Oleh: Moh Jufri Marsuki*
Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) Jawa Timur ke XXIX yang akan dilaksanakan pada tanggal 2 sampai 11 November 2021 sudah diambang mata. Warga Kabupaten Pamekasan sebagai tuan rumah hajatan agung ini, mulai menyambut dengan gegap gempita. Sebuah kepercayaan yang harus dijaga dengan tetap menciptakan suasana yang nyaman, aman, damai, sportif dan kompetitif dengan tetap memperhatikan kode etik kesehatan di masa pandemi.
MTQ kali ini, diharapkan sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan pengamalan Al-Qur’an dalam kehidupan nyata sehari-hari. Oleh karena itu, sudah tepat jika aspek-aspek yang memiliki tujuan ke arah tersebut dimusabaqohkan dalam MTQ, seperti membaca, menghafal, menulis, memahami, manafsirkan, dan menyampaikan tuntunan Al-Qur’an. Pelaksanaannya diwujudkan dalam cabang-cabang musabaqoh; Tilawatil Qur’an, Qiro’at Al-Qur’an, Hifdz Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an, Fahm Al-Qur’an, Syahr Al-Qur’an, Khot Al-Qur’an, dan Menulis Kandungan Isi Al-Qur’an.
Spirit bermusabaqoh yang disematkan oleh pemerintah dalam setiap penyelenggaraan MTQ tentu bertujuan bukan hanya untuk kompetisi semata. Tetapi lebih dari itu, bagaimana agar diantara kita mampu mengimplementasikan hasil dari kegiatan MTQ dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tentu menjadi bahan introspeksi buat kita semua.
Dengan MTQ, tentunya semua pihak menaruh harapan kepada umat Islam, khususnya generasi muda Islam Pamekasan dan masyarakat Jawa Timur pada umumnya. Bahwa MTQ akan memotivasi umat agar membaca, menelaah, memahami, dan mengamalkan kandungan isi Al-Qur’an. Lebih-lebih mampu membaca yang tersirat, bukan yang tersurat saja.
Dengan memahami yang tersirat, umat lebih mampu mengamalkan ajaran al-Qur’an secara substantif. Ibarat hamparan lautan yang luas, banyak kekayaan dan keindahan bawah laut seperti terumbu karang, intan, mutiara, berlian dan emas permata yang selama ini abai dan awam untuk difahami dan diamalkan.
Memahami al-Qur’an secara parsial, dan harfiah saja, membuat kita terjebak pada pemahaman agama yang hitam-putih, kaku, tidak fleksibel, stagnan dan kurang merespon problem kehidupan dan tantangan zaman. Hal ini berbanding terbalik dengan tujuan diturunkannya Islam sebagai agama rahmatan lil alamin.
Nuansa MTQ XXIX ini telah memberikan suasana spiritualitas, dan pesona budaya keagamaan di Jawa Timur, khususnya Kota Pamekasan yang memiliki salah satu visi-misi sangat agamis. Setidaknya MTQ kali ini ikut mewujudkan kesalehan sosial dan spiritual dalam masyarakat serta melahirkan akhlak mulia.
MTQ juga merupakan bagian dari budaya Islam Nusantara. Aktualisasi budaya Islam khas Indonesia ini dimulai sejak tahun 1968 dimana MTQ tingkat nasional pertama kali diselenggarakan. Budaya tersebut sebagai wujud semangat masyarakat Indonesia untuk terus membumikan Al-Qur’an dengan menghadirkan MTQ. Baik tingkat lokal, maupun tingkat nasional, bahkan internasional.
Bagi kita sebagai umat Islam, MTQ tidak hanya menjadi cermin keshalihan spiritual, tetapi juga sangat kental dengan gambaran aktivitas sosial keagamaan. Hal ini akan terlihat dari banyaknya masyarakat, santri, remaja masjid yang akan mewakili daerahnya masing-masing. Dengan sukarela, mereka bangga menjadi delegasi untuk memeriahkan kegiatan MTQ sebagai wujud syiar Islam yang diracik dengan aroma kearifan kebudayaan lokal yang Islami.
Lebih dari itu, harapan besar penulis dari kegiatan penyelenggaraan MTQ di Kota Pamekasan ini, yaitu mampu memberikan motivasi yang kuat bagi generasi muda umat Islam, khususnya masyarakat Pamekasan untuk terus memelihara kesucian dan meningkatkan kecintaan terhadap Al-Qur’an. Pastinya melalui budaya membaca, menghafal, memahami, serta berupaya mengamalkan isi Al-Qur’an. Di samping itu, juga melalui pembudayaan dalam kehidupan yang sesungguhnya, baik secara individu maupun secara menyeluruh ; menjadi generasi qur’ani yang kokoh agamanya dalam menjalankan aktivitas kehidupan.
Selain itu, MTQ merupakan ajang bergengsi tempat unjuk kreasi dan ekspresi bagi setiap generasi muda yang gandrung dengan seni baca, tulis dan studi ilmu-ilmu Al-Qur’an pada umumnya. Kandungan Al-Qur’an yang berisi nilai-nilai yang sangat tinggi, luhur, mulia bagi yang membaca dan mengamalkan. Bahkan mendengarkannya saja mendapat pahala.
Mengekspresikan kesucian al-Qur’an, memerlukan ilmu-ilmu khusus yang mengiringinya. seperti membaca dengan fasih (fashohatul lisan) , baik dan benar (tajwid) , menghafal (tahfizh) , memahami maknanya (syahril Qur’an) , memahami secara universal makna dan isi ayatnya (fahm). dan tafsir Al-Qur’an).
Namun lebih dari sekedar di atas, yang sangat penting adalah menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidup (way of life) yang bersifat aplikatif-fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Pun, Orientasi pengamalan Al-Qur’an bukan hanya untuk tujuan di dunia (duniawi), tetapi juga memiliki nilai-nilai spiritual yang bertujuan akhirat (ukhrowi) .
Paling tidak, ada dua macam tujuan yang ingin diwujudkan oleh umat Islam berkaitan dengan kemeriahan musabaqoh ini. Pertama syi’ar Islam, walaupun niat luhur di balik kegiatan yang semarak ini semata-mata demi Allah, musabaqoh ini tidak lepas dari dimensi sosial sebagai eksebisi.
Kedua yaitu tujuan internal. Dengan ajang musabaqoh yang mempertandingkan jago-jago antar kabupaten di Jawa Timur ini, diharapkan agar masing-masing wilayah sebagai pemegang kebijakan mampu mendorong dan mendukung aktivitas-aktivitas pembelajaran Al-Qur’an.
keberadaan Al-Qur’an yang menyatu dalam masyarakat memberikan warna yang beragam. Mampu memberikan ciri khas kearifan lokal yang kuat dan mengakar. Musabaqoh Tilawatil Qur’an merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memotivasi kita dalam memelihara Al-Qur’an.
Al-Qur’an sebagai wahyu Allah SWT yang bersifat qouliyah, harus menjadi lebih membumi di masyarakat dengan didialogkan bersama ayat-ayat kauniyah atau fenomena baru dalam kehidupan. Hal ini akan menjadi PR bersama agar MTQ hanya menjadi alternatif untuk merespons keberadaan Al-Qur’an dengan sebuah sarana kompetisi.
Pekerjaan nyata yang paling mendesak saat ini adalah bagaimana mendudukan kembali penyelenggaraan MTQ kepada jalur yang benar-benar diharapkan oleh para penggagasnya. Kita semua khususnya warga Jawa Timur diharapkan memiliki kepedulian terhadap kegiatan keagamaan tahunan ini. MTQ sejatinya untuk melahirkan inspirasi dan kreativitas bagi kalangan muslim warga Jawa Timur sebagai wujud tegaknya Islam dengan landasan kitab suci Al-Qur’an.
Mengembalikan substansi penyelenggaraan MTQ selama ini perlu ditinjau kembali (reorientasi) agar jangan sampai menyimpang dari tujuan awal yaitu untuk menumbuhkan kecintaan terhadap Al-Qur’an khususnya bagi masyarakat Pamekasan sebagai tuan rumah perhelatan akbar ini.
Target kemenangan dalam setiap perlombaan memang merupakan sesuatu yang natural dan sah-sah saja. Tetapi pelaksanaan MTQ yang berorientasi pada penanaman rasa cinta pada al-Qur’an, membumikan al-Qur’an dan menghadirkan nilai-nilai luhur al-Qur’an di tengah problematika kehidupan masyarakat sebagai ajaran solutif yang Sholihin Li kulli zamanin wa makanin secara kontekstual, adalah harga mati yang harus melampaui target penting lainnya.
Selain itu, target pembinaan moralitas dan spiritual juga tidak kalah urgennya. Penyelenggaran MTQ pada hakekatnya menguji mental selektif, sportif dan kejujuran dalam menjaring kontestan. Kesadaran pemerintah untuk membina mutu dan potensi anak daerah pasca MTQ ke depan juga diharapkan untuk lebih ditingkatkan.
Hal di atas bisa diejawantahkan melalui program pembinaan Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren, dan TPA/TKA, sekaligus peningkatan kesejahteraan gurunya. Karena kita tidak bisa menampilkan kontestan delegasi yang kompetetif secara instan.
Untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) peserta MTQ yang potensial, dibutuhkan adanya dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak, terutama pemerintah. Peran pemerintah akan memberikan kesempatan bagi mereka untuk dapat meningkatkan potensi kader qu’ani melalui pendidikan yang layak. Regulasi kebijakan, khususnya dalam bidang Pendidikan Agama terutama di pesantren bisa lebih dioptimalkan untuk bidang-bidang tertentu seperti yang ada dalam cabang MTQ.
Terutama di Pamekasan, sudah saatnya kader-kader qur’ani kita tampil tidak hanya di tingkat provinsi saja. Perhatian pemerintah khususnya Kementerian Agama harus mampu mengantarkan putera daerahnya, secara kuantitas banyak yang bersaing dan secara kwalitas juga berprestasi di tingkat nasional, bahkan internasional. Setidaknya, kabupaten yang gencar mewujudkan atmosfer kehidupan bersyari’ah Islam ini, layak menyandang julukan “Bumi Gerbang Salam”. Amin.
*) Penulis adalah Pengurus LAKPESDAM NU Cabang Pamekasan.