Ini bukan catatan karena tahun berganti baru. Jadi begini;
Pada debat publik Pilkada Pamekasan 2024 yang sudah usai kemarin, para paslon kerap menyinggung nominal APBD yang kecil.
“Pamekasan tidak akan bisa maju hanya dengan mengandalkan APBD,” begitu kira-kira kata para calon, penuh pesimistis.
Pesimistis itu bisa dibenarkan dengan didukung berbagai data dari para birokrat, walau, di sisi lain apa yang dimaksud APBD masih bisa dibahas lebih panjang.
Pada 2024, APBD Pamekasan kurang lebih Rp2,2 triliun. Dihabiskan untuk belanja pegawai saja sekitar Rp824,97 miliar–gaji dan tunjangan. APBD berkurang menjadi Rp1,3 triliun.
Dikurangi belanja barang dan jasa Rp759,96 miliar, sisa APBD Pamekasan menjadi Rp617 miliar.
Belanja barang dan jasa ini biasanya membeli keperluan kantor, pembayaran listrik, jasa konsultan, belanja jasa, perjalanan dinas dan belanja barang untuk masyarakat.
Sebab itu, Paslon Nomor 3 Baqir-Taufadi yakin bilamana menang–yang sayangnya belum menang–optimis akan disokong kekuatan politisi PDIP Said Abdullah yang kini duduk di kursi Ketua Banggar DPR RI untuk membangun Pamekasan.
Sementara Paslon Nomor 2 Kholil-Sukri, dengan berkendara Demokrat dan koalisinya juga yakin bisa menggaet relasi ke pemerintah pusat untuk mengunduh dana membangun Pamekasan.
Diskursus pembangunan Pamekasan yang sedemikian itu rasanya terlalu dipersempit pada relasi pusat dan daerah, pada kekuatan politik pusat dan daerah. Walaupun nyatanya, itu tidak sepenuhnya bisa menjamin kemajuan.
Karena semua kita tahu bahwa dalam kaidah politik, segala sesuatu serba tidak pasti dan tentu bergantung pada lobi-lobi dan kekuatan “mahar politik”.
Sempitnya pembahasan tentang upaya membangun daerah ini telah menunjukkan bahwa figur yang akan menjadi Bupati Pamekasan pada 2025-2030 miskin ide dan gagasan.
Selain daripada itu, mereka melupakan bongkahan berlian yang disepelekan, yakni sektor pariwisata. Sektor yang, misalnya, di Kabupaten Situbondo cukup menyumbang pendapatan daerah relatif besar.
Sebut saja Wisata Pasir Putih. Pada empat bulan pertama 2023 lalu, wisata bahari ini menyumbang pendapatan Situbondo Rp1,1 miliar.
Lalu Perkebunan Banongan di Situbondo juga menyumbang PAD Rp3,7 miliar lebih. Sementara kalau ditengok, APBD Situbondo pada 2024 lebih rendah dari Pamekasan, sekitar Rp2 triliun saja.
Berbeda dengan Pemkab Banyuwangi. Target PAD wisatanya Rp3 miliar pada 2024.
Kembali ke Pamekasan. Pada 2024, target PAD pariwisata Pamekasan hanya secuil, Rp100 juta. Itu pun, per November 2024, PAD ini baru tercapai Rp33 juta.
Pada 2023, pendapatan Pamekasan dari sektor wisata tidak kalah rendahnya, hanya Rp29 juta.
Padahal, sektor wisata inilah yang bisa membuka pintu investasi, meningkatkan kunjungan warga ke Pamekasan dan menstimulus pertumbuhan ekonomi daerah.
Tentang Wisata secara Sederhana
Secara sederhana, daerah yang memiliki obyek wisata akan mengundang minat masyarakat luas dari luar daerah untuk berkunjung.
Sebutlah selama ini rujukan wisata kita ke Yogyakarta, Malang, Situbondo, Bali, Jember dan Banyuwangi.
Masyarakat yang akan berwisata akan berhitung berapa duit yang akan dibawa dari rumahnya dan akan dibelanjakan di tempat tujuan wisata.
Turun dari kendaraan, wisatawan akan menuju toko untuk membeli minuman, ke warung atau resto untuk makan, ke tempat oleh-oleh, ke pusat perbelanjaan, ke SPBU, penginapan dan seterusnya. Uang dari luar berputar di daerah obyek wisata.
Jika 100 orang saja berkunjung ke sebuah daerah wisata per hari, dengan asumsi mereka membawa uang saku Rp5 juta per orang, maka pada hari itu, potensi uang berputar di daerah tersebut Rp500 juta.
Uang yang mereka bawa dari kotanya akan berputar di kota wisata tujuan. Maka di kota wisata tujuan akan merangkak tumbuh pertokoan baru, hotel, tempat wisata baru, pusat oleh-oleh, hiburan, travel agent dan sektor ekonomi lain yang belum pernah terbayangkan.
Jadi, yang semula hanya daya tarik wisata pada ujungnya akan berdampak positif pada tumbuhnya perekonomian masyarakat. Karena tidak ada wisatawan yang datang ke suatu daerah tanpa membawa uang saku sama sekali dari daerahnya
Sekali lagi, sektor wisata inilah yang bisa menjadi pintu masuk segala pertumbuhan ekonomi di sebuah daerah.
Pertanyaannya sekarang, apa yang menarik bagi orang luar untuk datang ke Pamekasan?
Jawaban dari pertanyaan ini secara otomatis akan mendorong pembangunan tanpa perlu lagi berdebat tentang berapa nominal APBD.
Tentu, bupati terpilihlah yang harus bisa menjawab pertanyaan di atas.
Wisata: Jalan Membuka Pikiran
Saya tidak ingin menyimpulkan ini terlalu dini, bahwa wisata adalah jalan membuka pikiran.
Tapi mari kita tarik sudut pandangnya. Kita bisa melihat bahwa daerah yang wisatanya maju dan berkembang, pembangunan daerahnya ikut maju dan berkembang.
Seperti saya jabarkan di atas, sektor wisata mendorong bertambahnya investasi; hotel, pertokoan, hiburan, dan bentuk-bentuk investasi dan usaha lain.
Di daerah yang wisatanya maju biasanya di dalamnya ada masyarakat yang memiliki pikiran terbuka; menerima perbedaan; menyadari kemajemukan; dan menghayati keberagaman.
Karena wisatawan datang dari mana-mana. Mereka berasal dari daerah, bahasa dan agama yang berbeda-beda. Maka dengan sendirinya, wisata akan menjadi jalan membuka pikiran.
Kemudian, kemajuan wisata di sisi lain meniscayakan keramahan. Warga harus ramah menyambut wisatawan berbeda agama, berbeda daerah, berbeda bahasa dan berbeda asal-usul. Sikap ramah itu landasannya adalah pikiran yang terbuka.
Pendeknya, jika ada suatu daerah maju dengan wisatanya, biasanya masyarakat di dalamnya terbuka pikirannya (open minded).
Keterbukaan pikiran ini akan menjadi jalan utama majunya daerah, pesatnya pembangunan, meningkatnya investasi dan turunnya angka kemiskinan.
Secara sederhana begitulah skema wisata bisa menjadi pintu masuk pembangunan daerah.
Skema semacam ini, saya kira, skema sederhana yang semua orang bisa memahaminya.
Saat ini, tinggal bagaimana bupati yang akan dilantik pada 2025 mampu menggerakkan sumber dayanya untuk menggali berlian yang disepelekan ini.(*)
_____
*Ongky Arista UA, wartawan Media Jatim dan Ketua Forum Wartawan Pamekasan.