Buku ini menceritakan seorang anak perempuan berumur enam tahun yang bernama Delisa, Delisa adalah seorang anak yang lugu, polos, dan suka bertanya. Ia anak bungsu dari empat bersaudara dalam keluarganya, kakak-kakaknya bernama Cut Fatimah, Cut Zahra, dan Cut Aisyah. Mereka berdomisli di aceh, tepatnya di Lhok Nga. Abinya bernama Usman dan Uminya bernama Salamah.
Delisa mendapatkan tugas dari Ibu Guru Nur, yakni tugas menghafal bacaan shalat yang akan disetorkan pada hari minggu tanggal 26 Desember 2004. Motivasi dari Ummi yang berjanji akan memberikan hadiah jika ia berhasil menghafalkan bacaan shalat membuat semangat Delisa untuk menghafal. Ummi telah menyiapkan hadiah kalung emas dua gram berliontin D untuk Delisa, sedangkan Abi akan membelikan sepeda untuk hafalan shalatnya jika kau lulus. Pagi itu hari minggu tanggal 24 Desember 2004, Delisa mempraktikkan hafalan shalatnya di depan kelas. Tiba-tiba Gempa bumi berkekuatan 8,9 SR yang disertai tsunami melanda bumi Aceh. Seketika keadaan berubah. Ketakutan dan kecemasan menerpa setiap jiwa saat itu. Namun, Delisa tetap melanjutkan hafalan shalatnya. Ketika hendak sujud yang pertama, ait itu telah menghanyutkan semua yang ada, menghempaskan Delisa. Shalat Delisa belum sempurna. Delisa kehilangan Ummi dan kakak-kakaknya. Enam hari Delisa tergolek antara sadar dan tidak. Ketika tubuhnya ditemukan oleh prajurit Smith yang kemudian menjadi mu’alat dan berganti nama menjadi prajurit Salam. Bahkan pancara cahaya Delisa telah mampu memberikan hidayah pada Smith untuk bermu’alaf.
Beberapa waktu lamanya Delisa tidak sadarkan diri, keadaannya tidak kunjung membaik juga tidak sebaliknya. Sampai ketika seorang Ibu yang dirawat sebelahnya melakukan shalat tahajud, pada bacaan shalat dimana hari itu hafalan shalat Delisa terputus, kesadaran dan kesehatan Delisa terbangun. Kaki Delisa harus diamputasi. Delisa menerima tanpa mengeluh. Luka jahitan dan lebam disekujur tubuhnya tidak membuatnya berputus asa. Bahkan kondisi ini telah membawa ke pertemuan dengan Abinya. Pertemuan yang mengharukan. Abi tidak menyangka Delisa lebih kuat menerima semuanya. Menerima takdir yang telah digariskan oleh Allah.
Beberapa bulan setelah kejadian Tsunami yang melanda Lhok Nga, Delisa sudah bisa menerima keadaan itu. Ia memulai kembali kehidupan dari awal bersama Abinya. Hidup di barak pengungsian yang didirkan sukarelawan lokal maupun asing. Hidup dengan orang-orang yang senasib, mereka korban tsunami yang kehilangan keluarga, sahabat, teman, dan orang-orang terdekat. Beberapa bulan kemudian, Delisa mulai masuk sekolah kembali. Sekolah yang dibuka oleh tenaga sukarelawan. Delisa ingin menghafal bacaan shalatnya. Akan tetapi susah, tampak lebih rumit dari sebelumnya. Delisa benar-benar lupa, tidak bisa mengingatnya. Lupa juga akan kalung berliontin D untuk delisa, lupa akan sepeda yang dijanjikan Abi. Delisa hanya ingin menghafal bacaan shalatnya.
Akhir dari buku ini, Delisa mendapatkan kembali hafalan shalatnya. Sebelumnya malam itu Delisa bermimpi bertemu dengan umminya, yang menunjukkan kalung itu dan permintaan untuk menyelesaikan tugas menghafalnya. Delisa mampu melakukan Shalat Asharnya dengan sempurna untuk pertama kalinya, tanpa ada yang terlupa dan terbalik. Hafalan shalat karena Allah, bukan karena sebatang coklat. Sebuah kalung, ataupun sepeda. Suatu ketika, Delisa sedang cuci tangan di tepian sungai, Delisa melihat ada pantulan cahaya sore dari sebuah denda, cahaya itu menarik perhatian Delisa untuk mendekat. Delisa menemukan kalung D untuk Delisa dalam genggaman tangan manusia yang sudah tinggal tulang. Tangan manusia yang sudah tinggal tulang itu tidak lain adalah milik Ummi Delisa, dan hampir terkejut. Jadi manfaat dari buku ini mengajarkan diri untuk mendirikan shalat sejak dini.
DATA BUKU
Judul Buku: Hafalan Shalat Denisa
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Cetakan: XXVI, Desember 2015
Tebal: 270 Halaman
ISBN: 978979321060-5
M Ivan Aulia Rokhman, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Dr Soetomo Surabaya. Lahir di Jember, 21 April 1996. Lelaki berkebutuhan khusus ini meraih anugerah “Resensi / Kritik Karya Terpuji” pada Pena Awards FLP Sedunia. Saat ini menjabat di Devisi Kaderisasi FLP Surabaya dan Anggota UKKI Unitomo.