MediaJatim.com, Pamekasan – Kadang, kita perlu menoleh ke belakang, belajar pada pengalaman. Mengenali respon masyarakat dalam dua gelaran pilkada langsung di kabupaten ini. Yaitu, tahun 2008 dan tahun 2013. Kenapa?
Di sana, kita melihat dengan jelas nilai yang diperjuangkan oleh masyarakat. Nilai itu adalah perubahan yang diharapkan hadir memberi udara segar, melalui tindakan memilih figur yang dianggap layak.
Masyarakat sadar bahwa perubahan harus dijemput. Perubahan harus diperjuangkan. Perubahan itu kehendak yang harus dimulai dari setiap diri. “Kalau bukan di pilkada, kapan lagi?” Begitulah kira kira kata Pak Sahra.
Maka, pada saat pertama kali pesta rakyat itu di gelar, masyarakat memilih Kholilurrahman-Kadarisman ketimbang petahana, Ach Syafii, sebagai respon atas kenyataan hidup di bawah kepemimpinan yang kurang memuaskan.
Bahwa dengan bergantinya pemimpin –ada harapan besar yang dititipkan di pundak mereka berdua– bisa berimplikasi positif terhadap kehidupan masyarakat lebih baik.
Tampilnya Kholilurrahman sebagai bupati Pamekasan pilihan masyarakat, diharapkan mampu memenuhi ekspektasi. Nilai yang diperjuangkan pun berharap benar benar terwujud.
Meski tak ada garansi melampaui raihan prestasi pemimpin sebelumnya, setidaknya, keputusan masyarakat untuk berubah adalah pesan nyata.
Selama satu periode memimpin Pamekasan, tentu masyarakat tahu persis bagaimana kinerja Kholilurrahman menahkodai kabupaten ini. Masyarakat kemudian membanding bandingkan, menyimpulkan.
Bisa dilihat, hasil kontestasi pilkada langsung kedua, beralihnya pilihan masyarakat kepada Ach Syafii, dan tersingkirnya Kholilurrahman dari kursi Bupati, menandai bahwa standar kinerja Kholilurrahman masih di bawah Ach Syafii.
Apa yang tidak ditemukan dalam kepemimpinan Ach Syafii, berharap didapatkan dari tangan Kholilurrahman, nyatanya juga, harapan tak berbanding lurus dengan kenyataan. Kata seorang teman, “Sebelas duabelas”.
Kembalinya pilihan kepada bupati sebelumnya, karena yakin masih mending ketimbang api jauh dari panggang.
Sebagai cermin, biarlah dua pilkada sebelumnya menjadi entri point bahan evaluasi, agar kita semua warga Pamekasan cermat memilih pemimpin. Jangan karena kasihan lalu kita kehilangan lima tahun tanpa arti. Tidak pula karena faktor takdzim lalu kita alergi perubahan.
Paham kan, sayang?
Penulis: Minhaji Ahmad
Siapapun pemimpin nya, smoga sajh bsa membawa gerbang salam ke perubahan yg nyata dan jauh lebih baek,” dgn tdk menghilangkan prikemanusiaan dan prikeadilan !!!
Narasi yg Ilmiah dan Objektif..
semoga masyarakat Pamekasan selektif dlm memilih pemimpin masa depan.