MediaJatim.com, Jember – Era reformasi yang digadang-gadang sebagai era kebangkitan bangsa menuju Indonesia modern, berkemajuan dengan kesejahteraan yang berkeadilan, ternyata masih jauh panggang dari api. Memang, empat kali Pemilu pasca reformasi dan pemilihan langsung presiden dan kepala daerah, telah membentuk postur kebijakan publik dan alokasi anggaran yang semakin pro-rakyat dan mengarah pada perwujudan kesejahteraan yang seutuhnya.
“Namun sayangnya, hal tersebut belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang maksimal,” tukas anggota DPRD Jawa Timur, Moch Eksan saat menjadi nara sumber dalam acara LK II HMI Cabang Persiapan Bondowoso Situbondo, di aula Kodim Bondowoso, Jumat (1/12).
Menurutnya, ketidakberhasilan tersebut ditandai dengan tetap bercokolnya IPM (Indeks Pembangunan Manusia), daya saing, dan indeks kesejahteraan rakyat Indonesia di bawah tiga negara lain di kawasan Asean. Indonesia “isitqamah” berada di bawah Singapura, Thailand, dan Malaysia. Padahal, katanya, dalam segala hal, potensi Indonesia lebih besar dari 3 negara tersebut. Terutama dari segi geografis dan demografis, dimana luas wilayah Indonesia 53 persen luas wilayah Asean dan penduduk Indonesia 43 persen dari jumlah penduduk di kawasan Asean ini.
“Potensi begitu besar ini, belum dapat mendongkrak posisi Indonesia dalam konstalasi global sebagai negara besar yang diharapkan menjadi macan Asean,” lanjutnya.
Persoalannya, sejak 1998 sampai sekarang, proses pembangunan nasional dilakukan tanpa disertai pembangunan ideologi negara. Alih-alih dibangun, malah Pancasila diserang habis-habisan oleh ideologi kanan maupun ideologi kiri. Pemerintah dan rakyat seolah membiarkan proses “mutilasi ideologis” terhadap Pancasila tanpa pembelaan sedikit pun. Ini terjadi lantaran takut dicap tidak reformis dan antek Orde Baru yang menggunakan Pancasila sebagai alat hegemoni kekuasaan.
“Jujur, kegagalan Orde Baru dalam menghadirkan kondisi politik yang demokratis, serta kondisi ekonomi yang berkeadilan, bukanlah ‘salah’ Pancasila. Namun kesalahan rezim dalam menerapkan Pancasila secara murni dan konsekuen. Jadi berapa kalipun rezim berganti tapi Panciasila diabaikan (pengamalannya), maka kesejahteraan hanya jadi mimpi,” ujar mantan Dosen STAIN Jember itu.
Reporter: Aryudi A Razaq
Redaktur: Sule Sulaiman