Pamekasan — Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan memiliki program Jaksa Jaga Desa (JJD). Bentuknya, jaksa turun ke desa memberikan arahan.
Arahan-arahan ini sebagai antisipasi potensi penyalahgunaan Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD).
Seiring berjalannya program yang diinisiasi Kejaksaan Agung (Kejagung) ini, ditemukan beberapa proyek fisik desa yang tidak disertai prasasti.
Selain itu, ditemukan kekuranglengkapan kwitansi pada saat pemeriksaan administrasi di desa.
Kasi Intelijen Kejari Pamekasan Ardian Junaedi menyampaikan, program JJD ini adalah bentuk pengawalan dan pembinaan kepada pemerintah desa.
“Kalau ada temuan pasti kami akan suruh perbaiki, karena hal itu menyalahi aturan administrasi,” ungkapnya kepada mediajatim.com, Jumat (25/11/2022).
Ardian menjelaskan, persoalan proyek fisik yang sering ditemukan di desa-desa di Pamekasan adalah tanpa adanya prasasti.
“Kami suruh agar lekas dipasang, termasuk mencantumkan nominal anggarannya,” terangnya.
Selain itu, ditemukan surat pertanggungjawaban (SPJ) yang tidak mencantumkan kwitansi.
“Tugas kami mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan DD, tidak sampai ke audit, makanya desa harus melengkapi semua, dari proyek fisik dan SPJ,” sebutnya.
Ardian tidak memperinci jumlah desa yang tidak mencantumkan prasasti proyek fisik ini. Termasuk desa mana saja yang secara administrasi tidak melengkapi kwitansi di SPJ.
“Itu masih wajar, yang tidak wajar, jika di administrasi ada pembangunan namun bukti fisiknya tidak ada,” jelasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun mediajatim.com, sejumlah desa yang tersebar di 10 kecamatan sudah dilakukan pemeriksaan administrasi dan bukti fisik.
Di antaranya, desa di Kecamatan Larangan, Pasean, Waru, Pakong, Pagentenan, Palengaan, Pamekasan, Tlanakan, Kadur, dan Galis.(rif/ky)