InShot_20250612_093447937

3 Hari Sumenep Terendam Banjir, Pengamat Soroti Tata Ruang Pemkab yang Amburadul!

Media Jatim
Banjir
(Ikhwan Fajarisman/Media Jatim) Warga melintas di Jalan Pamekasan-Sumenep, Desa Patean, Kecamatan Batuan, Sumenep, yang masih terendam banjir, Kamis (15/5/2025).

Sumenep, mediajatim.com — Desa Babbalan dan Desa Patean, Kecamatan Batuan serta Desa Nambakor, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep dilanda banjir sejak Selasa (13/5/2025) kemarin.

InShot_20250611_121708493
InShot_20250611_121725186
InShot_20250611_121808313
InShot_20250611_121920141
InShot_20250611_121834221

Tiga desa di Sumenep yang sudah tiga hari dilanda banjir ini menjadi sorotan pemerhati dan pengamat lingkungan.

Komite Etik Nasional Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) K. A. Dardiri Zubairi menjelaskan bahwa banyak faktor yang menyebabkan banjir di Kota Keris ini.

“Selain curah hujan yang tinggi, bisa juga karena persoalan drainase yang disebabkan oleh perilaku warga membuang sampah sembarangan,” ucapnya, Kamis (15/5/2025).

Namu, lanjut Kiai Dardiri, sampah dan curah hujan bukan penyebab satu-satunya Sumenep dilanda banjir hingga saat ini.

InShot_20250611_121151641

Penyebab yang paling urgen masifnya banjir hari ini, kata Kiai Dardiri, justru akibat kebijakan Pemkab dalam penataan ruang dan wilayah.

Baca Juga:  Diburon 2 Tahun, Kakek Tersangka Pencabulan Anak Berhasil Diringkus Polres Pamekasan

Kiai Dardiri menilai, regulasi tata ruang dan wilayah di Sumenep selama ini amburadul, sehingga saat curah hujan tinggi menyebabkan banjir di mana-mana.

“Ke arah selatan Sumenep kota sebenarnya sawah produktif yang dilindungi dalam undang-undang. Dalam artian, tidak boleh dialihfungsikan ke bentuk pemanfaatan ruang lain, terutama bisnis seperti perumahan, perhotelan dan rumah sakit,” imbuhnya.

Selain sebagai ketahanan pangan, lanjut Kiai Dardiri, persawahan juga berfungsi sebagai lahan resapan air saat musim hujan.

IMG-20250614-WA0027

“Jadi jika sawah dialihfungsikan sebagai lahan bisnis, maka ketika curah hujan tinggi air tidak menemukan jalur untuk terserap ke bawah tanah. Dan ini yang mengakibatkan genangan dan banjir,” terangnya.

Lebih lanjut Kiai Dardiri menerangkan bahwa masifnya pertambangan di Sumenep kini juga berdampak terhadap semakin tingginya fenomena banjir.

“Misalnya seperti galian C di belakang Asta Tinggi yang sangat jelas merusak alam dan lingkungan. Aktivitas pertambangan itu kan menghabisi pohon sebagai salah satu penyebab air semakin cepat meresap ke bumi,” jelasnya.

Baca Juga:  Wadahi Kreativitas Siswa SMA se-Jatim, UTM Gelar English Month 2024 

Pria yang juga menjadi Penasihat Observe Madura (OM) itu menuturkan bahwa ketika alam atau lingkungan rusak dan tidak seimbang, maka akan menjadikan ancaman bagi manusia.

“Aktivitas pertambangan berkaitan dengan kebijakan publik dari Pemkab Sumenep. Jika tata ruang dan wilayah tidak diperbaiki, maka bencana banjir ini akan terulang kembali di masa yang akan datang dengan volume lebih besar dan berlangsung lama,” tegasnya.

Terpisah, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumenep A Laili Maulidy menyampaikan, banjir kini sudah menyusut di Desa Babbalan, Kecamatan Batuan dan Desa Nambakor, Kecamatan Saronggi.

“Di Desa Patean, Kecamatan Saronggi sebenarnya sudah menyusut juga di beberapa titik. Cuma, ada di beberapa titik yang masih tergenang air cukup tinggi akibat jebolnya Tanggul Kalianjuk di desa setempat,” ucapnya.(man/faj)