MediaJatim.com, Pamekasan – Mendatangkan orang hebat ke dalam sebuah forum diskusi yang santai, sangat efektif guna membangun kesadaran dan pencerahan, di samping tentu hemat biaya. Cakrawala berpikir kita bisa secara cepat bisa terbuka.
Apa yang dilakukan senior dan kader LPM Activita dengan menghadirkan Andreas Harsono yang sarat keilmuan dan pengalaman berskala internasional, tampaknya cukup mewakili pernyataan di atas.
“Forum yang mencerdaskan karena sukses menghadirkan Pak Andreas yang penulis, jurnalis, peneliti, dan aktivis HAM internasional,” ujar Owner MediaJatim.com, Hairul Anam, saat menghadiri undangan aktivis pers kampus se-Madura yang dikomandani LPM Activita IAIN Madura di Cafe MCM Pamekasan, Ahad (23/12) malam.
Anam hadir dan terlibat dalam forum tersebut. Dari salah satu fokus pembicaraan Andreas terkait stereotip negatif orang Madura, Anam mengaku dapat pemahaman baru betapa itu terjadi gegara sedikit orang Madura yang serius di dunia kepenulisan.
“Dari pertemuan tersebut, saya tergugah untuk lebih dalam membaca, mempelajari, dan menghayati seluruh pemikiran Pak Andreas Harsono yang tersublimasikan ke dalam karya tulis, terekam di youtube, dan kini kegiatan HAM-nya yang sering diliput wartawan,” ungkap pemuda yang baru saja menyelesaikan studi magisternya di Pascasarjana IAIN Madura.
Pemuda yang juga Direktur Utama koran Kabar Madura tersebut sudah menyatakan ke Andreas Harsono pada Juni 2019 mendatang siap menjadi peserta pelatihan jurnalistik selama setengah bulan yang diadakan oleh PANTAU.
“Saya ingin menjadi lebih dari apa yang sudah saya dapatkan dan lakukan di dunia jurnalistik selama ini,” tukas Anam, wartawan senior yang bergiat di dunia jurnalistik sejak 2007.
Dalam kesempatan itu, Andreas memang menyatakan keprihatinannya kepada orang Madura yang masih sedikit bergiat di kepenulisan. Stereotip negatif yang sering dilekatkan ke orang Madura selama ini, dikarenakan jarangnya karya yang menyeimbangi hal itu.
“Pembantaian terhadap ribuan orang Madura di Kalimantan Barat, justru pemberitaannya sedikit yang menyuarakan keadilan yang mestinya didapatkan orang Madura. Sebab, waktu itu wartawan Madura hanya satu. Kini jadi istri saya,” ungkap Andreas.
Dari liputan yang pernah dilakukan Andreas, “akar kekerasan” di Kalimantan Barat adalah pembantaian kurang lebih 3.000 orang Tionghoa pada 1967. Pada 1997, sekitar 600 warga Indonesia etnik Madura dibunuh di Sanggau Ledo. Pada 1999, setidaknya 3.000 khususnya orang Madura dibantai dan 120.000 melarikan diri dari Sambas.
Dari kenyataan tersebut, ada kesan negara Indonesia membiarkan akar kekerasan merasuk semakin dalam.
Reporter: Sulaiman
Redaktur: Aryudi AR