Oleh: Ach. Khalilurrahman*
Mari kita berandai-andai, membayangkan suatu hal menjadi seolah tak pernah ada dalam kehidupan ini. Seperti apa rasanya kalau-kalau sesuatu yang sekarang begitu akrab dengan kita, justru tak ada yang jenius untuk mencipta atau menemukan benda itu. Mungkin akan sangat merepotkan seperti halnya para ibu yang mesti mencari kayu bakar untuk menanak nasi jauh sebelum kompor gas dan rice cooker ditemukan. Atau akan begitu melelahkan seperti menempuh perjalanan jauh dengan jalan kaki sebelum alat transportasi diciptakan.
Begitupun halnya dengan kamera. Sebab keberadaan kamera yang kian canggih, segala aktifitas kita menjadi termudahkan. Setidaknya, kita tak perlu lagi melukis untuk mengabadikan suatu momen atau pemandangan. Cara menggunakannya pun cukup mudah karena tak butuh keahlian khusus. Bentuknya juga amat sederhana sehingga bisa dibawa kemana-mana.
Tanpa disadari, kamera telah mengantarkan kita pada kejayaan peradaban. Tak bisa dibayangkan bagaimana jadinya dunia ini tanpa kamera. Sebab saya yakin bahwa berbagai perkembangan yang terjadi di sekitar kita salah satunya disebabkan dengan adanya kamera. Tanpa kamera, dunia mungkin akan stagnan tanpa perkembangan yang berarti.
Coba saja anda pikirkan, buat apa orang berbondong-bondong menyeberangi lautan ke Gili Labak? Pasti jawabannya ingin melihat pemandangan yang ada disana. Lalu darimana mereka tahu panorama disana sedangkan jaraknya berjauhan? Salah satunya adalah dari sebuah foto. Ya, lensa kameralah yang telah mengisahkan betapa eksotisnya pemandangan disana.
Atau jika mau sedikit lebih nakal umpamanya, kata Gili Labak pada paragraph di atas bisa diganti dengan nama artis yang kita idolakan. Mengapa kita bisa mengidolakan artis tersebut? Jawaban yang paling santer pasti karena tertarik dengan penampilannya. Dari mana kita tahu? Tentu saja setelah melihat penampilan mereka di berbagai media cetak dan elektronik. Apalah daya bila kamera tak ditemukan, mungkin mereka tak akan dikenal banyak orang.
Begitulah efek dahsyat dari sebuah kamera. Bahkan diakui atau tidak, di era seperti saat ini, tak ada yang bisa terbebas dari sorot lampu kamera. Memotret dan dipotret telah menjadi makanan sehari-hari. Kerlip lampu blitz dan acungan kamera adalah pemandangan yang lumrah kita temui. Padahal zaman dahulu, sulit kita temukan pemandangan yang seperti itu.
Dulu, orang-orang berfoto hanya pada momen-momen tertentu seperti mantenan dan hajatan lainnya. Coba lihatlah album foto orang-orang yang lebih tua dari kita, pasti sebagian besar gambarnya diambil waktu ada acara besar. Pose mereka pun gayanya formal dan standar. Akan sangat kontras bila dibandingkan dengan zaman sekarang. Hampir setiap waktu kita bisa berfoto. Gayanya pun macam-macam, dari yang formal sampai yang lebay. Bukan hanya foto, gambar bergerak alias video juga dengan mudahnya diabadikan.
Kamera juga seakan telah menembus batas privasi setiap orang. Ia akan menjepret siapa saja dan dalam kondisi apa saja tanpa kenal ampun. Akibatnya, kian hari makin banyak saja hasil jepretan yang tak senonoh bertebaran. Parahnya lagi, gambar hasil jepretan itu juga diakses oleh siapa saja dengan mudah. Dulu, mungkin sulit kita temukan foto-foto tak sopan (baca : telanjang, porno, dll). Namun sekarang, hanya tinggal memainkan jari di atas layar gadget, semuanya akan konten-konten negatif seperti itu akan terlihat dengan jelas.
Jadi, pada dasarnya keberadaan kamera telah mengantarkan kita pada dua kondisi yang dilematis. Di satu sisi, ia telah mengantar kita pada kemajuan, namun di sisi lain ia telah menyajikan efek negatif yang tak bisa dibilang remeh. Lalu, setujukah anda bila di dunia ini tak ada kamera?
Pulau Garam, 09 Agustus 2017
*) Mahasiswa injury time di kampus Tatakrama Instika.