Sumenep, mediajatim.com — Disahkannya revisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sumenep Tahun 2023-2043 pada Rabu (8/11/2023) kemarin, mendapat sorotan dari pemerhati lingkungan.
Salah seorang pemerhati lingkungan yang ikut menyoroti revisi Perda RTRW Sumenep ini adalah K. A. Dardiri Zubairi.
Pengasuh Pondok Pesantren Nasy’atul Muta’allimin, Desa Gapura Timur, Kecamatan Gapura ini mengatakan, revisi Perda RTRW Sumenep ini bukti bahwa pemerintah lebih berpihak kepada kepentingan pemodal.
“Perda ini memang disiapkan untuk menyambut investasi, khususnya di sektor pertambangan,” ungkapnya, Selasa (14/11/2023).
Pria yang akrab disapa Kiai Dardiri itu membeberkan bahwa sejatinya banyak hal yang nampaknya disembunyikan dalam revisi Perda RTRW ini.
“Misalnya, dalam Pasal 130, hanya menyebut tambang. Tetapi tidak disebut di mana wilayahnya dan berapa luas konsesinya. Berbeda dengan Perda RTRW Nomor 12 tahun 2013 yang menyebut wilayah dan luas lahannya,” paparnya.
Makanya, kata Kiai Dardiri, Perda ini ditolak oleh banyak kalangan termasuk tokoh-tokoh pesantren. Karena industri pertambangan, termasuk fosfat, yang dalam Perda ini dilegalkan, hanya akan memberikan mudarat besar terhadap lingkungan, termasuk ancaman krisis air di Sumenep.
Selama ini saja, ucap Kiai Dardiri, konflik agraria di Sumenep sudah banyak, terakhir di Gersik Putih. Tetapi fakta ini ternyata belum cukup menggedor nurani pemerintah.
“Pengesahan revisi Perda RTRW Sumenep ini menunjukkan bahwa tidak ada iktikad baik dari pihak eksekutif maupun legislatif,” ujarnya.
Pemkab dan DPRD Sumenep, kata Kiai Dardiri, tidak pernah menghitung ongkos sosial dan ekologis akibat disahkannya Perda ini. Karena bisa dipastikan, dengan adanya Perda ini, Sumber Daya Alam (SDA) yang selama ini dilestarikan akan mengalami banyak kerusakan.
“Jika selama ini pemerintah berbicara tentang pembangunan yang berkelanjutan, itu semuanya omong kosong. Saya pribadi berkesimpulan, seperti tidak ada gunanya punya pemerintah kalau tidak pernah mendengar suara rakyatnya,” paparnya.
Karenanya, penulis buku Politik Agraria Madura ini mendorong semua elemen untuk bersuara terkait revisi Perda RTRW yang mengancam lingkungan di Sumenep ini.
“Saya mendesak semua elemen membunyikan alarm bahwa Sumenep akan menjadi daerah bencana sosial dan ekologi,” paparnya.
mediajatim.com juga telah menghubungi Ketua Pansus Raperda RTRW Sumenep Dul Siam dan wakilnya Zainal Arifin melalui pesan WhatsApp dan sambungan telepon. Namun hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan.(mj21/faj)