Sulaisi Sebut Ada 4 Poin Janggal: Bahriyah Ternyata Tak Punya Akta Hibah dan Letter C!

Media Jatim
Sulaisi Kasus Bahriyah
(Dok. Media Jatim) Penasihat Hukum Pidana Sri Suhartatik, Sulaisi Abdurrazaq.

Pamekasan, mediajatim.com — Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan kembali menggelar sidang lanjutan gugatan atas tanah milik warga Kelurahan Gladak Anyar, Kecamatan Pamekasan, Sri Suhartatik (31), Kamis (2/5/2024) kemarin.

InShot_20241111_121036630
InShot_20241111_154314461

Penasihat Hukum Pidana Sri Suhartatik, Sulaisi Abdurrazaq, membeberkan empat poin janggal dalam sidang lanjutan perkara gugatan Bahriyah ke Tatik.

“Pertama, soal alat bukti hak milik sebelum terbit sertifikat yaitu letter C 2208 yang diperoleh dari hibah dari letter C 1371,” ungkap Sulaisi kepada mediajatim.com, Senin (6/5/2024).

Kata Sulaisi, setelah letter C asli dibawa oleh Lurah Gladak Anyar, penggugat tidak mempunyai akta hibah dan tidak memiliki letter C 2208.

“Letter C 2208 hanya disebutkan nomornya namun tidak ada dan tidak tercantum atas nama milik siapa. Karena itu penggugat (Bahriyah, red) tak bisa mengklaim bahwa objek itu miliknya. Adanya hanya dalam IPEDA/SPPT PBB. Sementara IPEDA/SPPT PBB bukan alat bukti hak milik,” jelas Sulaisi.

Baca Juga:  Perumahan Samatan Asri, Kawasan Tertib Physical Distancing

Catatan kedua, soal tahun lahir penggugat yakni 1963 dan tahun hibah 1975. Artinya, kata Sulaisi, Bahriyah menerima hibah saat usia masih 12 tahun dan masih di bawah umur.

Dinas lingkungan hidup kabupaten sumenep_20241112_113109_0000
IMG-20241113-WA0037

“Fakta ini bertentangan dengan nalar, karena hibah itu harus ada akad antara pemberi dan penerima hibah,” paparnya.

Ketiga, lanjut Sulaisi, soal muasal obyek sengketa sebagai harta waris milik Jatim P. Butum. Dia mengatakan bahwa seharusnya ditentukan terlebih dahulu siapa saja ahli warisnya dan apa saja hartanya.

“Sebab, jika 100 persen hibah diberikan kepada satu anak, sementara Jatim P. Butum punya 16 anak, maka hibah itu pasti mengganggu bagian waris dari anak-anak lainnya. Karena itu dapat dikatakan bahwa belum jelas siapa saja ahli warisnya,” ujarnya.

Baca Juga:  Pimpin Upacara Harlah Pancasila, Pj Bupati Pamekasan Sebut Indonesia Bisa Hadapi Krisis Global 

Selain itu, tambah Sulaisi, untuk menentukan berapa bagian dari masing-masing ahli waris seharusnya diajukan melelui pengadilan yang berwenang. Apabila beragama Islam maka yang berwenang memeriksa dan memutus adalah Pengadilan Agama.

“Keempat, adanya dugaan keterangan palsu yang mencolok selain dalam SPPT 2016, salah satunya tahun lahir penggugat. Dalam gugatan dan KTP, penggugat lahir 1963, namun dalam sertifikat penggugat dimanipulasi menjadi lebih tua, yaitu 1953,” pungkasnya.

mediajatim.com sudah berupaya mengonfirmasi hal itu ke Kuasa Hukum Bahriyah, Ach. Supyadi.

Media ini tiga kali menelepon dan mengirim dua pesan WhatsApp sekitar 17.06 WIB, Senin (6/5/2024), namun, tidak direspons.(rif/ky)