Media Sosial dan Kerancuan Cara Berpikir Masyarakat Indonesia

Media Jatim
Media Sosial
Edi Junaidi Ds

Belakangan ini, yang memperkuat opini publik tentang ketokohan seseorang di media sosial sering kali ditentukan oleh banyaknya like dan followers yang dimilikinya.

Ini cukup memprihatinkan karena orang-orang yang belum teruji kemampuannya, dan tidak memiliki kualitas yang layak, sering kali dianggap sebagai figur yang hebat dan layak ditiru karena mengantongi banyak like dan punya banyak followers.

Bahkan, orang yang “bodoh” sekalipun, jika berhasil mencapai tangga viral atau populer akan langsung diidolakan oleh orang banyak.

Banner Iklan Media Jatim

Ini sangat memprihatinkan karena ketokohan seharusnya diukur dari kemampuan dan kualitas yang dimiliki, bukan dari popularitas yang tercipta melalui media sosial.

Apalagi, praktik manipulasi dan jual beli followers yang dilakukan oleh sejumlah pihak untuk menaikkan popularitas seseorang bukan lagi rahasia umum, tapi samuanya tahu itu.

Namun, seiring berkembangnya teknologi dan ketergantungan masyarakat terhadap media sosial, opini publik menjadi sangat bergantung pada like, followers dan popularitas yang tercipta di media sosial.

Akibatnya, orang “bodoh” yang berani tampil lalu viral menjadi faktor kepopuleran dan ketokohan seseorang, sehingga, orang yang benar-benar memiliki kemampuan dan kualitas terbaik sering kali tidak muncul ke permukaan.

Lebih lanjut, popularitas yang didapat melalui media sosial ini sering kali dijadikan sebagai alat untuk mencapai keuntungan dan tujuan tertentu.

Baca Juga:  Masa Depan Budaya Madura: Peluang dan Tantangan

Banyak orang yang memanfaatkan popularitasnya di media sosial untuk memperoleh endorsement atau iklan, meskipun sebenarnya mereka tidak memiliki kualitas yang layak.

Dalam konteks politik, popularitas yang didapat melalui media sosial dapat menjadi modal yang sangat kuat dalam memenangkan pemilihan walaupun ihwal ini juga seringkali dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu untuk memperoleh dukungan yang tidak sebenarnya.

Kita seharusnya tidak mempercayai seseorang hanya karena banyak like dan followers yang dimilikinya. Sebaliknya, kita harus memperhatikan kemampuan, kualitas, dan integritas seseorang sebelum menganggapnya sebagai tokoh yang layak diikuti dan ditiru.

Lebih jauh lagi, popularitas yang didapat melalui media sosial ini juga sering kali melahirkan kecenderungan untuk mengejar semata-mata popularitas tanpa memperhatikan nilai-nilai kebenaran dan kejujuran.

Kita harus lebih memperhatikan nilai-nilai ini, karena ketokohan sejati harus didasarkan kepada prinsip-prinsip etis dan moral yang baik.

Ketokohan juga harus diukur dari kontribusi yang diberikan kepada masyarakat dan lingkungan sekitar, bukan hanya dari popularitas yang tercipta melalui media sosial.

Orang yang tidak memiliki kontribusi nyata, meskipun memiliki banyak like dan followers, seharusnya tidak dianggap sebagai tokoh yang layak diikuti dan ditiru.

Baca Juga:  Peringati HPN ke-78, PWI Bangkalan Minta KPU dan Bawaslu Lebih Terbuka Jelang Pemilu 2024

Lebih lanjut, orang “bodoh” yang viral dan memperoleh panggung sebagai tokoh akan menjadi penyebab dari penyebaran informasi yang salah atau hoaks.

Untuk itulah kita harus lebih bijaksana memilih siapa yang kita ikuti dan percayai di media sosial. Kita harus memperhatikan kredibilitas dan kebenaran informasi yang disampaikan serta melihat track record dan kontribusi nyata yang diberikan oleh seseorang tersebut dalam kehidupan nyata.

Sebagai masyarakat yang cerdas dan kritis, kita harus lebih menghargai kualitas dan kemampuan seseorang daripada hanya memandang pada popularitas dan jumlah like dan followers yang dimilikinya.

Kita harus berani memilih dan menghargai orang yang benar-benar memiliki kontribusi nyata dan memberikan manfaat positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

Kita tidak boleh terjebak dalam persepsi yang sempit dan hanya memandang popularitas dan jumlah like serta followers di media sosial.

Kita harus bijak memilih siapa yang akan kita ikuti dan percayai sebagai tokoh atau influencer, serta selalu memperhatikan nilai-nilai etis dan moral yang baik.(*)


*Edi Junaidi Ds, Chief Executive Officer Kabarbaru.co.