Opini  

Peran Masyarakat dalam Pemilu 2019 sebagai Barometer Demokrasi di Indonesia

Media Jatim

Peran masyarakat pada Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2019 sangat menentukan arah demokrasi dan kemajuan suatu bangsa. Sejalan dengan undang – undang dasar negara republik indonesia 1945 pasal 1 ayat 2 “ Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang dasar”. Kualitas partisipasi politik masyarakat dalam pemilu akan sangat ditentukan apakah semua masyarakat yang telah memenuhi wajib pilih dapat memberikan suaranya, apakah masyarakat diberikan akses atau kemudahan dalam memilih serta apakah masyarakat dapat memilih pemimpin yang benar-benar berkualitas yang didasarkan pada keyakinan dan keperayaan pada calon yang ia pilih.

Berbicara tentang pemilih dalam pemilihan umum (Pemilu) 2019 sangat menarik untuk kita perhatikan karena menjadi salah satu masalah yang paling rumit dan banyak menjadi sorotan berbagai pihak. Dalam pemilu, pemilih merupakan hal yang paling membahayakan dalam perjalanan demokrasi di indonesia, karena sangat erat kaitannya dengan perampasan hak rakyat untuk ikut andil dalam menyampaikan hak politiknya dan bertentangan dengan Undang–undang Nomor 7 tahun 2017 pasal 198 (ayat 1) yang berbunyi “warga negara indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih”.

Baca Juga:  KPU Pamekasan: Pencermatan Jadi Senjata Menyikapi Dinamika DPT

Dalam hal ini Penetapan pemilih merupakan bagian terpenting dari serangkaian sistem penyelenggaraan pemilu yang memiliki posisi penting dalam pelaksaan pemilu yang demokratis. Demi menjamin persamaan dan keadilan warga negara dalam menggunakan hak politiknya menjadikan penetapan pemilih mesti dipastikan terlebih dahulu bahwa setiap warga negara telah diakomodir secara keseluruhan tanpa terkecualikan untuk terlibat dalam Pemilu.

Penetapan pemilih merupakan parameter tingkat derajat demokrasi di dalam suatu negara. Semakin banyak pemilih yang terdaftar dalam data pemilih, maka semakin tinggi tingkat demokrasinya, dan sebaliknya, semakin sedikit pemilih yang terdaftar dalam data pemilih maka nilai demokrasinya akan semakin rendah.

Setiap pemilihan Umum ( Legislatif, DPR, DPRD, DPD dan Eksekutif, Presiden dan wakil presiden) salah satu kegiatan utama Komisi pemilihan Umum (KPU) adalah menyusun daftar calon pemilih yaitu daftar pemilih tetap (DPT) dan daftar pemilih sementara (DPS), tentunya kegiatan ini membutuhkan keterlibatan banyak pihak, energi dan Biaya. Penetapan pemilih yang faktual dan valid merupakan tindakan penting demi menjamin dari aspek kedaulatan rakyat tersebut.

Pertama penetapan pemilih yang faktual maksudknya adalah data pemilih yang ditetapkan merupakan data terbaru, kekinian, dan tidak ada pemilih yang terdaftar sebagai pemilih yang sebenarnya telah memiliki hak untuk memilih. Kedua penetapan pemilih yang valid maksudnya adalah data pemilih memang benar – benar ada dan jumlahnya ada sesuai data pemilih yang memiliki hak untuk memilih, artinya tidak ada kelompok atau masyarakat yang dimarginalkan dalam upaya penetapan pemilih.

Baca Juga:  Solusi Pengelolaan Hutang BUMN

Semakin tinggi tingkat peran masyarakat dalam pemilu merupakan bukti semakin kuatnya wujud demokrasi dalam suatu negara. Hasil akhir yang sesungguhnya diharapkan dari pemilu adalah melahirkan kepemimpinan nasional yang ideal, dan wakil-wakil rakyat yang baik yang mampu membawa aspirasi rakyat. Kenyataan selama ini bahwa selain proses pelaksanaan masih bersifat amatiran dan tidak profesional, anggota legislatif terpilih yang dihasilkan lewat proses pemilu masih dianggap punya kualitas rendah, mulai dari keterbatasan profesionalisme kepemimpinan, bermasalah secara hukum serta tidak adanya kemajuan dari daerah yang dipimpinnya sampai saat mengakhiri jabatan sehingga membuat masyarakat semakin apatis untuk berperan penting dalam pemilu.

Ahmad Zairudin, S.H, Koordinator Daerah Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Kabupaten Bondowoso.