web media jatim
Brosur UIJ Sosial Media-01

Untuk Bupati Sumenep: Ambulans Laut Lebih Mendesak daripada Empat Mobil Dinas Anda

Media Jatim
Moh Syamsul Arifin
Moh. Syamsul Arifin

Saya warga Sumenep. Lahir dan besar di wilayah daratan. Tapi belakangan ini, saya justru lebih sering memikirkan nasib saudara-saudara saya di pulau yang terpisah ombak dan dilupakan anggaran.

Hati saya terusik ketika membaca tulisan media yang mengungkap Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo memiliki empat mobil dinas. Salah satunya seharga Rp2 miliar.

Uang sebanyak itu, kalau digunakan untuk membeli ambulans laut, mungkin bisa menyelamatkan satu-dua nyawa yang selama ini meninggal hanya karena tak sempat tiba di rumah sakit di daratan.

Saya tidak sedang mencibir hak-hak fasilitas pejabat. Saya tahu, jabatan kepala daerah secara otomatis akan disertai kendaraan operasional.

Sebenarnya bukan soal boleh atau tidak. Pertanyaannya, pantaskah? Dalam konteks Sumenep hari ini, ada kasus warga yang meninggal di tengah laut karena tak tersedia kapal ambulans.

Dua bulan yang lalu, seorang ibu muda dari Pulau Masalembu mengembuskan napas terakhir di tengah perjalanan laut yang panjang.

Dia hendak melahirkan. Tapi harus dirujuk ke RSUD Sumenep. Ia harus menunggu jadwal kapal swasta yang hanya berlayar sekali waktu, dan menempuh 15 jam menuju daratan.

Sayangnya, waktu tak bersedia menunggu. Ia meninggal di atas kapal.

Kita boleh saja terus berbicara tentang pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan loncatan digitalisasi.

Baca Juga:  PMII dan Pilgub

Tapi, ketika satu warga saja masih harus bertaruh nyawa untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, maka semua jargon itu tak ubahnya seperti dekorasi palsu di atas panggung yang rapuh.

Sumenep bukan daratan belaka. Sumenep juga terdiri dari kepulauan yang hanya bisa diakses melalui jalur laut, dengan transportasi yang terbatas dan cuaca yang tidak menentu.

Di banyak pulau, Puskesmas beroperasi seadanya. Dan yang paling menyakitkan hingga hari ini, belum ada satu pun ambulans laut milik pemerintah yang beroperasi untuk melayani mereka.

IMG-20250502-WA0029
IMG-20250502-WA0027
IMG-20250502-WA0028
IMG-20250502-WA0031
IMG-20250502-WA0030

Ambulans laut bukan soal proyek, bukan kebijakan yang bisa ditunda sambil menunggu ketersediaan anggaran tahun berikutnya. Ini adalah kebutuhan darurat.

Setiap detik keterlambatan bisa berarti kematian. Dan kematian karena ketiadaan akses kesehatan adalah bentuk paling nyata dari kelalaian pemerintah.

Saya paham, pembelian mobil dinas mungkin sudah melalui prosedur. Ada dokumen, ada persetujuan legislatif. Namun kita semua harus paham, bahwa legalitas bukanlah jaminan moralitas.

Pak Bupati, mobil dinas yang Anda gunakan dibeli dari pajak rakyat.

Uang itu berasal dari petani garam yang bekerja di bawah terik matahari, dari nelayan yang berjibaku melawan ombak, dari warga yang membayar pajak kendaraan, retribusi dan seterusnya.

Baca Juga:  Tajamara: Ruang Terbuka Hijau yang Cocok untuk Bersantai

Saya menulis ini bukan karena benci. Saya tidak anti pada pejabat, tidak pula alergi pada fasilitas.

Tapi, saya sakit hati melihat prioritas yang tak berpihak pada mereka yang hidup jauh dari pusat kota, di pulau-pulau yang hanya terdengar saat musim Pemilu tiba.

Apakah seorang bupati tak bisa cukup dengan satu mobil dinas yang layak? Apakah kenyamanan perjalanan lebih penting daripada keselamatan warga? Apakah tidak bisa memberikan kapal medis yang siap berlayar saat warga sakit keras di tengah malam?

Mungkin tulisan ini akan dianggap cerewet. Tapi lebih baik cerewet daripada bungkam di tengah ketimpangan. Lebih baik bicara hari ini daripada terus membiarkan nyawa demi nyawa melayang tanpa pembelaan.

Pak Bupati, ambulans laut lebih penting daripada empat mobil dinas. Karena kemewahan Anda tidak akan menyelamatkan siapa pun. Tapi satu kapal medis bisa mengantarkan harapan di antara ombak yang tak pernah diam.(*)

_____
*penulis bernama Moh. Syamsul Arifin, wartawan Media Jatim. Lahir dan tinggal di Sumenep.