web media jatim
Brosur UIJ Sosial Media-01

Bupati Sumenep dan Pencitraan yang Tak Bebaskan Rakyat dari Kesengsaraan

Media Jatim
Bsps sumenep
Ikhwan Fajarisman

Saya menelepon salah seorang penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) 2024 di Pulau Sakala, Kecamatan Sapeken, pada 28 April 2025 lalu.

Saya bertanya banyak hal. Dia pun menceritakan banyak hal tentang pengalaman buruknya sebagai penerima BSPS 2024.

Cerita lengkap penerima BSPS 2024 dari ujung timur Provinsi Jawa Timur bisa Anda baca di link ini.

Saat menelepon ibu korban dugaan penyelewengan BSPS tersebut, saya gemetar. Handphone yang saya pegang, saya letakkan di atas meja agar tidak jatuh.

Anggaran BSPS yang semestinya diterima Rp20 juta, tidak sepeser pun dia terima.

Kala itu, dia hanya diminta berfoto dengan memegang segepok uang. Lalu, uang itu diminta lagi oleh oknum aparat desa berinisial J dan petugas BSPS.

Cerita pilu penyimpangan BSPS 2024 di Sumenep tidak hanya dialami si ibu seorang. Banyak penerima dari kepulauan dan daratan di Sumenep yang menjadi korban keserakahan;segelintir oknum.

Irjen Kementerian PKP RI Heri Jerman akhirnya turun lapangan untuk mengawal kasus ini pada akhir April.

IMG-20250520-WA0141

Heri berkomunikasi ke beberapa penerima BSPS di kepulauan. Dia juga mengungkap fakta-fakta penyimpangan.

Tidak sampai di situ, dia menyerahkan temuan penyimpangan BSPS ke Kejari Sumenep agar diusut tuntas.

Korban penyimpangan BSPS kini tinggal menunggu sosok pahlawan. Pahlawan yang bisa mengembalikan hak mereka. Atau, setidak-tidaknya hadir berbela sungkawa untuk mengobati duka lara.

Sosok pahlawan itu, siapa lagi kalau bukan Bupati dan Wabup Sumenep. Dua figur yang selalu petantang-petenteng menggotong tag line Sumenep “Bismillah Melayani”.

Meski bukan ahli bahasa, saya sangat meyakini bahwa konotasi tag line dua orang tertinggi di Pemkab Sumenep itu yakni berdedikasi, berjuang dan bekerja untuk kesejahteraan masyarakat.

Baca Juga:  Selama 9 Bulan, 13 Ribu Penduduk Sumenep Pindah ke Luar Kota 

Akan tetapi, jika melihat kealpaan orang nomor satu dan nomor dua dalam kasus penyimpangan BSPS ini saya justru bertanya-tanya:

Melayani siapa? Bekerja dan berjuang untuk siapa? Dan dedikasinya kepada siapa?

Ketika Irjen Heri datang saja tidak ditemui oleh Bupati Sumenep. Padahal, Irjen Heri datang untuk mengetahui korban penyimpangan BSPS yang korbannya adalah rakyat Sumenep.

Alasan tidak menemui Irjen Heri akhirnya terjawab usai Festival Jaran Serek di Pendapa Agung Keraton, Senin (5/5/2025) kemarin.

Bupati Fauzi menyebut dengan jelas bahwa BSPS bukan tanggung jawab Pemkab Sumenep.

“BSPS urusan pusat, bukan urusan kita. Mekanismenya dilihat. Kan, enggak ada yang tanda tangan kita”–sebagaimana Anda bisa juga baca di mediajatim.com.

IMG-20250502-WA0029
IMG-20250502-WA0027
IMG-20250502-WA0028
IMG-20250502-WA0031
IMG-20250502-WA0030

Kata Fauzi, Pemkab Sumenep tidak pernah mengajukan BSPS 2024 ke pemeritah pusat. Kata Fauzi, “Pengajuannya dari siapa? Kita juga enggak mengajukan.”

Dan karena itulah, Bupati Fauzi merasa logis apabila tidak menemui Irjen Heri Jerman saat datang ke Sumenep untuk audiensi pada 28 April 2025.

“Apa urusannya dengan kita? Kita, kan, enggak tahu. Kalau ada masalah baru ke kita,” katanya.

Kalimat “bukan urusan kita” rasanya benar-benar menyayat hati masyarakat. Kalimat yang amat singkat, namun dapat memantik narasi panjang dan opini publik terhadap orang nomor satu ini.

Pemkab memang tidak mengajukan program BSPS 2024. Namun, bantuan Rp109,8 M dari pusat itu untuk 5.490 rumah warga berpenghasilan rendah. Obyeknya jelas, rakyat Sumenep yang terkategori miskin.

Baca Juga:  Meretas Benturan Agama dan Logika Menghadapi Corona

Namun, Bupati Fauzi memilih cuek dan mengatakan bukan urusannya. Dia berdalih tidak pernah mengajukan. Dan Fauzi tidak punya urusan dengan penyimpangan BSPS. Siapa pun itu yang menerima.

Jadi, meski penerima BSPS mau merengek, berteriak dan menjerit sekalipun, Bupati Fauzi sepertinya tidak akan ikut mengusut dan menyelesaikan masalah BSPS ini. Begitulah kira-kira kesimpulan dari pernyataan Bupati Fauzi.

Saya tidak bermaksud merusak reputasi atau citra Bupati Fauzi. Tapi, statement Fauzi di atas sungguh tidak etis sebagai figur publik.

Ungkapan itu menunjukkan ketidakmampuan Bupati Fauzi mengimplementasikan etos tag line “Bismilah Melayani” yang dia buat sendiri.

Saya rasa gemuruh polemik BSPS ini bisa segera selesai jika Bupati Fauzi turun tangan. Sebab, dia pemangku kebijakan daerah.

Dia juga bisa dengan mudah berkoordinasi dengan Kejari dan Polres setempat untuk membongkar dugaan korupsi BSPS.

Akan tetapi, Bupati Fauzi memilih jalan lain. Dia memilih mangkir dari tugasnya sebagai pengayom rakyat Sumenep yang terzalimi.

Sementara rakyatnya, menjerit meminta bantuan agar haknya dikembalikan secara utuh untuk memperbaiki rumah yang hampir roboh dan tidak laik huni.

Bupati Sumenep, perhatian Anda kepada korban penyimpangan BSPS jauh lebih penting ketimbang sekadar senyam-senyum di depan kamera dan membangun citra melalui berbagai festival.

Sebab, senyam-senyum di depan kamera dan membangun pencitraan tidak akan membebaskan rakyat dari jurang kesengsaraan.

Justru citra sebagai pemimpin daerah akan semakin melejit jika Fauzi justru turut serta membongkar kasus penyimpangan BSPS yang menimpa rakyatnya sendiri.(*)

_____
*Penulis adalah Ikhwan Fajarisman, warga Kecamatan Lenteng, wartawan Media Jatim.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *