MediaJatim.com, Gresik – Teater dan laboratorium sikap menjadi sesuatu yang familiar diperbincangkan. Meskipun, biasanya hanya berlaku di ruang-ruang tertentu saja, misalnya ruang dengan ukuran SDM yang sudah dewasa.
Hal tersebut ternyata bisa ditemukan di Gresik, namun perbedaanya mereka terbilang masih anak-anak, tepatnya di MTs Tarbiyatus Sa’adah, Siwalan, Gresik, Jawa Timur, Kamis malam (7/3), yang berbarengan juga dengan turunnya hujan.
Sebuah perkumpulan yang dikemas dengan tertib, dengan tiga pertunjukan yang disajikan melalui nilai-nilai hidup dalam setiap pementasaannya.
Dua pertunjukan malam itu dimainkan oleh Tater Kali yang merupakan para siswa-siswi sekolah tersebut. Satunya dimainkan oleh alumni dengan nama kelempok yang dinamai Teater Angkasa.
Tidak hanya itu, kesertaan guru-guru yang hadir dalam malam itu, turut mambantu bagaimana laboratorium tersebut menjadi laboratorium yang benar-benar serius. Salah satunya Zuhdi, Guru MTs Tarbiyatus Sa’adah yang juga sering disebut sebagai sebagian dari banyak pemotor pergerakan teater sekolah di Kabupaten Gresik, khususnya di wilayah pesisir utara.
Zuhdi menjelaskan, bahwa teater secara langsung menjadi kontrol sikap, yang juga sudah banyak sekolah yang mempraktikkannya.
“Jika sebuah teater di kalangan pelajar SMP Maupun SMA sederajat menggunakan media teater sebagai kontrol sikap, maka di lingkungan masyarakat wilayah Pantura Gresik-Lamongan ini, sudah banyak yang menggunakan media ini, dan terbukti berhasil,” ucapnya.
Zuhdi juga menambahkan, beberapa teater sekolah di wilayah pantura sudah mulai tumbuh subur teater dengan konsep laboratorium. Terbukti, dari seluruh alumni teater yang sudah didampinginya banyak yang menjadi pendakwah, budayawan, praktisi hukum, perangkat desa hingga kepala sekolah serta pimpinan perusahaan.
“Ini adalah bukti bahwa di zaman ini media teater dengan konsep laboratorium sikap sangat manjur dan baik untuk diterima dikalangan masyarakat,” tegasnya Kamis (7/3) kepada reporter Media Jatim.
Rikhwan salah satu penulis yang juga aktif sebagai pembina teater sekolah di Gresik sekaligus Pembina Teater kali ikut menjelaskan, bahwa sekolah perlu mencoba. Menurutnya, selain sebagai cara menumbuhkan rasa percaya diri dan kretivitas, teater juga bisa menjadi bengkelnya prilaku.
“Banyak yang didapat di teater itu, seperti bengkel, bisa memodif dan membenarkan kendaraan yang bermasalah, dan itu ada diteater yang prosesnya jelas. Saya berharap suatu saat teater akan digunakan oleh banyak sekolah yaa, karena penting menurut saya, apalagi kalau lihat pada pertunjukan mala mini, banyak kan nilai-nilai hidup yang diusung,” tuturnya seusai pertunjukan malam itu.
Catatan Reflektif Reporter Media Jatim
Pertujukan yang pertama pada malam itu dengan judul “Jogo Kali”, mencitakan sosok perempuan penjaga Kali Bejan, yang menunjukkan kesetiaan. Muasalnya karena warisan dari leluhurnya yang pada masanya juga menghabiskan waktunya untuk menjaga kali tersebut.
Pertujukan yang digarap oleh Teater Angkasa, memberikan pencerahan pikiran. Dalam pertunjukan tersebut mengisahkan fungsi kali yang seharusnya menjadi jalan air tidak elok jika harus menjadi lintasan sampah, bahkan mungkin bisa menjadi dermaga sampah, yang tentunya akan menimbulkan maslah.
Di samping itu, pertunjukan dengan judul “Gunung Sirokiwil” yang dikemas dengan nuansa komedi, menjadi suguhan menyenangkan bagi siapa saja yang datang.
Gunung yang terkenal menjadi tujuan orang melancarkan rizka dengan meminta bantuan terhadap tuyul, menjadi tema unik yang diusung oleh para siswa-siswi pada momentum malam itu. Dikisahkan dalampertunjukan malam itu, tentang sikap rasa iri terhadap orang, mengantarkan tokoh dalam naskah tersebut sampai di Gunung Sirokiwil. Lambatlaun Si pengambil tuyul ketahuan warga dan pada akhirnya melakukan pertaubatan atas prilaku yang kurang elok.
“Cacatku Merenggut Cita-citaku” merupakan judul dari pertunjukan yang ke tiga. Naskah yang terkenal dan sering dipentaskan, terbukti baik untuk sebuah didikan.
Dikisahkan tentang seorang perempuan muda yang cacat, pada awalnya perempuan tersebut memiliki cita-cita menjadi penari, namun sayangnya kurang mulus, pada proses perjalanannya menjumpai sebuah peristiwa naas. Adiknya yang hampir tertabrak saat di jalan dia selamatkan, dan pada akhirnya tokoh utama dalam pertunjukan tersebut mengalami kecacatan pada bagian kaki, yang mengharuskannya memakai tongkat untuk berjalanan. Peristiwa tersebut menjadi pertemuan antara penyesalan dan kemarahan terhadap adiknya. Sebuah pertunjukan yang sarat akan akan nilai-nilai, tentang cita-cita yang ditukar dengan kecacatan bermuara terhadap kematian sang ibu, tentu dalam kematiannya mengantarkan pesan yang membuka pintu hati perempuan tersebut. Dan pada akhirnya antara kakak dan adik saling meminta dan member maaf.
Reporter: Shafif K A
Redaktur: A6