Opini  

Rasional, Bijaksana dan Taat (RBT)

Media Jatim

Dulu, ada seorang kader partai yang hanya diperbolehkan untuk maju sebagai calon legislatif, tetapi tidak didukung secara struktural oleh partai. Dalam artian, kader tersebut memang tidak diinginkan kemenangannya untuk duduk di kursi legislatif, karena ada kader lainnya yang diproyeksikan untuk menempati posisi (baca: jabatan) itu. Sehingga untuk kemenangannya, dengan kecerdasan yang dimiliki ia membuat sayap partai independen untuk menguatkan suaranya di masyarakat.

Maka langkah yang ditempuh seorang kader itu disebut sebagai langkah yang “rasional”. Sebab, logika sederhananya, jika partai sebagai organisasi yang mempunyai kepanjangan tangan hingga lapisan paling bawah itu tidak mendukung, lantas siapa yang akan mengkomunikasikan kepentingan dirinya dengan masyarakat, sementara yang mempunyai polese sebagai kepanjangan tangan kepada masyarakat adalah partai. Itu artinya, bila tidak didukung oleh segenap struktural partai, berarti ia tidak punya kepanjangan tangan di bawah.

Sehingga jika ada kader partai yang mencalonkan diri sebagai calon legislatif dan tidak didukung oleh partai, maka mau atau tidak mau ia harus mempunyai kepanjangan tangan yang lain yang dibentuk secara mandiri dan personal oleh calon legislatif dimaksud sebagai kepanjangan tangannya. Sebab, jika tidak mempunyai kepanjangan tangan di bawah, maka tidak ada yang akan mengkomunikasikan kepentingan dirinya dengan masyarakat. Dengan artian, ia tidak akan mempunyai pemilih.

Baca Juga:  Politik Dinasti dan Literasi Politik Masyarakat

Tetapi jangan lupa, boleh jadi segenap struktural mendukung kepada salah satu calon untuk menjadi legislator, tetapi tidak semua masyarakat masuk kepada struktur partai. Maka, “berbaur” kemudian lahir sebagai sebuah inisiatif penguatan basis yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Dan melakukan pendekatan secara langsung dengan masyarakat nonstruktural. Sebelum akhirnya dijadikan sebagai sayap partai. Sungguh ide cerdas.

Kalaupun struktur partai hanya memberikan dukungan (waktu itu) pada hanya salah satu calon legislatif saja, tetapi kader lain yang juga mendapatkan rekomendasi tidak melakukan komplain, maka sikap kader itu disebut dengan “bijaksana”. Memilih cara lain untuk mendapatkan dukungan, dan tidak mempermasalahkan keberpihakan partai pada salah satu calon legislatif. Langkah bijaksana itu ditempuh untuk menghindari gejolak yang akan terjadi di tubuh partai, karena lebih baik mengatur strategi daripada ribut. Kasus ini beda sama sekali dengan yang sama sekali tidak dapat rekomendasi partai.

Dengan hasil kerja keras yang baik, akhirnya partai harus mengakui kecerdasan, keuletan dan kemampuan bagaimana ia memimpin organisasi. Pada akhirnya ia terpilih sebagai anggota DPRD Jawa Timur. Selain itu, ia mendapatkan posisi strategis sebagai sekretaris dewan pengurus wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Bagi penulis, itu semacam jabatan kehormatan sebuah prestasi.

Baca Juga:  Membenahi Tubuh Birokrasi dari Praktik KKN Melalui “Konstitusionalisasi” Komisi Pemberantasan Korupsi

Menjelang kontestasi pilkada Pamekasan ia juga dipercaya untuk berangkat sebagai calon bupati dengan rekomendasi partainya. Ketika partai memberi perintah untuk mencalonkan diri sebagai calon bupati, ia tidak menolak akan hal itu. Karena setiap perintah atasan adalah harga mati yang harus dipatuhi, dan ini sebagai ciri orang yang istikomah berada di jalur organisasi. Nah, ini yang kemudian disebut dengan “taat”. Bukan karena ambisi tetapi partai menginginkan kebaikan lebih lanjut.

Tidak ada yang instan, semuanya terencana dengan baik dengan kerja keras. Berkat kerja kerasnya, nama baiknya jian hari semakin melambung tinggi. Akhirnya, RBT dan Berbaur menjadi dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Lebih lanjut, kita bisa lihat hasil kerja keras beliau dalam menata masyarakat pada kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Pamekasan periode tahun 2018-2023 ini. Butuh kerja lebih cerdas lagi, atau sudah cukup; tidak hanya bicara tapi nyata.

Wallahu a’lam!

Pamekasan, 03 Pebruari 2018

Penulis: Musannan Abdul Hadi