Opini  

Pentingnya Peran Media di Tengah Pandemi Covid-19

Media Jatim

Oleh: Mailani Fadilah*

Media merupakan sarana untuk berbagi informasi apapun yang berasal dari suatu organisasi, lembaga pemerintah ataupun informasi dari seseorang. Media memiliki peranan penting dalam memproduksi berita dan menjadikan suatu berita menjadi perhatian publik seperti yang dikatakan oleh McQuail dalam bukunya Mass Communication Theories (2000:66), terdapat enam perspektif dalam hal melihat peran media, diantaranya sebagai berikut.

Pertama, melihat media massa sebagai window on event and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar sana atau media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.

Kedua, media sebagai a mirror of event in society and the world, implying a faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola media sering merasa tidak “bersalah” jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka. Padahal sesungguhnya, angle, arah dan framing dari isi yang dianggap sebagai cermin realitas tersebut diputuskan oleh para profesional media, dan khalayak tidak sepenuhnya bebas untuk mengetahui apa yang mereka inginkan.

Ketiga, media sebagai filter, atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media memilih isu, informasi atau bentuk content yang lain berdasar standar para pengelolanya. Disini khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan mendapat perhatian.

Keempat, media sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreter. Media menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian, atau alternatif yang beragam.

Kelima, melihat media massa sebagai forum. Media mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkin terjadinya tanggapan dan umpan balik.

Keenam, media massa sebagai interlocutor. Media tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif.

Baca Juga:  Inovasi Guru Ciptakan Pembelajaran yang Relevan dengan Zaman

Peran media dilihat dari teori Agenda Setting

Stephan W. Littlejohn dan Karen A. Foss mengemukakan bahwa agenda setting theory adalah teori yang menyatakan bahwa media membentuk gambaran atau isu yang penting dalam pikiran. Hal ini terjadi karena media harus selektif dalam melaporkan berita. Saluran berita sebagai penjaga gerbang informasi membuat pilihan tentang apa yang harus dilaporkan dan bagaimana melaporkannya. Apa yang masyarakat ketahui pada waktu tertentu merupakan hasil dari penjagaan gerbang oleh media (Littlejohn dan Foss, 2009:416).

Peran media sebagai pembentuk opini publik, membuat media selalu mengikuti apapun perkembangan terkait pandemi covid-19 ini. Banyak berita yang sudah tersebar di media manapun sepanjang tahun 2020 ini. Isu negatif pun tidak dapat terlepas dari media itu sendiri. Kasus mengenai pandemi Covid-19 ini semakin berkembang pesat sehingga membuat beragam pandangan dan kebingungan di masyarakat dikarenakan kondisi sosial masyarakat Indonesia yang berbeda-beda yang mana masih belum bisa menyaring mana berita yang valid ataupun yang tidak valid. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap informasi yang diterima, yang akhirnya membuat sebagian dari mereka abai untuk menjaga kesehatan dan lingkungan karena sudah terlalu lelah menghadapi situasi pandemic dan kesimpangsiuran berita.

Media sosial berperan penting dalam membangun opini masyarakat, karena media merupakan penyambung lidah pemerintah dalam hal ini. Tanpa adanya media, masyarakat tidak bisa mengetahui perkembangan pandemi Covid-19 hingga saat ini. Hal ini sesuai dengan fungsi dari agenda setting yaitu dalam versi teori yang paling sederhana dan langsung, agenda media mempengaruhi agenda masyarakat, dan agenda masyarakat mempengaruhi agenda kebijakan (Littlejohn dan Foss, 2009:416).

Melalui teori agenda setting, kita dapat melihat bahwa isu yang sedang berkembang di media ataupun disaat salah satu media mengangkat isu atau topik berita biasanya media lain akan mengikuti. Mereka akan menjadikan berita tersebut menjadi highlight dan mencoba mengambil perhatian yang lebih besar dari para pembacanya.

Baca Juga:  Covid-19 Kembali Merebak, DPRD Sumenep Minta Kembali Massifkan Vaksinasi

Peran media dilihat dari teori framing

Ada dua tingkatan penyusunan agenda (agenda setting) dalam (Littlejohn dan Foss, 2009:416). Pertama, menentukan isu-isu umum yang dianggap penting, dan yang kedua menentukan bagian atau aspek dari isu-isu umum yang dianggap penting yaitu membuat kerangka isu-isu yang mendasari agenda masyarakat dan media. Teori framing dibangun berdasarkan asumsi bagaimana sebuah isu pada sebuah berita dapat memiliki pengaruh terhadap pembacanya. Framing dalam hal ini adalah bagaimana isu pandemi covid-19 ini dipilih oleh institusi media sehingga membuat persepsi baru yang dipikirkan oleh masyarakat.

Terlihat di berbagai jenis media bahwa pada awal pandemi ini hadir di Indonesia, media hanya memberitakan bahwa pandemi ini perlu mendapat perhatian dari segi perubahan kebiasaan kita sehari-hari dalam menjaga kesehatan. Namun akhir-akhir ini framing media berubah, yakni lebih mengarah terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk menangani dampak dari pandemi ini baik dalam hal ekonomi, sosial, dan budaya. Hal ini menarik bagi pembaca, karena kebijakan tersebut akan terus dipantau oleh masyarakat, dan apabila di kemudian hari ada berita yang menyimpang dari kebijakan pemerintah sebelumnya.

Masyarakat akan bereaksi terhadap hal tersebut melalui media ataupun dengan cara lainnya. Mengapa hal ini terjadi? Karena media pun membutuhkan berita yang menarik minat pembacanya meskipun mungkin diawali dengan judul berita yang clickbait. Semakin berita tersebut membangun opini publik, rating institusi media tersebut meningkat. Hal ini bukan berarti bahwa media menyebarkan berita hoax, tetapi bisa saja dalam hal penyajiannya saja yang dibuat berbeda.

*) Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi UNS Asal Bandung.