Gambar Ini, Dibuat Sendiri?

Media Jatim

Dalam dunia politik, selalu ada cara untuk memperburuk citra lawan. Nyaris, tak ada hal yang tidak bisa dieksploitasi. Bahkan, dalam keadaan baik-baik saja pun, politik seolah memberi ruang terbuka membenarkan diri berbuat semau gue dan menghadirkan kesalahan pada pihak lain.

Seperti pada gambar di atas. Apakah benar itu dilakukan oleh pihak lawan? Jawabannya: belum tentu. Untuk mengetahui bagaimana kemungkinan itu bisa terjadi, saya bantu urai ya, sayang.

Jadi begini,

Pada saat memutuskan maju sebagai calon dalam ajang kontestasi politik, siapapun calonnya, harapannya pasti bisa meraih kemenangan. Apalagi “wajib menang” sudah menggurita di ubun-ubun, maka apapun akan dilakukan untuk melapangkan jalan menuju kemenangan.

Gairah wajib menang ini tentu memiliki pesan sekaligus ekses negatif secara bersamaan. Pesan itu bisa berupa, wajib menang untuk membayar utang-utang yang digali untuk pembiayaan Pilkada. Ekses negatifnya, wajib menang ini adalah sugesti alam bawah sadar, demi kekuasaan, apapun pasti dilakukan. Ingat, apapun..!

Baca Juga:  Telepon dari Guru dan Debat Publik yang Tak Begitu Berguna

Agar bisa keluar menjadi pemenang, tanpa perlu diajari, siapapun pasti sangat paham bahwa meraup suara sebanyak-banyaknya adalah keharusan yang tak bisa ditawar-tawar dalam sebuah pemilihan langsung, seperti Pilkada. Caranya bagaimana? Meraih simpati masyarakat pemilih.

Salah satu cara meraih simpati selain mengeksploitasi simbol-simbol yang pengaruhnya cukup kuat mengarahkan pilihan (simbol ini bisa membuat masyarakat termehek-mehek tak kuasa menolak), adalah pintar memainkan diri sebagai korban. Istilah ini dikenal dengan playing victim.

Memahami maksud gambar di bawah ini kaitannya dengan playing victim, sebenarnya sangat mudah. Maksud gambar ini tidak lain untuk mengarahkan persepsi publik, dengan asumsi telah terjadi perilaku tidak sopan dilakukan oleh salah satu pendukung dengan cara menempelkan stiker di gambar muka calon yang lain.

Baca Juga:  Saat Bupati Sumenep Tiup Lilin

Kemudian digoreng sedemikian rupa, dikomentari sepuas hati. Agar apa? Simpati masyarakat kepada calon yang lain hancur lebur karena ulah pendukungnya. Padahal, jika si doi mengerti efek buruk karena menempelkan stiker tersebut, pertanyaannya, mana mungkin bagi pendukung yang lain melakukan demikian merugikan buat figurnya? Ini kan, namanya bunuh diri.

Berarti gambar ini sengaja dibuat?

Idrus Marham, menjawab. Dilansir dalam sebuah status facebook milik Khairul Anam Harisah, beliau menyampaikan pesan begini: masuk dunia politik seperti masuk ke dalam ruangan gelap gulita. Maka kita butuh lilin sebagai penerang.

Paham kan, sayang?

Minhadji Ahmad, Pegiat Literasi di Kabupaten Pamekasan.