PERIODE II

Asal Kutukan Dusun Pocang

Media Jatim

Oleh: Habibullah Salman

Dahulu kala, di dusun Pocang ada keluarga kaya. Suaminya sebagai saudagar yang acapkali menjajakan barang dagangannya ke daerah Jawa. Istrinya tinggal di belakang.

Setiap kali pulang, si suami tidak enak hati karena di sekitar rumah ada banyak puntung rokok. Dia curiga. Tapi dia simpan untuk sementara dalam hati. Lama dipendam, juga tidak enak. Malah semakin sesak. Gelagat dirinya juga berubah ketika bercengkrama dengan sang istri. Kali ini si istri curiga dengan sikap suaminya.

Ketika si suami berterus terang, terjadilah percekcokan. Istrinya tidak menerima kecurigaan tersebut dan suaminya juga minta penjelasan tentang serakan puntung rokok tersebut. Penjelasan istri tetap tidak memadamkan kecurigaannya.

Begitulah curiga jika campur aduk dengan cemburu. Mirip anak panah yang menembus daging. Mudah masuk, namun sangat sulit untuk dikeluarkan, kecuali dengan merobek daging karena anak panah yang dikeluarkan dengan paksa.

Baca Juga:  Belajar Kritis pada Aksin Wijaya

Si suami curiga dan cemburu sebab istrinya memang cantik. Primadona desa. Tentu dia juga paham bahwa banyak orang yang menyukai istrinya baik ketika dia masih gadis atau saat sekarang ketika sudah menjadi permaisurinya. Cukup dengan sepuntung rokok yang terdedah di halaman cukup membuatnya cemburu dan curiga setengah mati.

“Jalan satu-satunya untuk meyakinkanmu adalah dengan membunuhku,” kata istrinya.

“Satu-satunya kemuliaan istri ketika suaminya bisa mempercayainya. Nyawaku bisa menebus harga diriku itu,” lanjutnya lagi.

Tentu saja tidak segera suaminya setuju dengan usul tersebut. Namun istrinya memaksa dan memaksa karena merasa tidak ada jalan lain untuk menghilangkan kecurigaan suaminya. Akhirnya suaminya sepakat.

Baca Juga:  Menerka Rahasia Para Penulis Dunia

“Jika nanti darahku berbau busuk, benarlah kecurigaanmu. Jika harum, engkau telah melakukan kesalahan besar dan ia akan jadi kutukan bagi keturunanmu kelak,” kata istrinya dingin.

“Kutukan apa?”

“Biar mereka juga merasakan perih yang kurasakan. Mereka yang kaya dan cantik akan mengalami nasib serupa denganku,” jawab istrinya.

Sebagaimana sohibul hikayat bertutur, darah yang keluar dari tubuh wanita itu harum. Kutukan pun benar-benar terjadi hingga hari ini.

Berita baiknya, kutukan tersebut memiliki kelemahan. Jika titik kelemahan tersebut disundul, kutukaannya menjadi paralyzed, lumpuh. Berdasarkan kajian dua sarjana yang saya wawancarai, ada beberapa strategi yang bisa melumpuhkan kutukan tersebut. Apa saja itu? jawabannya ada pada tulisan selanjutnya.