Oleh: M Hanafi (Putra Pamekasan)
Meski terasa berat melepaskan diri untuk pergi dari “Republik Hebat” ini, saya secara pribadi menerima dengan ikhlas, mungkin ini cara terbaik yang perlu dilakukan. Sehingga, dari sebuah kepergian tersebut kita bisa mengambil pelajaran bijak dan berharga.
Saya bangga berkiprah di tanah kelahiran (Kabupaten Pamekasan) dan saya bangga menjadi orang Pamekasan. Kebanggaan itu bukan karena pencitraan, melainkan kebanggan yang memang terbangun di atas tabiat budaya luhur Pamekasan.
Politik di “Republik Hebat” merupakan hal yang selalu menarik untuk dibahas. Karena politik sering disebut sebagai seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional.
Dunia politik kerap menjadi hal yang selalu menarik untuk diikuti. Jadi, wajar saja banyak orang yang senang mengikuti dan membahas dunia politik dan sebagian orang dianggap kotor dan penuh dengan kemunafikan. Hal ini membuat tak sedikit orang yang tak melek akan politik. Padahal, politik memiliki peran untuk mewujudkan kehidupan bersama yang rukun dan sejahtera dan tolong dicatat, menekuni dunia politik mengajarkan bahwa tugas politikus sesungguhnya melaksanakan kehendak rakyat, namun, yang terjadi mereka hanya mementingkan dirinya sendiri. Bagi saya kalau mau terjun di dunia politik harus berani menghibahkan pikiran dan tenaga untuk kemajuan “Republik Hebat”.
Dalam masa krisis domestik “Republlik Hebat” ini maka saya berharap orang-orang yang memiliki niat baik dan kemurahan hati harus mampu bersatu terlepas dari induvidu atau kelompok.
Jika kita menginginkan masyarakat “Republik Hebat” yang damai, maka kita tidak dapat mencapai masyarakat seperti itu melalui kekerasan psikologi. Jika kita menginginkan masyarakat tanpa diskriminasi, maka kita tidak boleh mendiskriminasi siapa pun dalam proses membangun masyarakat “Republik Hebat” ini.
Jika kita menginginkan masyarakat yang demokratis, maka demokrasi harus menjadi alat sekaligus tujuan di “Republik Hebat” ini, dan perlu diingat, masyarakat “Republik Hebat” mengalah bukan berarti kalah. Terkadang, sikap mengalah menjadi solusi untuk meredam dan mengakhiri sebuah konflik. Memang sulit untuk mengalah, apalagi kita harus mengalahkan ego sendiri.
Kalau kita mau berada dalam politik seperti menjadi pelatih sepak bola. Kita harus cukup pintar untuk memahami permainan, dan cukup bodoh untuk berpikir itu penting. Seperti rumput kecil yang meliuk-liuk karena terpaan angin akan berdiri tegak kembali ketika badai telah usai.
Maka, “Republik Hebat” Pamekasan sangat membutuhkan pemimpin yang mempunyai sifat indah, sejuk, menawan dan mampu menerangi kegelapan.
Sebagai seorang pemimpin hendaknya dapat memberikan keteduhan dan ketentraman batin bagi bawahannya, dapat memecahkan persoalan yang dihadapi bawahannya baik itu persoalan yang dihadapi bawahannya baik itu peroalan kesejahteraan, dinas, maupun pribadi. Dengan demikian seorang pemimpin akan dikagumi oleh bawahannya.
“Republik Hebat” membutuhkan pemimpin yang memiliki sifat merata, dan dapat mengisi setiap ruang yang kosong. Angin mampu menembus dan masuk ke segala tempat. Pemimpin hendaknya bersifat teliti, cermat dan dapat menyelami segala kehidupan anak buahnya.
Pemimpin hendaknya mampu mengumpulkan data yang tepat dan akurat sehingga keputusan yang diambil lebih bijaksana. Sehingga, pengalaman pemimpin juga dapat membuat kita semakin melakukan introspeksi diri terhadap perilaku, kebiasaan, hingga rencana hidup yang selama ini telah dilakukan. Sebab, hanya dengan melakukan *introspeksi* dirilah kita dapat melakukan refleksi diri terhadap pencapaian hidup.
“Republik Hebat” membutuhkan pemimpin yang bersifat tegas dan tidak pandang bulu. Siapa yang mendekat akan hangus terbakar. Begitulah seorang pemimpin hendaknya memiliki suatu prinsip. Kata-kata yang dapat dipegang, konsekuen dan penuh tanggung jawab atas semua perbuatannya. Ia bersifat adil, tidak pilih kasih, siapa yang salah dihukum dan siapa yang berhasil diberi penghargaan. Artinya Pemimpin hendaknya bersifat tegas.
Demikian sifat-sifat pemimpin yang diharapkan di “Republik Hebat” bisa menanggulangi “konflik” yang ada pada keadaan yang dipimpinnya.
Mungkin dari tulisan tersebut di atas ada sedikit yang bisa menjadi masukan seorang pemimpin dalam memecahkan suatu masalah dalam kemelut kepemimpinan yang rumit dan yang menuntut tanggung jawab penuh untuk keberhasilan dalam mencapai tujuan individu, kelompok maupun organisasi yang telah diucapkan.
Kesalahan yang paling parah adalah kesalahan yang tidak belajar dari kesalahan. Karena sesungguhnya, kesalahan adalah perintah untuk memperbaiki diri agar kita tidak terlukai oleh kesalahan berikutnya.