Opini  

Mengkritisi HIMAKOM UMM; Kami Perjuangkan, Kau Renggut

Media Jatim

Pendidikan politik dan demokrasi suatu keharusan bagi setiap mahasiswa di kampus manapun, karena pendidikan politik dan demokrasi merupakan penunjang bagi mahasiswa untuk menjadi penerus bangsa dalam melakukan perbaikan tatanan Negara kedepan. Kampus merupakan rumah kecil sebagai pembelajaran sebelum menuju rumah besar yaitu Negara.

Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ikut berperan penting dalam melakukan proses pemebelajaran politik dan demokrasi, tentu selain dalam pemberian pembelajaran teori politik dan demokrasi di dalam kelas, juga tidak kalah penting aksi nyata seperti yang kita kenal di UMM yaitu Pemilu Raya (Pemira). Pemira kampus diselenggarakan setiap 1 tahun sekali dari tingkat Jurusan, Fakultas dan Universitas untuk memilih calon eksekutif seperti HMJ, BEMFA, BEMU. Dan juga untuk memilih anggota legislatif seperti SEFA dan SEMU. Universitas Muhammadiyah Malang, terkhusus Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Pemira telah usai dilaksanakan sejak tanggal 22 Juni 2019, dan telah ditentukan pemenang dari hasil suara terbanyak. Ada juga terpilih secara aklamasi dikarenakan hanya ada satu partai yang mencalonkan.

Namun sebelum Pemira dilaksanakan tentu ada beberapa mekanisme yang harus diselesaikan seperti verifikasi partai yang mengingat sistem pemilihan di UMM tidak beda jauh dengan proses pemilihan di Negara demokrasi Indonesia ini. Jadi calon yang berhak untuk ikut kompetisi Pemira harus berangkat dari partai, tentu partai yang sudah lolos verifikasi yang telah melengkapi syarat administrasi. Jadi itu merupakan sebuah pendidikan politik dan demokrasi yang sangat penting dan berguna bagi mahasiswa FISIP UMM khususnya sebagai bekal untuk terjun dalam Negara tercinta ini.

Baca Juga:  Hidden Conflict, Peran H. Her dan Sebuah Antitesa

Sungguh miris memang, FISIP yang merupakan Fakultas Sosial Politik yang seharusnya dijadikan tempat pembelajaran malah mengartikan politik suatu kejahatan dan harus dihindari. Seburuk itukah pandangan mereka tentang politik?, Ibnu Khaldun mengartikan politik tidak beda jauh dengan Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun menilai bahwa politik amat penting. Dan hanya dimiliki oleh manusia, tidak dimiliki oleh binatang. Adapun kotornya bukan karena politik, tapi sifat manusia. Lebih lanjut Ibnu Khaldun mengatakan politik merupakan mekanisme yang mengajarkan manusia untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Jadi tujuan dari politik itu untuk kebaikan bersama.

Kembali ke permasalahan Pemira yang telah dilaksanakan pada taggal 22 Juni 2019 telah menemukan sosok yang akan memimpin HMJ dan BEM FISIP satu periode kedepan tentu dengan hasil pilihan mahasiswa FISIP. Namun ada kejanggalan salah satu HMJ. Yaitu Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (HIMAKOM), muncul sosok calon yang bukan dipilih langsung oleh mahasiswa tapi hasil tunjukan langsung dengan dalih sudah menjadi kultur untuk HIMAKOM beberapa tahun. Namun itu dikarenakan tidak adanya calon dari partai yang mengusulkan sehingga dalam UU Pemira memang diharuskan untuk ditunjuk langsung oleh jurusan.

Baca Juga:  Cinta Itu Titik, Bukan Koma

Namun pada Pemira 2019 ini ada dari partai mahasiswa yang mengusulkan satu calon. Seperti dalam UU Pemira, calon tersebut terpilih secara aklamasi. Sayangnya kita mahasiswa yang berusaha untuk melakukan pendidikan demokarsi malah dijegat dengan tindakan yang mematikan mental calon aklamasi terpilih sehingga tetaplah yang menjadi pemegang roda kepemimpinan HIMAKOM 1 tahun kedepan dari hasil penujukan. Dari banyaknya mahasiswa ilmu komunikasi yang tidak suka dengan partai mahasiswa berusaha untuk tidak memberikan akses organisasi ekstra untuk masuk dilembaga intra HIMAKOM. Menghidupkan budaya baru dengan mengabaikan UU Pemira yang telah susah payah disusun SEMU dengan pertimbangan Warek 3. Ini merupakan tindakan pemerkosaan demokrasi.

Oleh: Cak Rudy (Mahasiswa Berpeci), mahasiswa FISIP semester 6 Universitas Muhammadiyah Malang.

Respon (1)

Komentar ditutup.