Mediajatim.com (Pamekasan)-Sidang tahunan tentang perubahan alat kelengkapan dewan (AKD) dan komisi di gedung DPRD Pamekasan memanas, Kamis (2/3). Salah seorang anggota DPRD tidak terima dengan perubahan AKD di internal Fraksi Golongan Karya (Golkar). Sebab, pihaknya menganggap pengajuan surat tidak sesuai dengan Aturan Dasar Rumah Tangga (ADRT) Golkar.
Atas hal itu, penetapan struktur AKD fraksi tersebut dianggap buram, alias tidak sah. Bahkan, dinilai perubahan tentang kelengkapan keanggotaan fraksi menggunakan surat pengajuan ilegal. Persoalan itu bermula, lantaran terdapat dua pengajuan surat dari fraksi yang ditandatangani ketua yang berbeda.
Pertama, surat perubahan struktur yang diajukan tanggal 31 Januari ditandatangani oleh Ketua fraksi Golkar Rize Ihkwan Muttaqin dan Sekretaris Imam Syafii Yahya. Kemudian sekretariat DPRD menerima surat perubahan struktur fraksi dari kepemimpinan yang baru tertanggal 23 Februari 2017.
Namun, tanda tangan yang tertera pada surat pengajuan tertanggal 23 Februari tersebut ditandatangani oleh ketua dan wakil sekretaris fraksi. Padahal, sesuai ADRT partai, surat pengajuan perubahan itu harus ditandatangani oleh ketua dan sekretaris fraksi Golkar. Sebab, sesuai ADRT keorganisasian fraksi Golkar, wakil sekretaris fraksi memiliki tugas dan wewenang tersendiri.
”Kami merasa perubahan tentang kelengkapan keanggotaan fraksi suratnya ilegal. Karena yang menandatangani pada surat pengjuan perubahan itu bukan ketua dan sekretaris. Serta, tidak melalui mekanisme maupun ADRT yang ada di partai. Baik tentang PO (pedoman organisasi) maupun aturan lain yang ada di partai Golkar,” ujar mantan Ketua Fraksi Golkar, Rize Ihkwan Muttaqin, usai sidang.
Ihkwan, sapaan akrabnya, juga menanyakan tentang konsistensi pimpinan DPRD dalam hal mengeluarkan surat. Sesuai surat edaran (SE) yang dikeluarkan pimpinan DPRD, penyerahan usulan perubahan AKD dari masing-masing fraksi paling lambat tanggal 31 Januari. Sedangkan surat pengajuan yang dikirim oleh ketua fraksi baru melampaui batas ketentuan tersebut.
”Untuk itu kami menganggap perubahan AKD ini tidak sah, karena suratnya tidak sesuai mekanisme dan ADRT partai. Karena sudah jelas proses pengajuan surat perubahan keanggotaan fraksi ini diatur dalam PO 104 maupun ADRT partai Golkar. Kami siap menunjukkan bukti suratnya,” bebernya.
Sementara itu, Ketua DPRD Halili mengaku tidak berwenang ikut campur berkenaan dengan persoalan fraksi. Sebab, fraksi memiliki struktur organisasi di luar keanggotaan DPRD secara umum. Pihaknya memasrahkan persoalan tersebut diselesaikan di internal fraksi partai Golkar.
”Kami tidak berwenang dan ikut campur berkenaan dengan persoalan fraksi. Maka dari itu kami pasrahkan ke internal fraksi,” responnya.
Ditanya berkenaan dengan konsistensi mengeluarkan SE tentang ketentuan pengajuan perubahan AKD dari setiap fraksi, Halili sapaan akranya mengaku tidak ada masalah. Sebab jika dikaji secara bahasa, pengumpulan pengajuan paling lambat tanggal 31 hanya bersifat penekanan. Sebab, jika tidak ada tekanan masing-masing fraksi akan terabaikan.
”Itu sifatnya hanya penekanan saja, tidak harus dikumpulkan tanggal 31 melebih tanggal ini juga tidak masalah. Kenapa kami memilih surat yang terakhir masuk, karena kami anggap ada perubahan. Kemudian surat terakhir ini juga sah, karena mendapat tandatangan dari ketua fraksi,” jelasnya. (*)