Empat Pelaku Penganiayaan Satpam Pesantren di Pamekasan Divonis Dua Bulan Penjara

Media Jatim
Pesantren Pakong
(Dok. Jawapos Kalteng) Ilustrasi pelaku kriminal di penjara.

Pamekasan, mediajatim.com — Empat terdakwa dalam kasus pemukulan satpam pesantren di Kecamatan Pakong divonis penjara dua bulan 15 hari oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan, Selasa (27/6/2023).

Empat terdakwa tersebut yakni warga Desa Patapan, Kecamatan Labang, Bangkalan, AW (30), warga Desa Pakong, Kecamatan Pakong, AKA (25) dan MHG (31) serta warga Desa Pordapor, Kecamatan Guluk-Guluk, Sumenep, S (30).

Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pamekasan Erwan Susiyanto menuntut empat terdakwa tersebut dihukum lima bulan penjara.

Sebab, empat pelaku ini telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap Satpam Pesantren di Kecamatan Pakong bernama Jamaluddin (36).

Baca Juga:  Wisata Kolam dan Vila Bukit Hidayah Bangkalan, Suguhkan Panorama Eksotis Bercita Rasa Malang

Sementara putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim PN Pamekasan Saiful Brow, keempat terdakwa yang dijerat Pasal 351 juncto Pasal 55 KUHP ini dijatuhi hukuman dua bulan 15 hari.

Saiful Brow mengatakan, ada beberapa hal yang meringankan empat terdakwa tersebut, yakni, mereka menyesali perbuatannya dan kooperatif memberikan keterangan di persidangan.

“Mereka telah saling memaafkan dengan korban di depan persidangan serta para terdakwa mempunyai tanggungan anak dan istri,” ungkapnya dalam persidangan, Selasa (27/6/2023).

Sementara Kuasa Hukum Jamaluddin, Syamsul Arifin, mengaku tidak mungkin tidak menerima putusan hakim selama itu obyektif dan sesuai dengan fakta hukum.

Baca Juga:  INSAP dan MUSHAP Distribusikan Sembako Selama Dua Hari

Meskipun, kata Syamsul, vonis majelis hakim ini jauh dari tuntutan JPU.

“Saya hanya menyesalkan tindak pidana itu dilakukan di pesantren yang dimuliakan oleh masyarakat, apalagi secara bergerombolan,” ungkapnya kepada mediajatim.com, Selasa (27/6/2023).

Syamsul berharap vonis yang dijatuhkan majelis hakim bisa dijadikan pelajaran agar setiap warga bisa mengendalikan emosinya dan mengedepankan tabayun dalam setiap persoalan.

“Semoga kasus ini menjadi yang terakhir, dan tidak terjadi hal-hal serupa yang terkesan merendahkan kemulian pesantren, serta semoga kita bersama-sama mengambil pelajaran dari kasus tersebut,” pungkasnya.(rif/ky)