Opini  

Surabaya Raya Bersatu Lawan Corona dengan PSBB

Media Jatim

Oleh: Nico Ainul Yakin

Update terbaru per 26 April 2020, jumlah total kasus pasien yang terjangkit virus corona di Indonesia mencapai 8.882orang, dengan rincian: 7.032 orang masa perawatan; 1.107 orang dinyatakan sembuh; dan 743 pasien dinyatakan meninggal dunia. Jawa Timur adalah salah satu provinsi dengan jumlah kasus penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) tertinggi ketiga setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat.

Jumlah total kasus pasien covid-19 di wilayah timur pulau Jawa ini sebanyak 785 orang, dengan rincian 560 orang masa perawatan; 138orang pasien dinyatakan sembuh, dan 87 orang pasien dinyatakan meninggal dunia. Dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur, ada 4 kabupaten/kota yang belum ditemukan kasus positif corona, yaitu Kota Mojokerto, Madiun, Kabupaten Ngawi dan Sampang.

Seiring dengan meningkatnya kasus Covid-19, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indarparawansa telah menetapkan Surabaya Raya (Surabaya, Sidoarjo dan Gresik) sebagai zona Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), menyusul persetujuan Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto yang dituangkan dalam Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/264/2020 pada 21 April 2020. Penerapan PSBB ini dimaksudkan sebagai langkah percepatan penanganan Covid-19.

Persetujuan Menkes kemudian diikuti dengan keluarnya Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Pedoman PSBB di wilayah Surabaya Raya, kemudian disusul dengan Peraturan Walikota (Perwali) dan Peraturan Bupati (Perbup) agar penanganan kasus virus mematikan itu berjalan efektif di tiga daerah dimaksud yang secara resmi berlaku efektif selama 14 hari ke depan, sejak 28 April 2020 sampai 11 Mei 2020.

Setidaknya ada dua alasan yang mengemuka terkait kebijakan PSBB di Surabaya Raya, seperti dikutip detik.com (19/4/2020). Pertama, secara kuantitas dan kualitas jumlah kasus corona di tiga wilayah tersebut mengalami peningkatan signifikan. Kedua, Kabupaten Sidoarjo dan Gresik yang berbatasan langsung dengan Surabaya memiliki pola interaksi kewilayahan yang sangat erat menjadi faktor penyebab kasus Covid-19 terus mengalami peningkatan.

Daerah Surabaya, Sidoarjo dan Gresik merupakan kawasan metropolitan yang awalnya merupakan satu kesatuan wilayah. Pada masa Hindia Belanda, Surabaya berstatus sebagai ibu kota Karesidenan yang wilayahnya mencakup Sidoarjo, Gresik, Mojokerto dan Jombang. Kedekatan teritorial Sidoarjo dan Gresik dengan Surabaya telah melahirkan proses interaksi masyarakat yang sangat kuat berdasar kekerabatan maupun hubungan kerja. Oleh karena itu, penerapan PSBB di wilayah Surabaya Raya adalah langkah yang tepat, baik dari sisi sebaran virus corona maupun segi penggunaan istilah dan kondisi sosiologis masyarakatnya.

Baca Juga:  Spirit Pemuda; Menjawab Ambigu Pilkada Pamekasan

PSBB “Senjata” Melawan Corona

Kebijakan PSBB untuk daerah-daerah tertentu adalah langkah yang tepat, setelah sebelumnya pemerintah menghimbau masyarakat untuk menjaga jarak (physical distancing dan social distancing), menjaga imunitas diri, mentradisikan hidup bersih dan sehat, rajin cuci tangan, melakukan penyemprotan disinfektan, anjuran memakai masker, dan sebagainya. PSBB yang juga bisa diartikan sebagai lockdown parsial ini diproyeksikan memutus rantai penyebaran virus SARS-CoV-2, penyebab COVID-19.

Secara spesifik PSBB merupakan salah satu strategi pemerintah dalam mencegah kemungkinan penyebaran virus corona dengan pembatasan kegiatan tertentu dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 (PP Nomor 21 Tahun 2020 Pasal 1). Aturan mengenai PSBB juga tertuang di dalam PMK Nomor 9 Tahun 2020 dan PMK Nomor 9 Tahun 2020 pasal 2, bahwa untuk dapat ditetapkan sebagai PSBB, maka suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi dua kriteria. Pertama, yaitu jumlah kasus atau kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan ke beberapa wilayah. Kedua, wilayah yang terdapat penyakit juga memiliki kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa yang terdapat di wilayah atau negara lain.

Ditetapkannya kebijakan PSBB untuk wilayah Surabaya Raya telah memenuhi unsur-unsur yang ditetapkan pemerintah setelah Gubernur Jawa Timur mengajukan permohonan PSBB. Kebijakan ini diberlakukan selama masa inkubasi terpanjang, yaitu 14 hari, dan akan diperpanjang kembali selama 14 hari kedepan hingga kasus terakhir ditemukan. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa hal yang dibatasi selama masa PSBB.

  1. Membatasi aktivitas sekolah dan tempat kerja, kecuali kantor atau instansi strategi yang memberikan pelayanan ketahanan atau keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak atau gas, kesehatan, perekonomian, keuangan, dan kebutuhan dasar lainnya;
  2. Membatasi kegiatan keagamaan yang memungkinkan terjadinya kontak dengan sekumpulan orang dalam jumlah banyak. Pembatasan kegiatan keagamaan ini tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah;
  3. Membatasi kegiatan di tempat umum atau di ruang-ruang publikdalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak (physical distancing).Pembatasan ini tidak berlaku untuk supermarket, minimarket, pasar, toko, atau tempat penjualan obat dan peralatan medis, kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, bahan bakar minyak, gas dan energi. Fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat kegiatan olahraga juga masuk ke dalam daftar yang dikecualikan;
  4. Membatasi kegiatan sosial dan budaya yang melibatkan kerumunan orang, dengan memperhatikan pandanganlembaga adat resmi yang diakui pemerintah; dan
  5. Membatasi jumlah penumpang yang menggunakan alat transportasi umumdengan menjaga jarak antar penumpang, kecuali moda transportasi barang yang beroperasi untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Baca Juga:  Melawan Raperda Reforma Agraria DPRD Sumenep

Kebijakan PSBB ini secara teknis diatur dalam Pergub, SK Gubernur, Perwali dan Perbup yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing daerah. Penerapan PSBB diharapkan dapat memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap penyebaran virus Covid-19. Dengan demikian maka kebijakan PSBB itu ibarat senjata yang digunakan untuk memerangi sebaran virus corona di tengah-tengah masyarakat.

Kali ini, masyarakat Jawa Timur (khususnya) yang berdomisili di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik sedang dihadapkan dengan situasi peperangan yang mungkin lebih dahsyat dari peristiwa 10 November 1945, karena lawan yang dihadapi adalah musuh yang tak tampak di mata, tapi nyata adanya. Dengan belajar dari sejarah semangat perlawanan dan heroisme arek-arek Suroboyo di masa lalu, maka yakinlah bahwa masyarakat Surabaya Raya akan memungkasi pertempuran ini dengan sebuah kemenangan. Wallahua’lam.

*) Penulis adalah Wakil Ketua Bidang OKK DPW Partai NasDem Jawa Timur.