5.000,- saja.
“Ya tentu banyak yang datang. Adanya fenomena kerumunan massa tersebut, jangan kemudian masyarakat yang disalahkan, tidak bisa diatur atau sampai ada hoaks informasi bantuan gratis yang beredar. Seharusnya penerapan standar social atau physical distancing di lapangan sekaligus juga pengamanannya harus disiagakan,” tegas Muhammad Rutabuz Zaman.
Pihaknya sangat menyayangkan hal tersebut bisa terjadi. Ia menyebutkan, seandainya penyelenggara acaranya masyarakat tentu sudah dibubarkan oleh pihak yang berwajib, dengan dasar aturan dan Maklumat Kapolri.
“Program ini namanya Lumbung Pangan Jatim kalau disingkat LPJ, maka nanti harus ada laporan pertanggungjawaban atas kejadian tersebut. Apalagi belum lama ini kan sudah ada kejadian Gubernur Gorontalo dilaporkan warganya ke Polda Gorontalo, karena mengundang kerumunan massa saat membagikan sembako. Seharusnya ini menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dan kita semua,” sambungnya.
Selanjutnya, ia menegaskan LBH Ansor akan mengawal kejadian itu sampai ke ranah hukum. Namun masih akan mempertimbangkan beberapa hal, mengingat kondisi saat ini seperti ini, satu sisi masyarakat juga butuh bahan pokok akan tetapi kegiatan yang dapat menimbulkan potensi penyebaran Covid-19 juga harus ditindak.
Selain itu, LBH Ansor juga mengkritisi terkait dengan bahan bahan kebutuhan pokok yang dijual ke masyarakat pada Program Lumbung Pangan Jatim tersebut perlu adanya transparansi.
“Kegiatan ini termasuk bentuk bagian penanganan dampak Covid-19, di dampak ekonomi masyarakat. Maka harus jelas produk-produk yang dijual, karena bahan pokok itu dibeli dari dana anggaran yang telah disiapkan Pemprov Jatim untuk menangani Covid-19 yaitu sebesar 2,384 triliun rupiah. Kalau ada kerjasama dengan Bulog atau darimana, harus transparan. Belum lagi dampaknya bagi pedagang pedagang kecil sembako di pasar,” imbuhnya.
Selain itu, masyarakat juga perlu tahu terkait distribusi anggaran penanganan Covid-19 secara detail, digunakan atau dialokasi kemana saja sehinggatidak timbul dugaan yang tidak baik di masyarakat.
LBH Ansor Jatim sendiri dalam penanganan dampak Covid-19, selain fokus dalam penanganan problem ketenagakerjaan, perlindungan konsumen dan kesehatan juga fokus pada problem-problem sosial seperti perlindungan terhadap dampak PSBB serta transparansi terhadap kebijakan anggaran pemerintah dalam penanganan Covid-19.
“LBH Ansor Jawa Timur melalui LBH Ansor yang ada di Lumajang terkait dampak sosial Covid-19, sedang mendampingi masyarakat yang acara pernikahannya dibatalkan pihak yang berwajib, padahal acara perkawinan sudah direncanakan jauh hari sebelum adanya penetapan pandemi Covid-19. Undangan sudah disebar, sudah menyembelih beberapa ekor sapi dan terop sudah dipasang tapi acaranya mendadak dibatalkan pihak yang berwajib dengan alasan UU dan Maklumat Kapolri,” paparnya.
Kata Muhammad Rutabuz Zaman, dalam kondisi seperti ini seharusnya tidak langsung dibatalkan, karena tiap daerah tidak bisa digeneralisir. Pemerintah seharusnya melakukan pemetaan sampai ke tingkat bawah, terhadap wilayah yang masih kategori aman, asal tetap menjaga prosedur protokoler pencegahan Covid-19, jangan kemudian langsung dibatalkan.
“Pihak yang berwajib bisa memberikan sosialisasi protokoler penceegahan Covid-19, sebelum acara atau saat pelaksanaan bagi yang sudah terlanjur jalan acaranya. Karena memang acara itu sudah matang dirancang jauh hari. Seperti yang terjadi di JX kemarin, aparat datang bukan membubarkan tetapi mengatur sesuai protokoler Covid-19. Ya, karena di Jatim Expo kemarin yang menyelenggarakan pemerintah,” pungkasnya.
Reporter: Agus Supriadi
Redaktur: Sulaiman