Bunga Mimpi di Taman Dalail: Amalan Nyai Makkiyah yang Dibedah di Kancakona Kopi

Media Jatim
Taman Dalail
(mj1/Media Jatim) Bedah buku "Bunga Mimpi di Taman Dalail" di Kancakona Kopi, di Jalan Jokotole, Lingkar Barat Kota Sumenep, Sabtu (5/11/2022) malam.

Sumenep — Beberapa orang mengaku bermimpi dan bertemu dengan Nyai Makkiyah, istri Pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah daerah Al-Furqan Sabajarin, Kiai M Faizi.

Mimpi-mimpi yang seperti nyata berkisah tentang ajakan berselawat dan mencintai Nabi Muhammad SAW ini pun diceritakan kepada Kiai Faizi, dan akhirnya menjadi sebuah catatan.

Catatan yang banyak Kiai Faizi tulis di facebook ini kemudian dikumpulkan menjadi sebuah buku berjudul “Bunga Mimpi di Taman Dalail”, buku yang berisi tentang Nyai Makkiyah yang datang ke dalam mimpi banyak orang.

“Sayalah yang memberinya nama: Taman Dalail. Sebut saja ia begitu karena mengacu kepada kebiasaan almarhumah dalam membaca selawat gubahan Imam Abu Muhammad ibnu Sulaiman Al Jazuli Al-Hasani tersebut,” kata Kiai Faizi dalam catatannya.

Baca Juga:  Sakit Hati Dituduh Masuk Dapur, Warga Guluk-Guluk Sumenep Tusuk Temannya Usai Panen Tembakau!

Buku ini didiskusikan di kafe Kancakona Kopi di Jalan Jokotole, Lingkar Barat, Kota Sumenep, Sabtu (5/11/2022) malam.

Diskusi buku ini dinarasumberi oleh Nyai Fadhilah Mukhtar dan penyair Asy’ari Khatib. Sementara Kiai Faizi, hadir sebagai peserta di dalamnya.

Ketua Pelaksana Diskusi Buku–sekaligus Manajer Kancakona Kopi–Qudsi Wahid, mengatakan, buku Bunga Mimpi di Taman Dalail ini menarik dibahas.

Sebab, banyak pelajaran yang apabila didiskusikan akan mampu menginspirasi masyarakat untuk belajar amaliah Nyai Makkiyah binti Ashim yang wafat pada 10 Agustus 2021.

“Diskusi ini dilaksanakan agar menjadi inspirasi. Karena dari hari ke hari tentu kita ingin hidup lebih baik dan mendapatkan syafaat Kanjeng Nabi,” terangnya kepada mediajatim.com, Sabtu (5/11/2022).

Baca Juga:  Sulaisi Prediksi Rekom PPP untuk Pilkada Sumenep Sudah Ditentukan: Politik Itu Sadis!

Qudsi mengatakan, bedah buku di Kancakona Kopi adalah hal sangat lumrah. Sebelumnya, juga ada bedah buku “Muhammadku Sayangku” karya Edi A.H. Iyubenu.

Setiap acara, lanjut Qudsi, tidak pernah dibatasi. Siapa pun bisa hadir mengikuti. “Dan setiap ada acara kami share ke jejaring media sosial Kancakona. Jadi siapa saja boleh hadir,” imbuhnya.

Karena peserta tidak dibatasi, maka sewaktu-waktu dalam kegiatan rutin literasi ini, peserta bisa saja ramai dan bisa saja sepi. “Sudah biasa kadang ramai dan kadang sepi,” pungkasnya.(mj1/ky)