MediaJatim.com, Surabaya – Dewan Pimpinan Daerah Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Jawa Timur menyoroti banyaknya posisi komisaris atau direksi BUMN yang diisi Aparatur Sipil Negara (ASN). Presiden Joko Widodo diminta untuk segera mengambil sikap tegas.
Berdasar temuan Ombudsman RI, terdapat 222 dari 541 komisaris BUMN merangkap jabatan sebagai ASN. Hingga kini belum ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah, bahkan kini ‘anak-cucu’ perusahaan BUMN dan BUMD justru banyak dihuni oleh ASN.
Sekretaris DPDP JAMAN Jawa Timur, Syaiful Amin meminta pemerintah agar benar-benar serius menyelesaikan persoalan rangkap jabatan ini dan sekarang saat yang tepat untuk menyelesaikannya.
“Presiden harus tegas agar tidak ada lagi menteri-menterinya yang menafsirkan pemahaman dari undang-undang tersebut secara berbeda,” kata Syaiful di Surabaya, Senin (18/11/2019).
JAMAN adalah salah satu ormas pendukung utama pemenangan Jokowi sejak Pilpres 2014 lalu.
Syaiful menjelaskan, secara khusus JAMAN Jatim menyoroti soal rangkap jabatan tersebut dalam rapat pimpinan yang digelar pada 9-10 Nopember di Surabaya.
Menurut Syaiful, kasus rangkap jabatan antara ASN dengan Komisaris atau direksi BUMN bukan hal baru dan sampai sekarang belum terselesaikan.
“Monopoli jabatan ini sangat tidak etis, kita tidak kekurangan SDM di negeri besar ini, banyak putra- putri terbaik bangsa ini yang telah berbuat dan berjuang tanpa pamrih untuk kemajuan bangsa dan negara selama ini,” tukasnya.
Menurut Syaiful, rangkap jabatan ini sangat merugikan. Sebab efektifitas dan totalitas dalam mengemban tugas mereka pasti terpecah. “Jangan hanya dilihat ini tidak masalah dan berdalih ada payung hukumnya,” tegasnya.
JAMAN meminta kepada Pemerintah untuk tegak lurus menjalankan UU.
“Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus menscreening ulang pejabat publik yang menduduki posisi komisaris atau direksi di BUMN dan BUMD,” tegasnya.
Menurut Syaiful, rangkap jabatan ASN sebagai komisaris atau direksi di BUMN akan menimbulkan pertanyaan besar terkait profesionalisme dan integritas mereka karena akan memicu konflik kepentingan.
Rangkap jabatan menciptakan konflik kepentingan antara perannya sebagai pemerintah atau regulator dan BUMN/ BUMD sebagai operator yang diatur dan diawasi dengan memegang kedua jabatan tersebut secara bersamaan.
“Artinya seseorang memiliki loyalitas dan komitmen ganda. ASN adalah jabatan publik sehingga berorientasi kepada kepentinganpublik. Adapun komisaris BUMN memiliki orientasi untuk mencari untung,” ujarnya.
Rangkap jabatan tegas adalah sebuah pelanggaran. Sebagaimana UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN pada Pasal 33 menyebutkan bahwa komisaris BUMN dilarang merangkap jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
Dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pasal 17 disebutkan pejabat pelaksana pelayanan publik dilarang merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD.
Rangkap jabatan juga bertentangan dengan etika profesi Aparatur Sipil Negara. Sebab, salah satu fungsi utama PNS, sebagaimana UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN adalah pelaksana kebijakan.
Syaiful menjelaskan, BUMN adalah salah satu ujung tombak terbesar perekonomian negara, sehingga harus dikelola secara maksimal. Semua pengemban amanah di dalamnya harus betul-betul total.
“Pemerintah harus bisa menekan itu, apalagi di tengah lesunya perekonomian masyarakat kecil seperti sekarang ini pemerintah jangan hanya bisa menaikan pajak progresif, pajak cukai dan iuran-iuran lainnya yang memberatkan rakyat, sedangkan BUMN sebagai ujung tombak perekonomian negara malah dimonopoli segelintir orang yang kinerjanya juga sangat diragukan, jangan menunggu merugi dan dapat sorotan publik,” paparnya.
Reporter: Zul
Redaktur: Sulaiman