Berwisata Sambil Membaca Naskah Tembang Kuno di Banyuwangi

Media Jatim

Oleh: Hasiyah*

InShot_20241111_121036630
InShot_20241111_154314461

Sejarah selalu menjadi hal yang unik untuk dikaji, baik secara kelompok atau sendiri. Sejarah mengajarkan banyak hal termasuk dalam pembentukan karakter terhadap kaum muda, selaku orang yang akan berperan aktif untuk kehidupan bangsa dan Negara kedepannya.

Ketersediaan sumber-sumber kehidupan yang berkaitan jumlah manusia serta kebenaran sejarah selalu menjadi daya tersendiri. Di luar Negeri hal itu disebut dengan Carrying capacity di Indonesia dikenal dengan daya dukung Wilayah. Sedangkan konsep Carrying capacity di Indonesia sangat luas cangkupannya sebab dalam Undang-undang nomor 4 tahun 1982 tentang pengelolaan pokok tentang lingkungan hidup, ada pembagian lingkungan alamiah, sering juga disebut dengan daya dukung wilayah. Ada lingkungan buatan dan lingkungan sosial yang belum diperhitungkan. Kekurang kengkapan konsep tersebut rupanya diantisipasi oleh pembuat Undang-Undang mengenai kependudukan dan keluarga Sejahtera. No 10 Tahun 1992 di sana dijabarkan tiga serangkai yaitu daya dukung Lingkungan, daya dukung Alamiah, daya tampung lingkungan binaan dan daya tampung lingkungan sosial. Daya sejarah menjadi hal yang kuat untuk menjadi perbandingan dan kekuatan terhadap kebenaran. Sejarah memiliki daya yang akan membenarkan jalan yang sesungguhnya tanpa harus ditambah atau dikurangi. Daya sejarah dan daya lingkungan saling berkesinambungan untuk membentuk satu kesatuan karya yang utuh dan alamiah.

Mengambil contoh Sejarah naskah kuno di Banyuwangi yaitu Lontar Yusuf, satu-satunya naskah kuno yang sampai sekarang masih dibaca dan ditembangkan, kesadaran pemuda khususnya sudah tidak lagi memikirkan dan peduli akan daya sejarah dibeberapa tempat khususnya Jawa Timur, daya lingkungan yang memiliki kekuatan tersendiri untuk mendukung sejarah yang telah tercipta. Daya dukung lingkungan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa. pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan Manusia memang sudah sangat canggih, dalam beberapa hal ini bisa dikembangkan. Tapi ada baiknya memperhatikan pendapat yang perlu kita teladani dari Malthus, yaitu kemampuan alam ini yang menopang kebutuhan manusia, pada kemampuan titik tertentu alam akan tidak lagi menopang kebutuhan manusia, pada titik tertentu semua akan habis. Ada kalanya kita mengenal asal muasal atau sejarah terjadinya sesuatu. Ada kalanya manusia harus memanfaatkan alam secara arif.

Tugas manusia sebagai penghuni alam selain memeliharanya, juga memelihara diri dan belajar tentang sejarah yang menjadi pelengkap untuk mendukung daya lingkungan yang berpotensi untu dijadikan pembelajaran dan pembentukan karakter. Ekplorasi alam yang diadakan oleh @English With Emmy pada 04-05 Januari 2020 cukup memberikan pelajaran berharga untuk mengangkat daya sejarah dan daya lingkungan yang ada di Banyuwangi. Tidak hanya Banguwangi tapi seluruh alam memberikan pengajaran dan daya sejarah yang perlu diangkat untuk menjadi suatu hal yang dapat diteladani dengan baik. Sejarah Naskah lontar Yusuf atau yang biasa disebut dengan puisi naratif tentang kehidupan salah seorang nabi Islam yang sangat populer yaitu Nabi Yusuf, kisah ini merentangkan perjalanan hidup deorang utusan pilihan Tuhan dari dua belas tahun, kala ia bermimpi bulan, matahari, dan sebelas bintang bersujud padanya. Sampai ia naik tahta menjadi penguasa mesir. Seusai nubuatnya tentang mimpi Raja Mesir, tujuh sapi kurus memangsa tujuh sapi gemuk dan tujuh daun kering memangsa daun hijau. Kisah Yusuf bermuka nan jauh dari ada Mesir, ia melintasi laut, selat hingga sampai ujung timur Jawa. Menjelma berlarik-larik tembang sebagai lontar Yusuf Banyuwangi. Islamisasi Jawa Merupakan suatu hal yang menjadi alasan data isi saya dapatkan. Wajah Buram masih menyelimuti pada kaum muda untuk ikut andil mencari tentang sejarah dan kebenaran dalam setiap ekplorasi. Wisata selalu mempunyai sejarah yang nyata. Tapi Jaman sekarang sudah jarang kita jumpai para wisatawan yang benar-benar peduli akan sejarah yang ada di tempat ia melakukan wisata. Sekarang memasuki masa di mana sejarah dalam Dunia Wisata tidak lagi diperitungkan, kebanyakan dari mereka hanya selfi untuk memenuhi sosial media dengan gaya-gaya. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kebayangan perjalanan yang mereka lakukan hanya menuai perjalanan belaka tanpa tahu bagaimana semua tercipta dan apa yang menjadi ciri khas dari sebuah wisata yang dikunjunginya.

Baca Juga:  Ajak Generasi Muda Cinta Budaya Lokal, Pemkab Sumenep Gelar Festival Macopat, Tari dan Musik Tradisional

*) Penulis adalah Mahasiswa Universitas Madura Semester Tiga, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Lahir di Pamekasan, 17 Juni 2000. Akun Facebook: Hasiyah As-Syifa, e-mail: aacintasastra17@gmail.com.