Opini  

Covid-19 dan Resonansi Kesadaran

Media Jatim

Oleh: Nur Khalis, Direktur Madura Inside

Pandemi Covid-19 dari awal mula terjadi di Wuhan Desember 2019 sampai sekarang masih menjadi diskursus global yang mengganggu stabilitas aspek kehidupan dunia. Pandemi ini hadir dan menjadi catatan sejarah dunia yang kehadirannya tanpa diprediksi menjadi problem semua negara yang belum menemukan penyelesaian dengan tanpa masalah baik dari dimensi medis, sosial, ekonomi dan politik seakan-akan mengutip bahasanya Francis Fukuyama The End of History, bahwa sejarah peradaban dunia telah berakhir.

Negara-negara yang mengaku maju dan mempunyai kekuatan dari segala bidang, hasrat untuk menjadi negara hebat atau hasrat untuk mempertahankan kehebatannya yang selama ini telah menjadi persepsi dunia buyar dengan hadirnya pandemi Covid-19. Pada gilirannya keakuannya sebagai negara hebat akan diakui kembali jika mampu menyelesaikan problem covid-19 di negaranya sendiri dengan kemampuannya yang mandiri. Dari sinilah ada sinyal tata peradaban global sudah mulai tidak menentu. Virus ini telah berhasil menghentakkan egoisme manusia dan dunia global, stabilitas kehidupan dunia global terganggu, negara-negara adi kuasa dan super power tak mampu bergeming dengan Covid-19.

Indonesia sebagai negara yang mengalami peristiwa yang sama dari awal terdeteksi pada awal maret sampai detik ini terus bermetamorfosis dan berkembang dari hari ke hari. Pandemi Covid-19 ini tidak hanya menjadi musibah antar pribadi, antar keluarga, antar suku, antar kabupaten, antar provinsi, tetapi sudah menjadi musibah negara yang merugikan semua pihak dengan ritmenya bergeser menjadi bencana nasional yang belum pernah terjadi di bumi pertiwi. Upaya pemerintah menerbitkan PP 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) dalam menghadapi pandemi global Covid-19 dengan kajian yang komprehensif dan belajar dari negara lain tidak mampu menghentikan laju pergerakan Covid-19 yang mematikan dan menghantam semua lapisan masyarakat dengan sifatnya yang menular dengan cepat.

Upaya Pemerintah dengan membentuk tim gugus Covid-19 dan menyiapkan segala fasilitas kesehatan, dengan membangun rumah sakit baru, atau mengalihkan fasilitas gedung untuk penanganan Covid-19, menyediakan kepasitas alat diagnosis, beserta alat-alat kelengkapan kesehatan lainnya bahkan pemerintah telah membuka donasi bagi swasta untuk ikut peduli dalam bencana kemanusiaan adalah bagian dari usaha dan ikhtiar dengan disertai imbauan sosial distancing, jaga kebersihan dengan selalu mencuci tangan, tidak mengadakan kegiatan berbentuk kerumunan massa dan menonaktifkan aktifitas sekolah dan yang terakhir mewajibkan warganya untuk memakai masker untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. Tidak hanya untuk menyelamatkan pribadi-pribadi yang terinfeksi Corona tetapi juga untuk menyelamatkan republik.

Baca Juga:  Film G30S/PKI sebagai Alat Keributan (?)

Dalam perjalanannya upaya yang telah dilakukan pemerintah tidak mampu membendung Covid-19 dan segala akibatnya, yang sangat menonjol diantaranya merosotnya nilai tukar rupiah, anjloknya indek harga saham gabungan, kerugian pasar modal, menurunnya persentase ekspor dan pelaku industri yang sangat kesulitan untuk mendapatkan bahan baku. Semua akan sangat berdampak pada masalah sosial yang pasti terjadi seperti adanya PHK besar-besaran, daya beli masyarakat menurun, data kemiskinan akan berlipat–lipat naik yang pada endingnya akan mengalami kelumpuhan ekonomi dan problem sosial secara nasional.

Berbagai dampak yang sudah mulai terlihat dan dialami serta dirasakan negara kita saat ini dan diperkirakan oleh para pengusaha hanya mampu bertahan sampai dengan bulan Juni 2020 dibutuhkan keseriusan dan resonansi kesadaran bersama dalam menyelesaikan persoalan-persoalan secara komprehensif. Pemerintah sebagai pemegang mandat sah negera harus terlibat aktif dengan kebijakan massal dengan tegas yang harus diikuti oleh semua warganya tanpa membedakan kelas dan status sosial sebagai langkah tepat untuk mengontrol penyebarat Covid-19 agar semakin tidak meluas.

Yang perlu kita sadari bersama bahwa ancaman pendemi ini menjadi ancaman bagi seluruh rakyat Indonesia, sementara dari perjalanan dan evaluasi secara epidemologis penularan Covid-19 hanya mengikuti hukum alam, baik karena ada kontak dekat dengan orang yang sudah terinfeksi atau mempunyai kekebalan dengan virus tersebut dengan menuju satu muara pilihan sembuh atau meninggal.

Oleh karena itu perlunya bangunan kesadaran etis semua lapisan masyarakat bahwa Covid-19 ini adalah ancaman bagi seluruh bangsa. Hal ini bisa berhasil tersimak dan dipahami oleh semua lapisan masyarakat jika pemerintah terus melakukan edukasi kepada masyarakat dengan melibatkan unsur-unsur yang kompeten untuk menjelaskan, mendiskripsikan dan mendemontrasikan. Segala upaya dan kebijakan serta peta jalan dan strategi ini akan berhasil dalam melawan Covid-19 jika tumbuh resonansi kesadaran rasa yang sama dalam ber-empati, peduli, saling hormat, berbagi, gotong royong, saling mengasihi sesama saudara seiman, antar iman dan sesama tumpah darah Indonesia serta kesamaan sikap dalam berjuang bersama sebagai langkah mempererat kolaborasi dan solidaritas sosial melawan Covid-19. Langkah-langkah sosial distancing, mengurangi aktifitas keluar rumah, memakai masker akan menjadi atmosfir yang massif dalam memutus mata rantai penyebaran covid 19 di tanah air. Tentu saja resonansi kesadaran rasa yang sama ini bukan hanya sekedar imbauan tapi harus menjadi keteladanan hidup dimulai dari para elit dan semua lapisan masyarakat yang masih terlihat terpolarisasi diatas kepentingan dan ketidaktahuan masyarakat awam.

Baca Juga:  Tantangan Seorang Sales Toyota dalam Wabah Covid-19

Disisi lain kehadiran Covid-19 di tengah kemajuan ekonomi dan perkembangan teknologi informasi tidak mampu menghambat mewabahnya virus ini. Seyogyanya menjadi resonansi kesadaran kita sebagai manusia tentang jati diri yang sebenarnya sebagai hamba Allah yang maha kuasa sebagai tameng kita menghindari prilaku distruktif, sombong dan congkak di atas bumi. Sehebat apapun ekonomi yang kita punya, kemajuan teknologi informasi yang kita cipta tidak boleh melupakan Allah sebagai pemegang hak cipta sepenuhnya.

Peristiwa Covid-19 ini harus menjadi momentum untuk bertaubat dari segala jenis dosa pribadi, dan sosial yang meliputi korupsi, kolusi dan nepotisme, merampas hak sesama, mematikan keadilan dan mengeruk kekayaan alam secara sporadis, keangkuhan dan kesombongan. Resonansi kesadaran ilahi (vertikal) dan sosial (horizontal) harus berseiring dan seirama dalam bangunan fondasi optimisme yang kuat, solidaritas sosial tanpa sekat dalam berjuang secara gotong royong, saling berbagi, dan saling membantu dengan mengikuti imbauan pemerintah adalah merupakan ikthiar kemanusiaan memutus dan menghentikan mata rantai penyebaran Covid-19 ini dengan sebuah keyakinan diiringi doa dan segala upaya dan saling bahu membahu dalam kebersamaan senasib dan seperjuangan sebagai jati diri nasionalisme kita, Covid-19 akan pergi dari ibu pertiwi karena Rahmat Allah selalu dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.(*)