MediaJatim.com, Sumenep – Banyak media massa yang kini jadi lidah birokrasi. Suara rakyat pun terkesampingkan. Kebebasan pers pun terpasung secara mengajar. Pers pembebasan sangat diharapkan menjadi penyeimbangnya.
Itulah yang memicu Gerakan Aktivis Refolusi Demokrasi (Garuda) angkatan ’18 PMII Komisariat Guluk-Guluk, Sumenep mengadakan Ngaji Pers guna memperingati Hari Pers Nasional (HPN).
Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Ahad malam (9/2) di serambi Masjid Jamik Annuqayah bagian depan, melibatkan kader PMII Guluk-Guluk dan santri Pesantren Annuqayah secara umum.
Kegiatan dimulai pada jam 20.13 Wib. Ach. Murtafiq, ketua angkatan Garuda membuka kegiatan dengan memberikan sambutan kepada seluruh peserta yang hadir dalam kegiatan tersebut.
Dalam sambutannya, Murtafiq menyampaikan kegiatan tersebut sebagai bentuk respon angkatan Garuda terhadap tanggal penting di skala nasional. Lebih dari itu, menurut Murtafiq pula, forum yang diberi nama Ngaji Media ini adalah sebuah sikap dari angkatan Garuda terhadap perkembangan pers yang ada di Indonesia secara khusus.
“Jadi kajian kita saat ini adalah suara untuk kita bersikap tegas terhadap media,” ucap Murtafiq.
Dalam pelaksanaannya, forum kajian ini menghadirkan Rofiqi sebagai pemantik dan pengarah jalannya kajian.
Menurut Rofiqi, kajian semacam ini tidak hanya berbasis kritik terhadap media yang mewajahkan kondisi sebuah negara, namun yang lebih esensial dari ini, ngaji pers adalah telaah terhadap isu yang di angkat oleh media untuk masyarakat.
“Sebab idealisme pers adalah sebagai kontrol terhadap gerakan pemerintah di negara demokrasi,” tutur Rofiqi dalam forum.
Selama kegiatan berlangsung, kajian berjalan dinamis. Kebanyakan peserta menyuarakan kegelisahan masing-masing terhadap keadaan pers saat ini. Dari banyak pernyataan yang disampaikan peserta, sebagian besar mengatakan bahwa pers harus bersih dari kepentingan kapital, seharunya pers lebih dekat pada masyarakat bawah dan berfungsi sebagai corong bagi mereka untuk elit pemerintah.
Salah satunya yang disampaikan oleh Bukhari, ia menyampaikan pers seyogianya adalah lidah masyarakat untuk didengarkan kalangan pemerintah.
“Bukan malah sebagai alat untuk mengkondisikan masyarakat oleh pemerintah melalui media massa,” kata Bukhari.
Untuk menanggapi hal ini, Rofiqi yang posisinya sebagai pemantik dalan kegiatan ini menuturkan, bahwa ada kalanya pers memang sebuah kepentingan, termasuk pula kepentingan bisnis.
“Mengenai pers sebagai alat penggiring isu pemerintah, terkadang memang sebuah isu sengaja diangkat, diviralkan untuk menggiring opini massa,” tutur Rofiqi.
Berkaitan dengan hal ini, Murtafiq dalam argumennya di tengah hangatnya kajian menyampaikan, bahwa ada isu yang diangkat ke kepermukaan untuk menutupi isu yang lain.
“Rumusnya, satu kebenaran terungkap, maka kebenaran lain akan tertutup,” jelas Muratafiq.
Hingga akhir pembicaraan, kajian terpusat pada madia yang posisinya begitu potensial digunakan sebagai tunggangan kepentingan kapital, termasuk pula kepentingabnpemerintah dan pihak-pihak yang lain. Akan tapi lantara ada sebagian peserta yang memang aktivis pers, forum tetap penyadari pers memiliki idealisme yang dapat dipertaruhkan.
Namun demikian, kajian ini berkesimpulan terhadap pers pembebasan yang sama sekali mengukur penguasaan media sebagai penggiring opini publik oleh orang-orang berkepentingan.
“Pers sebagai tunggangan pemerintah memang potensial. Tapi bagaimanapun, pers harus menjadi nurani rakyat untuk terdengar oleh khalayak umum,” tegas Rofiqi di akhir kegiatan.
Reporter: Ist
Redaktur: A6