Bantuan hukum (legal aid) gratis/cuma-cuma untuk rakyat miskin merupakan keniscayaan yang harus direalisasikan oleh semua elemen dalam Negara ini. Baik, itu oleh pemerintah, para politisi, praktisi hukum, akademisi, advokat (lawyer) dan organisasinya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), partai politik, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), hingga organisasi kemasyarakatan (ormas) yang mempunyai anggota dan simpatisan dengan jumlah besar, seperti NU dan Muhammadiyah.
Penulis sangat terinspirasi dengan gagasan bantuan hukum (legal aid) gratis/cuma-cuma untuk rakyat miskin sebagai wujud darma bakti hukum dari semua elemen. Itu bertujuan ingin membangun keberpihakan hukum terhadap rakyat miskin yang selama ini menjadi objek ketidakadilan penegakan hukum oleh para oknum penegak hukum.
Melalui bantuan hukum (legal aid) ini pula, pengetahuan dan kesadaran hukum akan dengan mudah ditransfermasi kepada masyarakat yang sebelumnya tidak tahu tentang hukum atau merasa apatis dengan penegakan hukum di Negeri ini.
Keadilan hukum yang benar-benar dirasakan oleh rakyat miskin adalah bentuk dari implikasi tugas Negara kepada rakyatnya dan juga bagian dari hak konstitusional yang secara jelas telah diatur didalam pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara”.
Berdasarkan ketentuan pasal 34 ayat (1) UUD 1945 tersebut Negara mengakui hak ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik dari fakir miskin. Implikasinya, bantuan hukum bagi fakir miskin pun merupakan tugas dan tanggung jawab negara.
Tugas dan tanggung jawab negara di dalam memberikan bantuan hukum (legal aid) dan pelayanan hukum (legal service) kepada rakyat miskin – meminjam istilah Adnan Buyung Nasution – bisa dilakukan melalui aksi kultural dan aksi struktural yang diarahkan kepada perubahan tatanan masyarakat yang tidak adil menuju tatanan masyarakat yang lebih mampu memberikan nafas yang nyaman bagi golongan mayoritas. Oleh karena itu, bantuan hukum bukanlah masalah sederhana. Ia merupakan rangkaian tindakan guna pembebasan masyarakat dari belenggu struktur politik, ekonomi, dan sosial (poleksol) yang sarat dengan penindasan. (Frans Hendra Winarta : 2009).
Amanah Regulasi Bantuan Hukum Gratis untuk Gakin
Di samping UUD 1945 pada pasal 34 ayat (1) yang memberikan jaminan hukum dan keadilan bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar, pun juga ada beberapa regulasi yang mengatur tentang bantuan hukum gratis/cuma-cuma kepada warga miskin (gakin). Regulasi tersebut adalah UU No. 16/2011 tentang bantuan hukum, dimana dalam pasal 3 disebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan bantuan hukum untuk : a. menjamin dan memenuhi hak bagi penerima bantuan hukum untuk mendapatkan akses keadilan; b. mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan didalam hukum. Sedangkan UU No. 18/2003 tentang Advokat dalam pasal 22 ayat (1) pun menyebutkan bahwa: Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada para pencari keadilan yang tidak mampu.
Senafas dengan kedua regulasi di atas, PP No. 42/2013 tentang syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan hukum menyebutkan dalam pasal 1 ayat (2) bahwa : penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. Dan, juga Perda Jawa Timur No. 3/2015 sebagai perubahan atas Perda Jawa Timur No. 9/2012 tentang bantuan hukum untuk masyarakat miskin menyebutkan dalam pasal 1 ayat (7) bahwa : penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. Kemudian didalam ayat (9) disebutkan bahwa : bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.
Dari sekian dasar dan landasan hukum yang mengatur tentang bantuan hukum gratis/cuma-cuma kepada rakyat miskin sebagai pencari keadilan telah membuka ruang bagi para advokat, para pegiat hukum (paralegal), akademisi, pegiat LBH, dan pegiat organisasi kemasyarakatan untuk membuka diri (open minded) dalam melihat realitas penegakan hukum yang lebih cenderung berpihak kepada kaum berduit (bermodal). Supremasi hukum yang menjadi pilar harapan masyarakat miskin menjadi terbajak oleh oknum pemilik modal dan oknum penegak hukum yang dengan mudah memperjualbelikan hukum untuk tujuan profit-oriented. Belum lagi, problem kebijakan penguasa yang lebih sering mengedepankan hasrat politik daripada hasrat keadilan hukum semakin memperparah problem ketidakadilan hukum bagi pencari keadilan di negeri ini, sungguh paradoks dan ironis.
Urgensi Bantuan Hukum Gratis di Tingkat Lokal
Berangkat dari sebuah pengalaman tahun 2015 silam, penulis diminta oleh salah satu anggota DPRD Kabupaten Pamekasan, sahabat Ismail atau yang lebih populer disapa Bang Mail agar menggagas sebuah organisasi semacam Lembaga Bantuan Hukum (LBH) agar bisa memberikan bantuan hukum (legal aid) kepada orang yang tidak mampu dan benar-benar membutuhkan bantuan hukum ketika ada persoalan hukum yang menimpa mereka. Tentu, anjuran mulia tersebut disambut baik oleh penulis bersama dengan teman-teman lainnya yang selama beberapa tahun berkecimpung dalam dunia gerakan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Namun, waktu itu penulis tidak kemudian membentuk LBH, tapi memanfaatkan LSM yang ada agar bisa membantu orang miskin yang membutuhkan dalam hal pendampingan (advokasi) non litigasi karena penulis menyadari, LSM secara regulasi tidak bisa beracara (litigasi) di Pengadilan dikarenakan praktek beracara hanya boleh dilakukan oleh seorang advokat (lawyer) atau organisasi yang mempunyai advokat dan benar-benar mempunyai ijin beracara di Pengadilan.
Langkah pertama yang penulis lakukan adalah bertanya kepada sahabat Ismail (Bang Mail) apakah di Kabupaten Pamekasan ada regulasi, berupa Perda dan Perbup bantuan hukum gratis/cuma-cuma untuk rakyat miskin? Jawabnya bang Mail belum ada. Kemudian, saya bersama teman-teman mencoba berdiskusi berkaitan dengan urgensi regulasi tentang bantuan hukum gratis/cuma-cuma untuk rakyat miskin tersebut sebagai pilar penyanggah dalam setiap langkah strategis yang akan digagas di kemudian hari. Tentu, iktikad baik ini harus ada kerjasama dari semua pihak, terutama Pemerintah Kabupaten Pamekasan bersama dengan legislatif dalam menggolkan rancangan peraturan daerah agar bisa masuk program legislasi daerah (prolegda) kabupaten pamekasan dan nantinya bisa diperjuangkan menjadi peraturan daerah (perda) – kemudian – difollow up regulasi tekhnisnya oleh Bupati Pamekasan berupa penerbitan Peraturan Bupati (Perbup) tentang bantuan hukum gratis/cuma-cuma kepada semua rakyat miskin di Kabupaten Pamekasan yang membutuhkan bantuan hukum (legal aid) sama seperti orang kaya yang mendapatkan pelayanan hukum (legal service) dari seorang advokat yang disewanya.
Upaya kongkret yang saya lakukan bersama dengan teman-teman dengan mengajukan naskah akademik (berupa draft peratudan daerah) tentang bantuan hukum gratis/cuma-cuma disambut baik oleh Bang Mail selaku ketua Komisi I DPRD Kabupaten Pamekasan yang kemudian memfasilitasi saya bersama dengan teman-teman untuk audiensi dan memaparkan naskah akademik (draft) yang kami bawa dalam sebuah forum resmi di lantai dua ruang sidang DPRD Pamekasan. Legislator muda partai demokrat Pamekasan ini begitu jeli menangkap persoalan kekinian (current issue) yang berkaitan dengan persoalan hukum di tengah-tengah kompleksitas kehidupan masyarakat, baik di perkotaan, pinggiran kota, dan pedesaan maupun di pinggiran desa/pedalaman. Aksi riil Bang Mail ini gayung bersambut dengan impian saya bersama teman-teman didalam memperjuangkan hak konstitusional masyarakat miskin di Pamekasan yang selama kurun waktu begitu lama belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
Di samping itu juga, peran partai politik (parpol) yang selama ini mendapatkan kucuran dana dari Pemerintah berupa bantuan partai politik (banpol) belum bisa mengoptimalkan peran dan fungsi lembaga bantuan hukum dan hak asasi manusia (lakumham) yang ada dalam struktur masing-masing partai politik. Acapkali, problematika ketidakadilan hukum yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik pidana, perdata, maupun tata usaha negara yang notabene menjadi konstituen masing-masing parpol yang ada tidak bisa diperjuangkan secara totalitas. Hingga, bisa kita buktikan faktual di lapangan, rakyat miskin yang tidak mempunyai akses dalam mendapatkan bantuan hukum gratis/cuma-cuma dari seorang advokat (lawyer) ketika ada persoalan hukum hanya pasrah dan tidak bisa berbuat apa-apa. Meskipun lakumham semua parpol di daerah tidak vakum, namun geliat programnya dalam memberikan bantuan hukum gratis/cuma-cuma terhadap rakyat miskin menjadi muspro.
Meskipun tidak merasa over optimis, saya merasa yakin bahwa suatu saat semua pihak akan menyadari betapa urgent dan krusial berkaitan dengan bantuan hukum bagi masyarakat miskin yang notabene sebagai pencari keadilan dalam hidup mereka untuk terus diperjuangkan tanpa harus melihat latar belakang, golongan, agama, sosial, dan bahkan pilihan politik yang diambil oleh masyarakat itu sendiri.
Hukum yang adil dan penegakan hukum yang benar (supreme) harus menjadi langit pelindung (sacred canopy) bagi masyarakat miskin di Bumi Gerbang Salam supaya terus dikampanyakan dan diperjuangkan. Pemerintah pun harus hadir sebagai ekspektasi melalui goodwill (keinginan politik) yang benar untuk keadilan masyarakatnya, para advokat, LBH, LSM dan paralegal, akademisi hukum, elit politik dan anggota legislatif/DPRD pun harus bisa bersatu memperjuangkan hak-hak konstitusional rakyat miskin ini agar benar-benar terealisasi, termasuk partai politik pun harus ikut bahu membahu dan merubah mindset sehingga dapat menjadi partai advokasi dalam memperjuangkan bantuan hukum gratis/cuma-cuma bagi rakyat miskin secara integral, humanis, dan progresif. Wallahu A’lam Bisshowab []
*Penulis adalah Wakil Sekretaris
Ikatan Alumni PMII (IKAPMII) Cabang Pamekasan
Periode 2016-2021