Setelah acara Istigasah Akbar yang dihadiri oleh Prof. Dr. KH. Makruf Amin di Stadion Gelora Ratu Pamelingan Pamekasan, ada sejumlah kecil orang, –apalagi nonton, suka sepakbola saja tidak, tiba-tiba ngamuk di medsos.
Seolah keadaan lapangan, terutama rumputnya, rusak parah dan tidak lagi bisa digunakan. Mereka ini, yang penting marah dulu. Persoalan paska acara kondisi lapangan dalam keadaan baik-baik dan tidak ada apa-apa, mereka tidak mau tahu.
Sebelum acara, indikasi bahwa mereka hendak menyudutkan acara ini sangat jelas. Ini dimulai dari propaganda melalui beberapa akun facebook, yang mengatakan bahwa, istigasah akan berjalan sangat sepi. Ternyata, fakta bicara lain.
Ketika acara berjalan, warga yang hadir sungguh diluar dugaan. Lapangan bak lauatan manusia. Sesak. Antusiasme masyarakat Pamekasan luarbiasa menyambut kedatangan seorang ulama ahli fiqih, cucu Syeh Nawawi.
Saya sendiri dan beberapa teman membantu Banser mengawal kehadiran dan mengatur formasi massa agar rapi dan tidak saling berdesakan. Lapangan benar benar padat dengan manusia. Dan yang penting, sangat teratur.
Seakan ingin ikut serta dalam gelombang kebahagiaan ribuan masyarakat yang sedang bertemu Kiai Makruf, hujan pun turun menyaksikannya. Sunhanallah. Meski begitu, hadirin tetap tenang sembari menunggu tausiyah beliau.
Andai, tingkat kehadiran masyarakat dalam acara istigasah ini kecil, yakin tujuh hari tujuh malam mereka yang dalam hatinya menyimpan bara api kebencian, akan tertawa sekerasnya. Kalaupun tak bisa, mereka akan memaksa diri tertawa.
Mereka akan terus begitu. Seperti tak pernah bahagia jika hidup belum bisa nyinyir, produksi kebencian tak pernah berhenti mereka gelorakan.
Lapangan, terutama rumput menjadi topik pembicaraan yang mengemuka hari ini. Entah, mereka tahu apa soal rumput, yang penting menyerang. Rumput ini diblow up habis habisan setelah dua hal: Kehadiran dan sampah.
Jumlah kehadiran dalam sebuah acara yang digelar di lapangan, salah satu aspek kesuksesan acara. Kita bisa saksikan sendiri kemarin bagaimana berjubelnya manusia memenuhi lapangan. Satu hal ini, sudah mustahil digoreng.
Sebuah kegiatan yang dihadiri ribuan orang, pasti menyisakan banyak sampah berupa: kertas, plastik, daun yang dijadikan bungkus para penjual asongan di lapangan. Atau kertas yang dibuat alas duduk orang orang yang hadir.
Namun demikian, setelah acara berakhir, dan orang orang dipastikan keluar dari lapangan, kita yang terdiri dari panitia dan Banser bersama-sama segera memungut satu persatu sampah yang ada.
Agar lapangan betul betul bersih dan kembali ke asal, butuh waktu agak lama. Ini karena, sampah yang ditinggalkan hadirin menyeluruh seluas lapangan.
Mereka yang mencoba membusukkan acara Istigasah Akbar melalui sampah, bisa saja mengambil dokumentasi kondisi lapangan sebelum teman-teman bergerak. Kemudian diberi caption secara brutal dan disiarkan dimedsos.
Keji sekali, bukan?
Padahal, untuk menuntaskan sampah hingga lapangan kembali kinclong kita semua bertahan di sana sampai jam sembilan malam. Akhirnya, bersamaan dengan bersihnya kembali stadion, mereka yang tadinya lantang, kembali sunyi.
Sementara, soal rumput SGRP, sampai detik ini kita masih belum mendengar kerusakan akibat pemakaian acara Istigasah Akbar kemarin. Saya berdoa semoga tidak terjadi apa apa sehingga tidak mengganggu aktivitas pertandingan mendatang.
Meski lapangan dalam keadaan baik baik, tetap saja orang yang karena ketidaksenangannya acara Istigasah Akbar berjalan sukses, mereka ini terus saja memframing seolah olah acara kemarin di SGRP sebuah kesalahan dan harus terus dihakimi.
Tapi, sudahlah. Biarkan mereka begitu. Yang sok perhatian, bahkan ada yang sampai marah marah soal rumput di stadion, eh ternyata mereka nyinyir.
Paham, kan?
Minhaji Ahmad, Fans Juventus bermukim di Perumnas Samatan Asri Kabupaten Pamekasan.