WhatsApp Image 2024-09-06 at 12.09.54

Pengajuan Gelar Pahlawan Trunojoyo sejak 1967 Belum Terkabul, Disporabudpar Sampang: Masih Dianggap Pemberontak!

Media Jatim
Trunojoyo
(M. Arif/Media Jatim) Pebabaran Trunojoyo, tempat peristirahatan dan kuburnya ari-ari Pangeran Trunojoyo di Jalan Pahlawan, Kelurahan Rongtengah, Kecamatan Sampang, Rabu (11/10/2023).

Sampang, mediajatim.com — Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Sampang telah mengajukan gelar Pahlawan Nasional untuk Pangeran Trunojoyo sudah sejak 1967 lalu.

Namun hingga saat ini, pengajuan gelar Pahlawan Nasional tersebut belum berbuah manis.

Kabid Kebudayaan Disporabudpar Sampang Abdul Basith menjelaskan gagasan pengajuan Pangeran Trunojoyo sebagai Pahlawan Nasional dilakukan sejak era Gubernur Jatim Mohammad Noer pada 1967 lalu.

“Di masa Soeharto keinginan tersebut diajukan ke Dewan Gelar di Jakarta, namun hingga kini belum membuahkan hasil. Sebab Pangeran Trunojoyo masih dikategorikan pemberontak,” ungkapnya, Rabu (11/10/2023).

Baca Juga:  Nataru dan Jelang Pemilu 2024, Kepala Imigrasi Pamekasan Turun Langsung dalam Operasi Jagratara

Yang memang santer terdengar, tutur Basith, Panembahan Maduratna (julukan Pangeran Trunojoyo, Red.) sering dikategorikan sebagai pemberontak Kerajaan Mataram Islam yang waktu itu dipimpin oleh Amangkurat I.

Banner Iklan Media Jatim

“Padahal pangeran asal Madura itu merupakan sosok yang sangat gigih sekali memerangi penjajah pada saat itu,” ujarnya.

Saat ini, kata Basith, Disporabudpar tengah mencari dokumen literatur sejarah yang menerangkan tentang perjuangan Pangeran Trunojoyo melawan Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) alias Belanda pada 1646 silam.

“Naskah-naskah kuno yang menceritakan perjuangan Trunojoyo itu sangat dibutuhkan sebagai modal kami untuk mendukung gelar Pahlawan Nasional untuk Trunojoyo,” paparnya.

Baca Juga:  Temukan 13 Anggota PPS Bermasalah, Bawaslu Sebut KPU Sumenep Teledor!

Basith menambahkan, kemungkinan literatur yang menyebutnya Trunojoyo sebagai pahlawan itu memang sulit ditemukan, sebab sejarah bergantung kepada penguasa.

“Tetap kami terus cari literatur sejarah kunonya, agar perjuangan para leluhur mempertahankan tanah air Madura, khususnya Sampang bisa dianggap positif bukan malah negatif di mata sejarah,” pungkasnya.(rif/faj)