10 Januari 2016, seorang tokoh asal Madura, Prof. Achsanul Qosasi mengakuisisi klub sepak bola bernama Pelita Bandung Raya (PBR) lalu mengubah namanya menjadi Madura United.
Beberapa tahun sebelumnya, pria kelahiran Sumenep itu memanajeri Persepam Pamekasan dan menambahkan frasa Madura United di belakangnya menjadi Persepam Madura United.
Dalam berbagai wawancara, kenapa Madura United menjadi frasa favorit prof. AQ untuk menamai klub sepak bola yang berada di bawah kendalinya, tak lain karena keinginan kuatnya untuk menjadikan klub itu sebagai pemersatu dan perekat emosional masyarakat Madura.
Tanpa memandang dari mana mereka berasal, dari Sumenep, Pamekasan, Sampang ataukah dari Bangkalan, semuanya satu, unity dalam sèttong dere, Madura.
Melalui Madura United yang konsisten berkiprah di liga utama Indonesia, misi itu tidak hanya untuk mepersatukan komunitas Madura tapi juga untuk membangun mental masyarakatnya.
Prof. AQ secara intens menyampaikan gagasannya, menyampaikan nilai-nilai klub pada manajemen, pada pemain, pada staf pelatih, pada suporter dan pada semua yang terlibat di Madura United.
“Orang Madura itu tidak mau kalah, maunya menang terus, bagi mereka kalah itu aib. melalui sepak bola saya ajarkan bagaimana menikmati kekalahan dan menyukuri kemenangan. Pada akhirnya, melalui sebuah kompetisi, Orang Madura sudah belajar untuk menerima kekalahan dengan layak,” terang prof. AQ pada momen halalbihalal di Sumenep, 21 April 2025.
Klub dikelola secara profesional, manajemen ditata dengan baik, fasilitas penunjang diperbaiki, urusan gaji pemain tidak pernah nunggak.
Ini sebagai langkah memperbaiki diri sebelum memperbaiki hal di luar diri. Karena tidak mungkin memperbaiki sesuatu jika yang memperbaiki tidak baik, setidakmungkin memadamkan api menggunakan bensin.
Konsistensi itu dijaga sebagai role model bagi sesuatu yang ingin dibenahi. Bentuk keseriusan itu bisa dilihat secara tersurat dalam AFC Club Licensing Committe (CLC) dari federasi sepak bola Asia yang sudah dikantongi tujuh kali berurut.
Berikutnya, 90 menit di lapangan adalah muka sebuah klub.
Karena itulah apa yang pemain tampilkan, attitude mereka di arena lapangan hijau, karakter mereka dalam bertanding sebagai sebuah tim adalah perwajahan manajemen secara keseluruhan dan misi yang mereka emban.
Daya juang, bertarung sampai akhir adalah karakter Madura United yang paling kencang didengungkan untuk memompa spirit tim di kala jaya ataupun terpuruk.
Tapi daya juang itu dilakukan tanpa mencederai sportivitas itu sendiri, perjuangan adalah perjuangan, bertarung sampai akhir untuk tujuan yang ingin dicapai dengan cara yang benar.
“Kami tekankan kepada semua pemain, bangun jika jatuh, kejar jika tertinggal, dan rebut jika kehilangan,” kata Prof. AQ
Madura United melakukannya, agar Indonesia menyaksikan bahwa itu mental Madura. Mental yang mendapatkan penghargaan dari PT LIB sebagai tim paling fair play pada tahun 2022.
Terakhir, pemain ke-12. Pernahkah Anda mendengar suporter Madura United melempari bus pemain lawan? Pernahkah Anda mendengar K-Conk Mania, Taretan Mania, Trunojoyo Mania atau Peccot Mania bikin onar?
Perilaku-perilaku anarkis dan rasis tidak akan dilakukan suporter Madura United, karena itulah yang sedang dibangun sang owner, tidak hanya untuk penggemar sepak bola, tapi untuk Masyarakat Madura seluruhnya.
Sebaliknya, mereka tertib, patuh pada regulasi dan santun saat mendukung.
Nilai yang terus dianut, dibawa pulang dari stadion lalu ditularkan pada orang-orang terdekat.
Tak perlu kita sebut berapa penghargaan yang sudah orang Madura dapatkan atas sikap kolektif mereka saat mendukung Madura United.
Tapi mari cermati apa yang Kapolres Gresik AKBP Rovan Richard Mahenu sampaikan beberapa waktu lalu.
“Kesadaran dan sikap tertib para suporter malam ini sangat membanggakan. Ini bukti kedewasaan dalam mendukung,” ucapnya, 17 April 2025.
Madura United, Mes Que Un Club. Kita pinjam dulu motto milik Barcelona ini untuk menggambarkan klub yang berbasis di Pamekasan itu.
Madura United tidak hanya soal 90 menit di lapangan, tidak soal menang dan kalah, tidak hanya soal stadion, tidak hanya soal trofi, tidak juga soal bisnis. Ia lebih dari sekadar klub.(*)
_____
*Penulis Abdul Kholisin, wartawan dan Litbang Media Jatim.