Polres Bangkalan Tetapkan 9 Pengurus Pesantren sebagai Tersangka Pembunuhan Santri

Media Jatim
Polres Bangkalan
(Helmi Yahya/Media Jatim) Kapolres Bangkalan AKBP Wiwit Ari Wibisono (tengah) saat menyampaikan penetapan tersangka dalam kasus pembunuhan santri berinisial BT (16) di Bangkalan, Senin (13/3/2023).

Bangkalan, mediajatim.com — Polres Bangkalan menetapkan 9 tersangka dalam kasus penganiayaan santri hingga meninggal, dengan inisial BT (16), di salah satu pondok pesantren Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan, Senin (13/3/2023).

Kasatreskrim Polres Bangkalan AKP Bangkit Danandjaya mengungkapkan 9 pelaku tersebut, antara lain, NH (19), AZ (17), Z (19) dan W (17) asal Kecamatan Geger, GAD (19), RR (17) dan RM (17) asal Kecamatan Arosbaya, U (20) dan ZA (20) asal Kecamatan Sepulu, Kabupaten Bangkalan.

Nasib malang yang menimpa BT tersebut, kata Bangkit, berlangsung pada Selasa (7/3/2023), sekitar pukul 21.00 WIB.

“Menurut keterangan pelaku dan saksi, BT di aniaya hingga meninggal oleh 9 pelaku itu karena diduga telah melakukan aksi pencurian,” ucapnya, Selasa (14/3/2023).

Ditanya soal kronologi kejadian, Bangkit bercerita, kasus ini berawal saat seorang santri berinisial R melaporkan ke pengurus pesantren bahwa dua temannya yakni, RAR telah kehilangan uang Rp300 ribu dan H juga kehilangan uang sebesar Rp150 ribu.

“Dari sini pengurus pondok mencoba memanggil santri yang sekamar dengan yang kehilangan, yakni D, F dan BT secara bergantian ke kamar pengurus (Kamar C3) di lantai tiga atas,” tukasnya.

Baca Juga:  KPK Minta 1.266 Bidang Tanah Pemkab Bangkalan Disertifikat sebelum 17 Agustus 2023

Kemudian, lanjut Bangkit, pengurus pesantren memanggil D, namun mengaku tidak tahu. Setelah itu, berlanjut ke F. Ternyata, F mengakui, bahwa dirinya telah mengambil uang milik RAR dan H dengan total Rp450 ribu.

“F ini mengaku mencuri karena disuruh temannya bernama BT, kemudian hasilnya dibagi dua,” ulasnya.

Saat BT dipanggil oleh pengurus pondok, tutur Bangkit, ternyata dia menepis tuduhan bahwa telah terlibat dalam kasus pencurian tersebut. Sehingga terjadi pemukulan hingga akhirnya BT mengaku. Dari pengakuan BT, pengurus menyuruh mencatat lokasi dan temannya yang terlibat.

Lebih lanjut Bangkit bercerita, pada Senin (6/3/2023) pukul 21.00 WIB, berdasarkan hasil catatan BT, R dipanggil ke kamar pengurus untuk memastikan kebenaran yang ditulis oleh BT. Dan R pun mengakuinya.

“Namun, pengakuan R ini dibantah oleh kakaknya, yaitu RA, yang juga merupakan ustad di pondok, katanya, R mencuri karena takut dipukuli BT,” tukasnya.

Setelah mendapat keterangan dari ustad RA, tutur Bangkit, R akhirnya mengaku tidak mencuri. Sehingga BT kembali dipanggil untuk dikonfirmasi. Usai dikonfirmasi, BT menjelaskan kepada RA bahwa R tidak pernah mencuri. Setelah itu, R disuruh keluar dari kamar ustad dan kembali ke kamarnya.

Baca Juga:  Genjot Pelayanan Kesehatan, Pemkab Sumenep Serahkan Bantuan Ambulans Keliling ke 29 Puskesmas

“Setelah R keluar, pengurus emosi karena BT telah mencuri uang dan memfitnah R, korban dipukuli hingga terlentang dan tidak sadarkan diri,” tukas Bangkit.

Melihat BT tak sadar, berdasarkan cerita Bangkit, pengurus panik dan membawa BT ke Puskesmas. Saat diperiksa oleh petugas medis, BT dinyatakan telah meninggal dunia.

Atas kejadian itu, ungkap Bangkit, pengasuh pondok mengumpulkan santri yang sudah melakukan pemukulan tersebut dan diserahkan ke Polsek setempat, lalu dilimpahkan ke Polres Bangkalan.

“Kami melakukan serangkaian penyelidikan dan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Untuk sementara 9 orang jadi tersangka dalam kasus tersebut,” terangnya.

Kapolres Bangkalan AKBP Wiwit Ari Wibisono mengaku, saat ini pihaknya masih terus melakukan pendalaman terhadap kasus tersebut, sebab kemungkinan masih ada tersangka baru. “Untuk sementara ada 9 orang yang kita tetapkan sebagai tersangka,” katanya, Senin (13/03/2023).

Dia mengimbau kepada seluruh masyarakat Bangkalan agar tidak main hakim sendiri jika ada tindakan melanggar hukum, termasuk di lingkungan pesantren.

“Kalau ada pelanggaran pidana, laporkan saja ke penegak hukum, jangan main hakim sendiri, karena yang memutuskan bersalah adalah pihak kepolisian, bukan kelompok atau perorangan,” ucapnya.(hel/faj)