Pamekasan, mediajatim.com — Pleno hasil rekapitulasi suara DPRD Kabupaten di Dapil II Pamekasan (Palengaan-Proppo) sudah selesai.
Di Kecamatan Proppo, pleno sudah selesai beberapa hari lalu. Di Kecamatan Palengaan, pleno tuntas pada Minggu (25/2/2024) malam.
Ketua PPK Palengaan Imam Khairullah menyebut, pleno tuntas pada pukul 22.00 WIB. “12 saksi partai bersedia tanda tangan, tiga saksi partai (PKB, PPP dan PAN, red) tidak tanda tangan,” kata Imam, Senin (26/2/2024).
Karena prosedur sudah dilakukan, kata Imam, maka tahapan pleno pun tetap disahkan. “Dari awal pleno hingga akhir pleno, segala prosedur sudah kita lakukan, dan hanya tiga saksi yang mengajukan keberatan,” terangnya.
Imam menambahkan, di dalam PKPU Nomor 5 Tahun 2024 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum, jika terdapat saksi yang tidak bersedia menandatangani, maka pleno tetap bisa dilanjutkan dengan tanda tangan saksi lain dan PPK yang bersedia.
Landasan ini diatur pada Pasal 19 dari Ayat 1 sampai dengan Ayat 6. “Dan kita sudah mencatat keberatan saksi partai dalam formulir kejadian khusus atau keberatan saksi-KPU,” jelasnya.
Namun, begitu proses pleno kecamatan selesai, Minggu (25/2/2024), dari DPD PAN Pamekasan datang ke Kecamatan Palengaan, Senin (26/2/2024).
“PAN minta hitung ulang lima desa, dan kami gak bisa putuskan, kalau ada temuan silakan ke Bawaslu, dan Bawaslu yang rekomendasikan,” papar Imam.
Sementara Ketua Panwascam Palengaan Umar Faruq mengatakan bahwa pleno di kecamatan sudah selesai disahkan.
“Selebihnya itu menjadi ranah KPU dan Bawaslu,” tutur Umar, Senin (26/2/2024).
Usai pleno di Kecamatan Palengaan selesai, juga beredar video 28 detik warga meminta PPK untuk melakukan hitung ulang di sejumlah TPS, Senin (26/2/2024).
Termasuk, DPD PAN Pamekasan juga meminta ke PPK agar TPS 27 dan 28 di Desa Palengaan Daya agar digelar pemungutan suara ulang (PSU).
Di sejumlah media, Sekretaris DPD PAN Pamekasan Heru Budhi Prayitno mengatakan, bahwa permintaan PSU karena di dua TPS ini undangan model C6 tidak disebar kepada warga.
Selain itu, Heru juga menyinggung adanya dugaan penggelembungan suara di lima desa: Palengaan Laok, Banyupelle, Larangan Badung, Angsanah dan Panaan.
“Kami minta di lima desa ini dihitung ulang,” terang Heru, Senin (26/2/2024).
Apa yang disampaikan dan diminta DPD PAN Pamekasan di atas disebut-sebut tidak masuk akal dan cenderung mengada-ngada.
Salah seorang pegiat politik Madura I’am Holil menerangkan bahwa meminta PSU di 2 TPS dengan alasan masyarakat tidak menerima undangan dan tidak mengetahui hari itu adalah pencoblosan jelas mengada-ngada.
“Undangan disebar beberapa hari sebelum hari pencoblosan. Kalau memang tidak menerima undangan, masyarakat sendiri seharusnya yang protes pada saat itu, sampai 10 hari kemudian juga kami lihat tidak ada laporan, baru setelah rekapitulasi di tingkat kecamatan selesai baru ada aduan setelah salah satu Caleg atau partai kalah dalam perolehan suara, ini aneh,” kata I’am, Senin (26/2/2024) malam.
Termasuk permintaan DPD PAN agar ada hitung ulang di lima desa dengan alasan adanya dugaan penggelembungan suara juga tidak logis.
“Selama proses penghitungan di TPS dan rekapitulasi di kecamatan sampai selesai, semua proses dan mekanisme kami cek sudah dilaksanakan, dan tidak ada masalah atau selisih data yang menyebabkan harus hitung ulang berdasarkan ketentuan dan peraturan yang ada,” papar I’am.
Namun, lanjut I’am, setelah rekapitulasi dinyatakan selesai, ada Caleg atau partai yang diduga kalah dalam penghitungan atau rekapitulasi yang kemudian tidak puas dengan hasil dan menuntut sesuatu yang tidak masuk akal.
“Jadi, dapat disimpulkan bahwa berkaitan dengan masalah di Dapil II, ini murni sengketa hasil atau ketidakpuasan kontestan atas hasil penghitungan atau rekapitulasi,” bebernya.
Para pihak yang tidak puas dengan hasil penghitungan dan rekapitulasi yang sudah berjalan sesuai dengan ketentuan dan mekanisme yang ada, kata I’am, sebaiknya menempuh jalur yang dibenarkan menurut ketentuan peraturan yang berlaku sesuai Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
“Silakan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, agar tidak mengintimidasi penyelenggara dan menghentikan tahapan rekapitulasi yang sedang dan sudah berjalan, karena hal demikian adalah pidana pemilu, apalagi sampai memprovokasi masyarakat yang menyebabkan terjadinya kegaduhan dan gangguan Kamtibmas,” pungkasnya.(*/ky)