Tokoh  

Kiai Basid, Dai Milenial di Pulau Madura

Media Jatim

MEDIAJATIM.COM | Jari-jarinya menari lincah. Meskipun masker yang dipakainya menghalangi senyuman, tapi pandangannya tampak tertuju menatap gawai yang dipegangnya, nyaris tanpa kedipan.

Keseriusan dai muda bernama Kiai Abdul Basid Mansur itu tidak lepas dari spiritnya menebar syiar Islam secara virtual. WhatsApp dan Facebook menjadi aplikasi media sosial (medsos) favoritnya dalam berdakwah secara daring.

Materi dakwah yang kerap diviralkan lewat medsos tidak terlepas dari basis keilmuannya di bidang Tafsir dan Hadis. Alumnus Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep ini turut menebar konten-konten Islam Nusantara yang sudah lama dibumikan oleh para Wali Songo yang dikuatkan oleh ulama NU.

Banner Iklan Media Jatim

Kiai Basid memastikan kuota internetnya terjaga dengan baik. Dirinya berani mengeluarkan banyak biaya asal spirit dakwahnya di dunia virtual tidak terputus.

“Setiap kebaikan yang saya lakukan, juga saya share ke medsos Facebook, grup WA, dan tak jarang disebar langsung ke WA personal. Termasuk inti dari penjelasan usai menjadi penceramah, saya viralkan juga beserta foto saya di tempat saya ceramah,” terang suami dari Nyai Kinanah tersebut.

Langkah yang dilakukan Kiai Basid rupanya tidak lepas dari tantangan. Di awal-awal menekuni dakwah secara virtual, kerap kali dirinya direspon negatif. Nitizen mencibirnya, dianggap riya.

Kendati begitu, Kiai Basid selalu mencoba tidak menggubrisnya. Dirinya mengabaikan tiap kali ada bulliying, karena lebih fokus pada niat syiar kebaikan.

“Karena takut dianggap riya oleh orang lain adalah bagian dari riya itu sendiri. Dalam berdakwah, kita fokus saja niat karena Allah,” tegasnya.

Calon doktor Tafsir Hadis Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Surabaya itu sudah mantap menghibahkan dirinya di jalan dakwah. Tidak hanya lewat daring, tapi juga secara luring.

Baca Juga:  Durhan, Doktor ke-587 di UIN Sunan Ampel Surabaya

Benar saja, ternyata Kiai Basid tidak sebatas menjadi dai virtual. Namun, dia juga semangat terjun ke kampung-kampung memenuhi hajatan berceramah dari masyarakat.

Meskipun Kiai muda kelahiran 1 Maret 1982 tersebut menjadi dai lintas kabupaten, tidak lantas melupakan akar rumput yang mayoritas tergolong warga Nahdliyin.

Di tengah padatnya undangan berceramah lintas kabupaten hingga ke luar Madura, Pengasuh Ponpes Nurul Jadid, Desa Bungbaruh, Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan itu nyaris selalu punya waktu ketika diundang ceramah singkat oleh warga kampung.

Undangan menjadi penceramah di acara tradisi ke-Islaman seperti rokat mengkang (selamatan rumah), tèmangan (aqiqoh), tahlilan, molodan (Maulid Nabi), haul, rokat buju’, dan sejenisnya, selalu diamininya.

Di setiap ceramahnya, Kiai Basid tak sungkan menyelipkan spirit Islam Nusantara. Kepada warga, dirinya menjelaskan bahwa tradisi-tradisi tersebut tidak menyimpang dari ajaran Islam. Itu tergolong sebagai nilai-nilai positif ajaran Islam Nusantara.

Langkah tersebut semula direspon dengan penuh curiga oleh warga. Kiai Basid dianggap liberal. Namun akhirnya, hati warga luluh ketika Kiai Basid memberikan penegasan Islam Nusantara itu bukan agama baru. Tapi, sebagai penegasan ajaran ke-Islaman khas yang dibawa oleh para Wali Songo ke Bumi Nusantara.

Kiai Basid mencontohkan tradisi molodan, tèmangan, tahlilan, dan haul yang tidak ada di Bumi Arab. Itu tradisi yang sudah diislamisasi oleh para Wali Songo. Muaranya, diterima dengan gegap gempita oleh nenek-moyang bangsa Indonesia.

Sebagai dai yang calon doktor, Kiai Basid tampak sangat sadar pentingnya pendidikan formal. Jejaringnya yang luas dimanfaatkan untuk membangun lembaga pendidikan megah dan mencerahkan masyarakat.

Baca Juga:  Mengenal Arief's Gogha, Aktivis Urban Farming Kota Malang Binaan Rumah Zakat

Di area Ponpes Nurul Jadid yang berdiri pada 1982, Kiai Basid membangun gedung Madrasah Aliyah (MA) berlantai dua. Tahun 2019. Dibangun pula gedung khusus perpustakaan, kantor guru, kamar mandi. Halaman sekolah juga dipaving.

Saat ini, Kiai Basid bersiap bakal membangun Balai Latihan Kerja (BLK). Misinya, membekali masyarakat dan para santri dengan ragam keterampilan.

Pengurus Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kabupaten Pamekasan tersebut menyadari betapa pentingnya masyarakat terdidik dan berketerampilan tinggi.

Lewat keterampilan, diyakininya masyarakat akan survive di tengah kondisi perekonomian yang kian mencekik. Sementara dengan menyediakan fasilitas pendidikan dan tenaga pendidik yang baik, Kiai Basid meyakini masyarakat akan terus tercerahkan.

Sepak terjang Kiai Basid dalam berdakwah dan mengelola pondok pesantren dengan lembaga pendidikan formal di dalamnya, kini makin terkenal luas.

Kepiawaiannya meracik konten ceramah yang kerap mengocok perut hadirin dan kekayaannya berceramah dengan ragam referensi kitab kuning, membuatnya padat undangan ceramah.

Undangan ceramah di kampung-kampung hingga lintas kabupaten, ditambah lagi mengelola lembaga pendidikan formal, rupanya kerap membuat Kiai Basid kewalahan mengatur jadwal ceramah.

Muaranya, Ketua LDNU MWCNU Kadur ini punya solusi. Dia menyiasatinya dengan berbagi jadwal ke para pengurus LDNU yang juga berpengalaman dalam berceramah. Tentu sebelumnya diberi arahan terkait kultur masyarakat yang mengundangnya.

“Sebagai muslim yang baik, kita mesti selalu semangat menebar kabaikan di dunia nyata maupun dunia maya,” tukasnya. (Hairul Anam)