Fatwa MUI Pamekasan yang Rahasia, dan Permintaan Tabayun dari Pihak Kiai Fathor

Media Jatim
Pamekasan
(Ongky Arista UA/Media Jatim) Ribuan warga menuju ke Mapolres Pamekasan, Jumat (20/1/2022). Mereka mendesak polisi menangkap Kiai Fathor.

Kronologi Perkara

Pada 16 Agustus 2022, sejumlah warga yang mengaku sebagai tokoh agama dan masyarakat Desa Sotabar, Kecamatan Pasean, mendatangi Polres Pamekasan.

Mereka datang untuk melaporkan salah seorang tokoh agama setempat bernama Fathorrahman. Kiai Fathor diduga menganut ajaran sesat dan menyimpang dari syariat Islam.

Mereka menyebutkan beberapa poin ajaran Kiai Fathor yang diduga menyimpang tersebut.

Pertama, Kiai Fathor diduga telah mengatakan bahwa Imam Mahdi itu sudah dibaiat pada Pilpres 2019.

Kedua, orang yang mencoblos Prabowo pada Pilpres 2019 hukumnya dosa dan wajib bertaubat dan membaca istigfar, salat tujuh salam serta membayar denda sebesar harga ukuran kambing akikah.

Ketiga, perempuan yang sedang dalam keadaan haid wajib salat dan puasa serta tidak perlu menggantinya untuk puasa ramadan.

Keempat, kedudukan Nabi Muhammad saw. sama dengan Allah Swt..

Kelima, ulama sekarang tidak ada. Ulama adalah ajaran, bukan bentuk. Keenam, Dajal adalah sifat bukan bentuk.

Salah seorang pelapor, Muh. Zakky, mengatakan, bahwa enam poin ajaran itu sudah diklarifikasi oleh Kiai Fathor dalam pertemuan di Dusun Kendal, Desa Waru Timur, Kecamatan Waru pada 5 November 2020 silam.

“Masih banyak poin yang belum diklarifikasi, sedang untuk yang enam poin yang disebutkan tadi, sudah berdasarkan saksi dan bukti, makanya kami beberkan sebagaimana laporan kami ke Polres,” ungkap Zakky, 31 Agustus 2022 lalu.

Salah seorang pelapor lain, bernama H. Nisit, mengaku bahwa anaknya telah menjadi korban ajaran Kiai Fathor.

“Anak saya bilang kalau orang yang sedang datang bulan, wajib melaksanakan salat, saya jadi heran dan bingung,” katanya saat memberikan kesaksian pada acara pemanggilan dan klarifikasi Kiai Fathor yang digelar oleh MUI Pamekasan di Yayasan Ulil Albab Hidayatullah, Teja Timur, 31 Agustus 2022.

Pihak Kiai Fathor Membantah

Pihak Kiai Fathor menyebutkan, bahwa laporan kepada pihak kepolisian tersebut bukan semata-mata karena Kiai Fathor menyebarkan ajaran sesat, melainkan karena tersulut konflik di internal keluarga.

Divisi Advokasi Yayasan Musthafa Difa, Umarul Faruq, mengatakan, bahwa Kiai Fathor pernah diajak oleh pamannya, Kiai Mujib, masuk ke salah satu organisasi.

Namun, Kiai Fathor menolak. Setelah kejadian itu, muncul perbedaan-perbedaan pemahaman di antara kedua belah pihak.

“Pihak yang mengajak itu menganggap bahwa salah satu pemahaman Kiai Fathor bertentangan dengan pemahaman yang bersangkutan,” ungkapnya, 1 September 2022 lalu.

Dalam salah satu kesempatan, kata Faruq, Kiai Fathor pernah dimintai keterangan oleh Kiai Mujib mengenai hukum seorang wanita yang haid, yang kata Kiai Fathor tetap wajib salat.

Baca Juga:  Cerita Manager Rumah Makan di Bangkalan, Terpaksa Rumahkan Separuh Karyawan

“Kiai Fathor sudah mengatakan dengan tegas bahwa tidak pernah mengatakan hal tersebut, namun terjadi kesalahpahaman karena ada penjelasan yang terpotong, sehingga menimbulkan pemahaman yang salah,” papar Faruq.

Mengenai enam poin ajaran yang diduga sesat dan dituduhkan ke Kiai Fathor, lanjut Faruq, harus diluruskan kembali apakah itu fatwa atau tidak.

Sebab, imbuh Faruq, jika apa yang disampaikan Kiai Fathor terjadi di dalam sebuah forum diskusi maka ihwal itu bukan bermakna fatwa.

“Umpamanya soal dugaan mengubah syahadat, kata Muhammad diganti Isa, saat di Waru dulu, saya sudah tanyakan ke sumbernya, dan jawabannya, bahwa pernyataan itu hanya desas-desus, bukan langsung dari Kiai Fathor, saya ada rekamannya soal ini,” ucapnya.

Terlepas dari itu, kata Faruq, jika memang ada bukti perkataan langsung Kiai Fathor kepada mereka yang mengadu ke polisi, silakan untuk disampaikan. Sebab, tambah Faruq, itu nyatanya hanya dibuat-buat atau tidak benar.

“Ini hanya soal suka tidak suka kepada seseorang, bukan mencari kebenaran,” pungkasnya.

Posisi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pamekasan

Pada 31 Agustus 2022, MUI Pamekasan telah memanggil Kiai Fathorrahman ke Yayasan Ulil Albab Hidayatullah, di Desa Teja Timur, Kecamatan Pamekasan.

Ketua MUI Pamekasan KH. Ali Rahbini menyampaikan bahwa, pemanggilan tersebut untuk menjelaskan poin-poin yang dituduhkan oleh pelapor kepada Kiai Fathor.

“Ini juga menindaklanjuti permohonan Kiai Fathorrahman dan Kejaksaan Pamekasan agar melaksanakan klarifikasi tersebut,” ungkapnya saat itu.

Di samping itu, lanjut Kiai Rahbini, klarifikasi ini juga dalam rangka rekonsiliasi kedua belah pihak sehingga persoalan lapor-melapor tersebut bisa diselesaikan dengan kepala dingin.

Acara klarifikasi yang berlangsung sekitar lima jam itu menghasilkan solusi. Telapor, Kiai Fathor, menandatangani surat pernyataan tidak mengajarkan paham sesat dan akan mengklarifikasi enam ajaran yang diduga sesat itu maksimal pada 16 September 2022.

“Hampir final, namun karena satu lain hal, yaitu masalah bahasa, pihak pelapor kemudian tidak mau menjadi saksi dalam surat pernyataan Kiai Fathorrahman,” papar Kiai Rahbini.

Pihak yang menandatangani sebagai saksi dari pernyataan tertulis Kiai Fathor hanya dari Polres, Kodim 0826, Kejaksaan, MUI, Kemenag, Bakesbangpol dan BIN Jawa Timur.

Meskipun pelapor menolak menjadi saksi pernyataan Kiai Fathor, namun, pihak MUI sendiri mengaku sudah menerima sebab terlapor sudah menyatakan sikap.

Namun jika kemudian hari ditemukan hal yang menyimpang, lanjut Kiai Rahbini, pihaknya akan meluruskan ajaran yang terindikasi menyimpang tersebut sehingga tidak tersebar luas kepada masyarakat.

MUI Mengeluarkan Fatwa untuk Diproses Hukum

Persoalan Kiai Fathor belum selesai. Sampai-sampai, MUI Pamekasan mengeluarkan fatwa agar perkara ini ditangani polisi dan Kiai Fathor diproses hukum.

Baca Juga:  Kantor Dinas PUTR Sumenep Jadi Tempat Karaokean hingga Tengah Malam, Inspektorat: Sesekali Menghibur Diri!

Fatwa MUI ini bersifat tertutup. Hanya menjadi konsumsi pihak-pihak tertentu. Berdasarkan sumber mediajatim.com, fatwa ini hanya diketahui Forkopimda.

“MUI berfatwa agar Kiai Fathor bertaubat kepada Allah Swt. dan berharap kepada kepolisian untuk dilakukan proses hukum, melalui tahapan-tahapannya,” kata Ketua MUI Kiai Ali Rahbini, Sabtu (21/1/2023).

Fatwa inilah yang kemudian menyulut aksi demonstrasi ribuan warga ke Mapolres Pamekasan. Warga membawa plakat yang bertuliskan, “Pak Polisi Harus Menangkap Fathor” pada Jumat (21/1/2023).

GUIP di Balik Aksi Ribuan Warga ke Mapolres

Ribuan warga yang melakukan aksi demonstrasi menuntut Kiai Fathor ditangkap pada Jumat, (20/1/2023), dikomando oleh Gerakan Umat Islam Pamekasan (GUIP).

GUIP adalah salah satu organisasi gerakan di Pamekasan yang terlibat aktif dalam aksi-aksi bela agama. Pada 2016, GUIP ikut serta ke Jakarta mendorong Ahok ditangkap.

Pada 2018, GUIP juga tercatat melakukan aksi untuk mendesak kepolisian menangkap Sukmawati karena diduga menista agama.

Pada Jumat (20/1/2023), GUIP menuntut agar Kiai Fathor ditangkap. Mereka mengancam akan kembali mengepung Polres Pamekasan jika tidak ada tindak lanjut tegas.

Juru Bicara aksi, Kiai Abdul Aziz berharap, agar Kiai Fathor segera diproses hukum sebagaimana fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Pamekasan.

“Kami tokoh, ulama terutama masyarakat Pantura Pamekasan akan mengawal proses hukum Kiai Fathor hingga tuntas,” ungkapnya kepada awak media, Jumat (20/1/2023).

Kata Abdul Aziz, ada beberapa poin yang dipersoalkan masyarakat, di antaranya tentang perempuan yang datang bulan dan disebut boleh melaksanakan salat.

“Lalu informasi yang kami dapatkan, Allah Swt. dan Rasulullah itu sama, tentu ini bukan lagi ajaran yang benar,” jelasnya.

Kapolres Pamekasan AKBP Satria Permana tidak banyak berkomentar. Dia hanya menerangkan akan segera menindaklanjuti pengaduan massa terkait dugaan ajaran sesat tersebut.

“Kami minta dukungan kepada para kiai, habaib dan ulama untuk menyelesaikan persoalan hingga tuntas,” tukasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Divisi Advokasi Yayasan Musthofa Difa Misbahul Arifin mengaku belum menerima fatwa MUI Pamekasan dalam bentuk apa pun.

“Harusnya kalau memang ada poin yang belum dipahami secara lengkap, bisa mengonfirmasi kami, bukan kemudian mengeluarkan fatwa,” ungkapnya kepada mediajatim.com, Jumat (20/1/2022).

Bahul mengaku mendengar fatwa MUI itu dari aksi demontrasi, bukan resmi dari pihak berwenang.

Terlepas dari itu, Bahul berharap pemerintah bisa lebih adil menyikapi persoalan tersebut. “Kedepankan tabayun dalam menyelesaikan masalah, agar semuanya jelas,” pungkasnya.(rif/ky)