MEDIAJATIM.COM – Setiap detik, ada potensi perubahan dalam iklim politik. Itu memang sebatas teori. Tetapi, sering berbanding lurus dengan praktik di lapangan.
Siapa sangka DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) secara lantang akan mengusung Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dalam bursa pemilihan gubernur (pilgub) 2018. Itu mengingat dua tahun terakhir kader-kader dan pengurus PKB di Jawa Timur getol menyuarakan Abdul Halim Iskandar sebagai kandidat pilgub dari PKB.
“Saya mohon maaf kepada semua pendukung Pak Halim. Saya pesan untuk Pak Halim, saya sudah berusaha tapi belum berhasil,” tegas Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar.
Sebagai Ketua Umum DPP PKB, tentu pihaknya akan taat, mendengarkan, dan tunduk terhadap para ulama yang tentu sangat kita muliakan, seperti Kiai Nawawiyah, Kiai Saiful Islam, Kiai Mutawakkil, Kiai Anwar, dan masih banyak lagi yang sepakat PKB mengusung Gus Ipul.
Keputusan DPP PKB tentu mengejutkan para pendukung Pak Halim. Apalagi, konsolidasi dan promosi slogan Pak Halim “Holopis Kuntul Baris” begitu massif dilakukan hingga ke massa arus bawah. Slogan tersebut merupakan paribasan jawa, yang artinya saiyeg saeka praya, bebarengan mrantasi gawe (wikipedia), maksudnya kurang lebih bekerja dengan gotong royong.
Pak Halim yang merupakan Ketua DPRD Jatim dan PKB Jatim tersebut, kata Muhaimin, sudah menerima atau legowo dengan keputusan DPP PKB. Sebab, keputusan tersebut berpangkal pada surat cinta dari ribuan kiai seJawa Timur dan diperkuat dengan rapat internal kepengurusan DPP PKB.
Perkembangan politik tersebut tentu membenamkan nama Pak Halim yang sebelumnya cukup mencuat ke permukaan. Baliho-baliho dan gerakan simpatik hingga ke masyarakat bawah, tampak langsung hangus begitu saja. Hanya oleh sebuah nama Saifullah Yusuf.
Kondisi tersebut tentu menjadi pil pahit dari seorang Sekretaris PKB Jawa Timur yang kini menjabat sebagai Ketua Fraksi PKB DPRD Jawa Timur, Badrut Tamam. Sudah diketahui publik, pria yang akrab disapa Ra Badrut tak ubahnya dua sisi mata uang dengan Pak Halim. Keduanya selalu bergandengan tangan dalam menjalani terjalnya arena politik.
Sebulan yang lalu, DPP PKB sudah mengeluarkan surat keputusan (SK) untuk mengusungnya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Pamekasan tahun depan. Namun, sebelum Pak Halim terbenam, banyak spekulasi politik yang bermunculan.
Spekulasi tersebut ialah majunya Ra Badrut bergantung Pak Halim. Jika Pak Halim diusung sebagai Calon Gubernur Jatim dan menang, secara otomatis kursi Ketua DPRD Jawa Timur digantikan ke Ra Badrut. Tentu kondisi nyaman tersebut bisa saja membuat Ra Badrut tak tertarik untuk maju dalam Pilkada Pamekasan yang belum tentu menang.
Dalam dinamikanya, terbenamnya Pak Halim tentu akan membuat Ra Badrut makin mantap untuk melangkah ke M1. Karena kursi sebagai orang nomor satu di DPRD Jatim, sudah tertutup rapat-rapat seiring gagalnya Pak Halim sebagai kandidat cagub tahun mendatang.
Kegagalan Pak Halim, tentu tidak boleh terulang. Sebagai anak emasnya, Ra Badrut dituntut untuk bisa menang di Kabupaten Pamekasan. Karena Ra Badrut, disadari atau tidak, menjadi salah satu simbol politik Pak Halim di tataran arus bawah. Jika Pak Halim menyadari kondisi tersebut, tentu menjadi keuntungan besar bagi Ra Badrut.
Kendati demikian, Ra Badrut masih menghadapi jalan terjal. Kehadiran KH Kholilurrahman yang punya pendukung massif dan fanatik di Kota Gerbang Salam merupakan tantangan sebenarnya. Di kalangan masyarakat dan media massa, Kiai Kholil yang kini menjadi wakil rakyat Madura di Senayan, lebih populer ketimbang Ra Badrut.
Gerakan politik Ra Badrut di Pamekasan kalah mentereng ketimbang Kiai Kholil. Ra Badrut terkesan hanya mengandalkan baliho di pinggir-pinggir jalan. Sementara pencitraan di media massa cukup kering. Ra Badrut terkesan mengabaikan pentingnya media.
Lebih parah lagi, Ra Badrut kurang turun ke masyarakat bawah. Berbeda dengan Kiai Kholil yang punya modal sebagai penceramah sering diundang mengisi pengajian keagamaan.
Kiai Kholil lebih membumi. Sementara nama Ra Badrut masih mengawang-awang di angkasa.
Terlepas dari itu, bukan Ra Badrut jika menyerah begitu saja. Pria tampan ini sejauh ini dikenal sebagai politisi cerdas dan kharismatik. Sepanjang menjalani karir politiknya, dia tidak pernah gagal. Selalu mentereng.
Para pendukung Ra Badrut kini menunggu aksi inovasi politiknya yang mendesak untuk segera diperlihatkan. Jika terlambat sedikit, bisa saja nasib politiknya tidak kalah tragis ketimbang Pak Halim. Yakni, bisa kalah telak ke Kiai Kholilurrahman yang pamornya terus melejit. (Redaksi)