Kejadian pengeboman di Gereja Santa Maria Surabaya dan beberapa tempat lainnya sampai sekarang mungkin masih terngiang di telinga kita. Muncul rasa cemas, takut, khawatir hal itu akan terjadi di daerah kita. Dalam benak kita pasti terdapat pertanyaan besar: Siapakah pelaku dari teror tersebut?; Untuk apa mereka melakukan teror seperti itu, yang bahkan rela mengorbankan nyawa?
Untuk menjawab semua pertanyaan itu, kita perlu memahami dua istilah, Islam dan jihad.
Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Kata Islam itu sendiri berasal dari kata aslama yuslimu islaaman yang bermakna damai.
Sesuai dengan tujuan diutusnya Rasulullah dengan membawa agama Islam yaitu sebagai Rahmatan lilalamin. Jika melihat dari tujuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kedamaian Islam itu bukan hanya untuk Islam sendiri, akan tetapi juga untuk selain Islam bahkan hewan dalam Islam juga mendapat dampak dari kedamaian itu.
Rasulullah telah menegaskan tentang larangan untuk membunuh kodok, karena kodok termasuk hewan yang membaca tasbih. Alangkah indahnya ajaran Islam; hewan saja dilindungi apalagi manusia.
Jadi, Islam itu adalah agama damai, hal apa pun yang berdampak pada hilangnya kedamaian tidak dibenarkan dalam Islam. Seperti pencurian, perampokan, pemerkosaan dan pembunuhan itu dilarang keras di Islam.
Selanjutnya yang perlu kita pahami adalah apa itu jihad? Jihad (Arab: جهاد) menurut syariat Islam adalah berjuang dengan sungguh-sungguh. Jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan Diin (atau bisa diartikan sebagai agama) Allah atau menjaga Diin tetap tegak, dengan cara-cara sesuai dengan garis perjuangan Rasulullah dan Al-Quran.
Jihad yang dilaksanakan Rasulullah adalah “berdakwah dengan mengajak bukan mengejek, menebar rahmah bukan menyebar fitnah”, agar manusia meninggalkan kemusyrikan dan kembali kepada aturan Allah, menyucikan qalbu, memberikan pengajaran kepada ummat dan mendidik manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi khalifah Allah di bumi dengan damai dan saling mengasihi.
Namun dalam berjihad, Islam melarang pemaksaan dan kekerasan, termasuk membunuh warga sipil yang tidak ikut berperang, seperti wanita, anak-anak, hingga manula. Selama ini mungkin kita menginterpretasikan jihad dengan istilah perang, membunuh, dan membinasakan orang kafir. Padahal itu salah, jihad itu tidak selalu dengan berperang.
Mencerdaskan anak bangsa yang dilakukan oleh guru-guru kita, itu juga bisa dikategorikan jihad, yaitu Jihad melawan kebodohan.
شبان اليوم رجال الغد
“Pemuda hari ini, adalah pemimpin dihari esok.”
Lalu pertanyaannya apakah pengeboman terhadap gereja-gereja dan aksi teror yang meresahkan semua kalangan masayarakat dapat dikategorikan sebagai jihad?
Indonesia merupakan negara yang multietnis, multiras, multisuku, dan multiagama. Semua dapat hidup berdampingan dengan payung “Bhinneka Tunggal Ika”. Dan juga kita punya panca sila yang sila pertama adalah Ketuhanan yang Maha Esa.
Pancasila dirumuskan seperti itu agar dapat diterima oleh semua kalangan. Tapi datanglah suatu kelompok yang dirinya mengatasnamakan Islam dengan teriak-teriak Jljihad untuk merusak persaudaraan setanah air yang telah lama terjalin.
Itu, namanya “bukan jihad, tapi jahat”. Jihad dalam bentuk perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan, seperti halnya perang yang dilakukan Nabi Muhammad yang mewakili Madinah melawan Makkah dan sekutu-sekutunya. Alasan perang tersebut terutama dipicu oleh kedzaliman kaum Quraisy yang melanggar hak hidup kaum Muslimin yang berada di Makkah (termasuk perampasan harta kekayaan kaum Muslimin serta pengusiran). Bukan hanya berbekalkan dan ber-alas-kan pemahaman “Orang selain Islam adalah musuh, halal untuk dibunuh”.
Oleh karena itu kita sebagai umat Islam, mesti lawan segala bentuk radikalisme dan terorisme. Kita tunjukkan bahwa Islam itu agama welas bukan agama keras, Islam itu merangkul bukan memukul, dan Islam itu menyayangi bukan membunuhi. Semoga kita menjadi umat Islam yang menjalankan misi utama Rasulullah, yaitu menjalankan Islam Rahmatan lil’alamin.
Oleh: Moh Husnul Huluq
Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab Semester 6 IAIN Madura.