Judul Buku : Jalan Panjang Menuju Pulang
Penulis : Pipiet Senja
Penerbit : Republika
Cetakan : I, April 2017
Tebal Buku : iv+296 Halaman
ISBN : 978-602-0822-72-3
Peresensi : Ach. Khalilurrahman
Keputusan apa yang akan kau buat saat dirimu menjadi anak tertua dari keluarga yang serba kekurangan dan lima adik yang masih mengenyam pendidikan? Tindakan apa yang bisa dilakukan, saat kau melihat ayahmu berjuang mempertahankan sekarung beras terakhir hasil panennya, dari tangan preman yang tanpa ampun mengangkut semua hasil kerja keras yang ia punya?
Kondisi inilah yang mengharuskan gadis desa bernama Fatin merasa perlu melakukan sesuatu untuk keluarga yang ia cintai. Demi orang tua dan adik-adiknya, ia rela merantau ke ibukota untuk bekerja sekaligus menuntut ilmu demi masa depan yang lebih baik. Namun ternyata, Jakarta telah menyiapkan berbagai kejutan aneka rasa. Tak perlu waktu lama, gadis desa itu telah tenggelam dengan berbagai dinamika kehidupan, entah senang maupun sedih.
Fatin adalah tokoh fiktif dalam novel Jalan Panjang Menuju Pulang karya Pipiet Senja. Namun ia bukanlah fiktif belaka. Di sekitar kita, ada banyak Fatin lain yang sedang berjuang mencari nafkah untuk keluarganya. Kemiskinan telah menjadi problem klasik di negerio ini dari masa ke masa. Anehnya, hingga kini belum ada solusi yang pas untuk memberantas keberadaannya. Meski telah berganti rezim, kemiskinan tetap saja bercokol kuat dari pundak mayoritas rakyat Indonesia.
Kemiskinan memang identik dengan sengsara dan kepedihan. Namun demikian, kaya juga bukanlah sumber dari kebahagian. Simaklah kisah hidup Rimbong, seorang pemiliki hotel terkenal. Dengan harta melimpah dan kesuksesan berbisnis, kehidupan keluarganya lupa ia urusi. Selain tidak harmonis, pernikahannya dengan istri juga tak mampu memberikan keturunan. Andaikan ia punya anak tentu wajahnya akan lebih memancarkan kebahagiaan sejati. (hal. 73)
Beda Rimbong, lain pula dengan Frankie. Sukses sebagai pengusaha ekspor dan impor tak membuat trauma masa lalunya hilang begitu saja. Masa kecil yang diliputi kekerasan dan penganiayaan membentuknya menjadi pribadi yang kasar. Setelah besar, ia memilih bergabung dengan segolongan scammer, kriminal media sosial. Mabuk-mabukan dan main wanita adalah kegiatannya sehari-hari. Malah hari tuanya ia habiskan di penjara sebagai tersangka teroris.
Petualangan Fatin memang terlampau jauh. Jakarta yang menjadi tujuan awal ternyata hanyalah persinggahan. Selanjutnya, takdir membawa gadis desa itu hingga melampaui batas Negara. Dengan kondisi demikian, tentu sulit baginya untuk kembali lagi ke Sunda, tanah kelahirannya. Dari situlah jalann pulang menjadi semakin panjang dengan berliku-liku perjuangan.
Pipiet Senja dengan asyik menarasikan kehidupan tokoh-tokoh dalam novel setebal 296 halaman ini. Kepiawaian meramu cerita ditambah dengan aktivitasnya mendampingi para TKW dalam menulis adalah kelebihan tersendiri. Dua modal itulah yang menghasilkan sebuah cerita realistis tanpa kesan hiperbolis. Meskipun pada sisi lain, alur dan konflik yang tersaji masih cenderung monoton layaknya sinetron.
Akan tetapi, ada satu hal yang patut diteladani dari pribadi Pipiet Senja. Di usianya yang benar-benar sudah senja, ia masih produktif menulis. 185 buku adalah catatan gemilang untuk seorang wanita dengan seabrek kegiatan super padat. Bisa dibayangkan betapa sibuknya mengurus keluarga, mengisi seminar dan pelatihan, apalagi masih ditambahi berbagai aktivitas lain. Ini adalah tamparan keras bagi para pemula yang masih berdalih tak punya waktu untuk menulis.
Lalu bagaimana nasib Fatin? Akankah ia sukses hidup di perantauan? Siapakah Rimbong dan Frankie, dan apa hubungannya dengan Fatin? Dengan membaca buku ini, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menemukan jawabannya.
*) Ach. Khalilurrahman, Penikmat buku sastra, tinggal di Kabupaten Sumenep. Biasa nongol di terlanjurnulis.blogspotcom.