Rasa penasaran untuk Cawapres pendamping Capres Jokowi terjawab sudah, setelah Jokowi bersama tim khususnya beberapa kali mencoba mengecoh lawan-lawan politiknya di detik-detik menjelang hari akhir pendaftaran Capres-Cawapres ke KPU besok Hari Jum’at 10 Agustus 2018. Publik yang semula diarahkan pikirannya pada sosok Moeldoko, Mahfud MD, Sri Mulyani dan beberapa nama politisi lainnya, akhirnya terkejut dengan munculnya sosok KH. Ma’ruf Amin yang merupakan satu almamater dengan penulis, yakni Alumnus Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dan sama-sama dari Nahdlatul Ulama (NU).
Ada rasa gembira dan sekaligus agak sedih bagi penulis dalam menerima kenyataan ini. Gembira karena kami sama-sama alumnus Tebuireng dan sama-sama NU, sedihnya ketika penulis teringat saat Indonesia tengah gencar-gencarnya dilanda perseteruan politik terpanas sepanjang sejarah Pilkada di Indonesia. Saat itu KH. Ma’ruf Amin sebagai Ketua Umum MUI mendorong umat Islam di Indonesia untuk mempersoalkan kasus penistaan agama yang dituduhkan pada Ahok, sedangkan penulis sendiri malah mati-matian mendukung Ahok karena penulis menganggap Ahok tidak melakukan penistaan agama hingga penulis ikut terlibat dalam tim pengacara Ahok meski tidak terlalu aktif. Tapi sudahlah, itu kenyataan pahit masa lalu. Sejarah kelam perjalanan bangsa yang harus sama-sama kita kubur dalam-dalam. Kini saatnya kita tatap bersama Indonesia yang lebih cerah dan beradab.
KH. Ma’ruf Amin penulis perhatikan semakin hari semakin terlihat jauh lebih moderat. Beliau seperti mulai menyadari bahwa virus radikalisme sudah sedemikian parah menjangkiti pemikiran warga bangsa kita. Karenanya tak heran jika kemudian KH. Ma’ruf Amin semakin terlihat mesra dengan Jokowi yang sebelumnya dianggap oleh mayoritas orang sebagai sahabat dekat Ahok dan satu pemikiran satu perjuangan dengan Ahok. Jika di masa Pilkada DKI Jakarta KH. Ma’ruf Amin nampak lebih dekat dengan kaum radikalis Islam, namun setelah Pilkada DKI Jakarta, KH. Ma’ruf Amin terlihat justru lebih banyak mengkritisi sepak terjang kaum radikalis Islam. Ini perkembangan yang harus kita semua syukuri.
Melihat sedemikian gencarnya pihak sebrang terus menerus memfitnah Jokowi sebagai presiden anti Islam, gemar mengkriminalisasikan ulama dll.nya, Jokowi nampaknya tidak kehilangan akal. Dengan lihainya setelah mengeluarkan jurus Mengecoh Lawan ala Strategi Perang Cina Klasik Sun Tzu, Jokowi tiba-tiba memunculkan KH. Ma’ruf Amin sebagai Cawapresnya yang sebenarnya sudah Jokowi persiapkan sejak lama. Konon tawaran ide memunculkan sosok KH. Ma’ruf Amin ini muncul dari Ketua Umum PPP Romahurmuzi sejak bulan Desember 2017. Sebenarnya Romahurmuzi telah menyodorkan sepuluh nama Cawapres, tapi hanya satu yang menarik perhatian Jokowi, itulah KH. Ma’ruf Amin.
Keputusan politik Jokowi untuk menggandeng KH. Ma’ruf Amin ini penulis pikir sangat tepat, sebab dengan menggandeng KH. Ma’ruf Amin maka kubu lawan-lawan politik Jokowi akan kesulitan untuk kembali menyerang Jokowi sebagai anti Islam dan gemar mengkriminalisasikan ulama. Jika Mahfud MD yang dipilih Jokowi misalnya, maka kubu sebrang tetap akan kembali bergairah untuk melontarkan fitnah seperti sebelumnya, sebab Mahfud MD meski cakap dalam wawasan keagamaannya, namun Mahfud MD lebih kental dengan citra akademisi-birokratnya. Tidak hanya itu, jika Jokowi misalnya tetap menggandeng Mahfud MD untuk menjadi Cawapresnya, maka PKB dibawah kendali Muhaimin Iskandar (Cak Imin) akan marah, sebab Cak Imin sudah pajang banyak baliho sebagai Cawapres Jokowi dimana-mana, sedangkan Mahfud MD tiba-tiba mau dijadikan Cawapres Jokowi. Beda lagi dengan KH. Ma’ruf Amin yang merupakan Rais Aam PBNU, kalau dipilih oleh Jokowi sebagai Cawapresnya Cak Imin mau berani menolak gimana? Melawan KH. Ma’ruf Amin berarti melawan NU, melawan NU berarti sama halnya berusaha menggali kuburan untuk mengubur karier politinya sendiri bersama partainya yang menjadikan Warga Nahdliyin (NU) sebagai basis massanya.
Memilih KH. Ma’ruf Amin berarti memilih figur ulama untuk mendampingi Jokowi yang merupakan figur umara (Pemimpin Pemerintahan). Kombinasi kepemimpinan Umara dan Ulama inilah yang akan menjadi benteng terkuat dari Pemerintahan Jokowi di masa depan dari serangan politik pihak sebrang yang gemar melakukan politisasi agama. Akhirnya penulis ucapkan: Selamat kepada Bapak Jokowi yang telah final dan tepat memutuskan siapa Cawapresnya. Dan untuk Pak Prabowo semoga segera bisa menentukan siapa Cawapresnya. Tidak perlu saling berantem satu sama lain sesama koalisi oposisi hingga muncul cemo’ohan Jenderal Kardus dan Jenderal Baper. Indonesia ini negeri besar, berpolitiklah secara dewasa dan bijaksana agar terlihat aura kepemimpinannya hingga disegani oleh kawan dan lawan…(SHE).
Jakarta, 9 Agustus 2018.
Saiful Huda Ems (SHE). Advokat, Alumnus Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.