Kopi kadang menjadi salah satu asupannya ketika dia baru berumur 8 bulan. Pengalaman mengasyikan itu pertama kali ia dapat setelah mengalami kejang akhir tahun 2016 lalu. Sebelumnya kami tidak memahami efek dari panas di tubuhnya saat itu.
Tetapi dengan penanganan cepat, kami pun berhasil menanganinya dan sejak saat itu, kami bertekad agar kejang tidak kembali lagi. Bersyukur, hingga umurnya yang menginjak dua tahun pada hari ini, 25 Oktober 2017, terbilang dia termasuk anak yang strong.
Usai kejadian itu, setiap orang memberikan resep ‘medis’ yang sama, “beri minum kopi sekali-kali, tapi gak usah terlalu sering”. Begitulah kata orang tua, tetangga di Kenari, Jakarta Pusat, tempat kami tinggal dulu, dan sejumlah kawan.
Saya pribadi belum paham kenapa mereka menyarankan anak kami, Jazril Azmi (Azril) untuk meminum kopi? Tanpa penjelasan rinci dan ilmiah, mereka hanya bilang, “agar tubuhnya sedikit kuat.”
Sejak saat itulah Azril dekat dengan yang namanya kopi. Pertama kali saya menyuapi dia memakai sendok teh, respon tubuhnya bergidik. Mungkin sedikit tidak kuat dengan pahitnya. Namun pada suapan sendok kedua dan ketiga, dia terlihat begitu menikmati kopi meskipun baru kapal api, belum luwak maupun gayo.
“Kupi.” Itulah kata yang keluar dari mulutnya setiap ibunya meracik kopi pagi untuk ayahnya yang sudah nongkrong di depan notebook untuk bergelut dengan redaksi. Bahasa tersebut persis seperti orang Aceh mengatakan kopi. Beberapa kata yang saat ini sudah fasih ia katakan, kadang saya terperanjat dan kagum.
Untuk itu, saya berterima kasih kepada istri tercinta, Ummi Khoirunnisa yang selalu memberikan pengalaman sangat berharga untuk Azril, baik dalam bentuk kata-kata, perbuatan, dan pengalaman-pengalama luar biasa lainnya.
Mengetahui kopi yang nangkring di sebelah ayahnya, ia tak segan hendak mengangkat gelas dan meminumya. Saya agak sedikit melarangnya karena panas. “Panas nak, nanti ayah ambil sendok dulu yah.” Belum sempat saya beranjak dari tempat duduk, secepat kilat dia mengambil sendok yang ada di samping dispenser.
Melihat tingkahnya, lagi-lagi saya terkagum dengan Azril. Dia menyodorkan sendok ke saya. Dia mengerti sendok setiap ibunya menyuapi makanannya dengan menggunakan sendok. Saya suapi dia kopi dua sendok dan terlihat ingin terus menikmati.
Akhirnya saya membiarkannya untuk memegang sendok sendiri untuk meminum kopi. Meski belepotan dan tumpah di mana-mana, saya membiarkannya untuk memberikan pengalaman lebih. Walaupun saya sendiri tidak tega membiarkan mulut dan kaosnya penuh dengan kopi.
Begitu kopi terasa hangat, dia langsung meminumnya tanpa memakai sendok seperti ritual dia meminum air putih setiap hari. Bahkan tak jarang dia mengambil air minum sendiri di dispenser dan meminumnya. Incredible!
Ke depan, minumlah kopi hasil racikanmu sendiri ya Nak. Selamat ulang tahun. Ayah dan ibu sangat menyayangimu. Semoga makin pinter dan sehat selalu. Aamiin…
Penulis: Fathoni Ahmad, Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Jakarta.