Opini  

RBT, Santri yang Ta’dzim

Media Jatim

Gambar ini bukan simbol dukungan politik, semua orang sudah mafhum. Tak ada eksploitasi pengaruh, apalagi politisasi. Ini soal penggambaran etika dan kepatutan yang seharusnya dilakukan santri kepada guru.

InShot_20241111_121036630
InShot_20241111_154314461

Guru selamanya adalah guru yang harus digugu dan ditiru. Teladan kebaikan yang terpancar dari aura pemikiran dan tingkah lakunya, harus terus mengalir deras dalam diri setiap santri. Pun begitu, harus dirasakan pula oleh semua orang, tak ada kecuali.

Sebab itu, sosok guru tidak boleh hanya dimonopoli oleh sebagian orang saja. Guru bagaikan matahari untuk semesta alam. Maka, tidaklah bijak sebagian yang lain membatasi sinarnya untuk sebagaian lainnya.

Baca Juga:  Membangun Literasi Olahraga Nasional

Begitulah…

Kedekatan Ra Badrut Tamam dengan gurunya adalah bukti ta’dziman wa tha’atan diri untuk menerima ilmu, menimba pengalaman, mendengarkan petuah kebajikan sebagai bekal hidup, tidak hanya untuk diri tapi untuk orang lain pula.

Dinas lingkungan hidup kabupaten sumenep_20241112_113109_0000
IMG-20241113-WA0037

Sebagai santri, RBT paham betul bahwa kebaikan itu adalah arti politik yang sesungguhnya. Sebagaimana mbah Aristoteles menamakannya sebagai, en dam onia. Bahwa, politik adalah jalan menuju kehidupan yang baik, the good life.

Baca Juga:  Kultur Digital dalam Pandangan Filsafat

Untuk memastikan kebaikan itu terus berlanjut tidak mengendap hanya di benak saja, RBT menerjemahkannya dalam aksi yang sangat membumi; hadir di tengah-tengah masyarakat, berkumpul bersama, kemudian berbagi.

Inilah, BERBAUR.

Dari sini, sebagai santri, RBT mengamalkan dan menebar kebaikan-kebaikan, manjaga persaudaraan, dekat dengan sesama. Tidak ikutan sibuk kuat-kuatan mengeksploitasi pengaruh untuk menguatkan ambisinya.

Paham kan, sayang?

Minhaji Ahmad, Mahasiswa Hukum Pascasarjana Universitas Trunojoyo Madura (UTM)