Wasit Asing; Sebuah Catatan Kecil

Media Jatim

Sedari awal, keputusan PSSI untuk menggunakan wasit asing sebagai pemimpin lapangan di pertandingan Gojek Traveloka Liga 1 (GTL 1) menuai banyak pertanyaan tak terjawab dari stake holders persepakbolaan nasional. Tidak kurang mulai dari BOPI, wasit nasional, pemain hingga pelatih klub peserta yang mempertanyakan keputusan tersebut. Keputusan tersebut dinilai bukan sebagai solusi atas tidak stabilnya kualitas kepemimpinan wasit nasional dan kualitas laga di GTL 1.

Pertanyaan atas keputusan tersebut bukanlah tanpa alasan. Justru pertanyaan itu didasari atas keenganan PSSI selaku induk dari PT LIB untuk menjawab pertanyaan mendasar dari klub peserta terkait wasit asing yang akan memimpin GTL 1.

Pertanyaan yang kerap muncul adalah terkait kualifikasi wasit asing yang ditunjuk. Standar kualifikasi yang sering dijadikan rasionalisasi oleh Federasi adalah kualifikasi FIFA. Meskipun pada faktanya, banyak juga pengadil lapangan dalam negeri yang juga mengantongi lisensi FIFA tersebut.

Benar sekali bahwa badge logo FIFA di dada sebagai penanda bahwa mereka telah memenuhi kualifikasi FIFA yang digunakan para pengadil lapangan asing tersebut merupakan jaminan atas kualitas kepemimpinan mereka, namun hal tersebut bukanlah tidak menyisakan pertanyaan berikutnya, seperti rekam jejak dan jam terbang kepemimpinan mereka.

Baca Juga:  Hingga Dini Hari, Jenazah Mantan Ketua STAIN Belum Dikebumikan, Ini Penyebabnya

Hal lain yang dipertanyakan oleh para stake holder persepakbolaan nasional adalah landasan penunjukan mereka akan memimpin dalam pertandingan siapa melawan siapa, termasuk juga proporsi laga yang akan dipimpin oleh pengadil lapangan asing ini.

Setidaknya dari googling yang coba dilakukan, banyak dari wasit asing yang ditunjuk tidak mempunyai jam terbang mumpuni karena tidak memimpin cukup pertandingan di kompetisi domestik Federasi. Taruhlah sebagai contoh, Shaun Evans dari Australia. Menurut data dari Wikipedia, wasit tersebut hanya memimpin 9 pertandingan (termasuk dua pertandingan pramusim) di Australian A League 2014/2015. Tujuh pertandingan yang dipimpin tersebut adalah jumlah yang minim mengingat jumlah pertandingan A League dalam satu musim kompetisi 2014/2015 sejumlah 135 pertandingan. Belum lagi beberapa wasit asing asal Kyrgistan yang akan lebih sulit dilacak rekam jejak jam terbangnya.

Keraguan atas kualitas faktual wasit asing tersebut diperparah dengan beberapa hal tambahan dalam proses mereka memimpin yang tampaknya tidak mencerminkan lisensi wasit FIFA yang mereka sandang. Sebutlah beberapa hal yang sempat viral, seperti pengakuan beberapa pemain klub peserta GTL 1 terkait kemampuan berbahasa Inggris yang minim dari wasit asing asal Kyrgistan sehingga menyulitkan komunikasi mereka saat memimpin laga GTL 1. Belum lagi ditambah dengan masa recovery mereka yang seringkali diragukan cukup karena mepet dan padatnya jadwal laga yang harus mereka pimpin di GTL 1.

Baca Juga:  Dua Bocah di Pamekasan Tewas Terseret Arus Sungai

Salah satu contoh nyata dari minimnya recovery ini adalah saat Match Cordination Meeting (sebuah meeting yang dilaksanakan sehari sebelum pertandingan antara elemen pertandingan yang akan bertanding, yang juga seharusnya dihadiri oleh wasit yang akan memimpin) laga antara Madura United versus Arema yang terpaksa tidak bisa dihadiri oleh pengadil asing asal Iran karena pesawat mereka baru mendarat pada saat meeting tersebut berlangsung.

Fakta lain yang tidak mengenakkan adalah tidak dilibatkannya Liasion Officer dari klub tuan rumah untuk wasit asing yang ditunjuk, sehingga seringkali apa yang mereka lakukan saat akan memimpin di tempat berlangsungnya pertandingan dipertanyakan. (Sule Sulaiman)

Foto: Istimewa